0 komentar

Penyaliban Dan Kematian Kristus


Penyaliban Kristus
Menurut kebiasaan orang Yahudi seseorang yang dihukum mati dengan cara disalib harus memikul salibnya sendiri ke tempat Hukuman seperti yang Kristus lakukan, Ia menuju Gunung Golgota untuk memulai kisah sengsaranya.  


Sambil memikul salib-Nya, Ia pergi ke luar, (Yoh 19:17). Dia digiring bersama dua penjahat lain untuk dihukum mati bersama-sama dengan Dia. (Luk 22:32). Yesus memikul  salib-Nya dengan begitu sabar dan begitu sangat letih sampai di pintu gerbang kota Yerusalem. Di luar pintu gerbang, beberapa Algojo melihat seorang yang kebetulan berjalan lewat di situ. Ia diminta untuk memikul salib Yesus, karena Para Algojo melihat Yesus seperti tidak tahan lagi untuk memikul salib-Nya lebih jauh lagi. 

Menurut sejarah nama orang itu ialah Simon dari Kirene, ayah yang memiliki 2 anak bernama Alexander dan Rufus. Sambil memikul Salib yang berat, Ia berpaling kepada banyak wanita yang menangisi dan meratapi Dia. (Luk 23:27), dan Yesus berkata “Hai puteri-puteri Yerusalem, janganlah kamu menangisi Aku, melainkan tangisilah dirimu sendiri dan anak-anakmu! Dari sini kita bisa melihat bahwa air mata tidak cukup untuk menjadi murid Yesus, melainkan untuk menjadi murid Yesus harus berani memikul salib dan menyangkal diri, itulah Yesus inginkan dalam diri kita
Tidak lama kemudian Yesus dan 2 Penjahat lainnya mencapai Gunung Golgota, suatu tempat yang tidak seberapa tingginya di luar tembok kota Yerusalem yang sekarang di Bangun Basilika Makam Suci.

Di sana para Algojo mencampakkan Yesus ke Salib dan memaku-Nya di palang penghinaan. Karena kasih Yesus yang tidak habis-habis-Nya kepada Manusia bahkan ia mendoakan orang yang menyalibkan dia dan sekali lagi Yesus tetap berkata “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan.” (Luk 23:34). Betapapun hebatnya Ia disiksa,dianiaya bahkan disalibkan, namun Ia tidak menunjukkan rasa dendam. 

Ia malah menunjukkan belaskasihan yang sangat begitu luar biasa besar terhadap manusia. Ia berdoa bagi semua mereka yang telah memperlakukan Dia sedemikian rupa. Hati-Nya bertambah sedih tetapi Ia still keep silent. Ia dianiaya, dihina dan dicemooh ketika orang melihat Dia tetapi Ia membiarkan diri-Nya ditindas dan tidak membuka mulut-Nya, seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian; seperti domba yang kelu di depan orang-orang yang membabat bulunya, Ia tetap tidak membuka mulut-Nya. 

Seorang dari penjahat yang digantung itu menghujat Dia, katanya: “Bukankah Engkau adalah Kristus? Selamatkanlah diri-Mu dan kami.” Tetapi yang satu menegur dia, katanya: “Tidakkah engkau takut, juga tidak kepada Allah, sedang engkau menerima hukuman yang sama? Kita memang selayaknya dihukum, sebab kita menerima balasan yang setimpal dengan perbuatan kita, tetapi orang ini tidak berbuat sesuatu yang salah.” Lalu ia berkata: “Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja.” Kata Yesus kepadanya: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.” Luk 23:39:43

Tidak seberapa jauh dari salib berdirilah pengikut-pengikut Yesus. Di antaranya terdapat Rasul Santo Yohanes dan Bunda Maria. Ketika Ia melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya: “Ibu, inilah anakmu.” Kemudian Ia berkata kepada murid-Nya; “Inilah ibumu.” Dan sejak saat itu, murid itu menerima dia di dalam rumahnya. (Luk 19:26-27). Sampai detik-detik terakhir Yesus masih menunjukkan perhatian terhadap ibu-Nya. Karena itu, Ia mempercayakan ibu-Nya kepada murid yang dikasihi-Nya. Saat-saat akhir makin mendekat. Gelap gulita meliputi seluruh wilayah. Di dalam gelap gulita itu, Yesus bergantung di salib dalam keadaan sakratul maut. Sejenak sebelum saat akhir itu tiba, Yesus membuka mulut-Nya lagi dan berkata: "Eli, Eli, lama sabakhtani?" Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Mat 27:46.

Mendengar itu, beberapa Algojo,Para Imam dan Ahli-ahli Taura yang berdiri di situ berkata: “Lihat, Ia memanggil Elia.” Mrk 15:35. Tidak lama sesudah itu, Ia berkata: “Aku haus” sehingga tergenapilah isi Nas Kitab Suci: “Kerongkongan-Ku kering seperti beling, lidah-Ku melekat pada langit-langit mulut-Ku.”(Mzm 22:16). Pada waktu Aku haus mereka memberi Aku minum anggur asam. (Mzm 69:22). Seorang datang dengan bunga karang, mencelupkannya ke dalam anggur asam lalu mencucukkannya pada sebatang buluh dan memberi Yesus minum, Sesudah Yesus minum anggur asam itu, berkatalah Ia: “Sudah selesai.” (Yoh 19:30). Akhirnya telah sampai Kristus pada titik akhir sengsara-Nya sesuai dengan kehendak Bapa-Nya tercapailah kehendak Allah akan penyelamatan umat manusia.

Kematian Kristus
Yesus menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya. Lukas mencatat kata-kata terakhir yang Ia serukan: “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.” Luk 23:46. Demikianlah akhirnya Kristus wafat disalib  untuk menebus dosa umat manusia. Menurut tradisi, Yesus wafat  pada pukul tiga sore. Dari sini kita semua bisa merenungkan wafatnya Sang Kritus demi menebus dosa awal yang dilakukan oleh Adam dan Hawa, nenek moyang kita.

Ia pernah berbicara tentang kehidupan-Nya sebagai berikut: “Tidak seorang pun mengambilnya daripada-Ku, melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali. Inilah tugas yang Kuterima dari Bapa-Ku” Yoh 10:18. Walaupun jiwa dan badan sudah terpisah, namun tiap bagian tinggal bersatu dengan [kodrat] keilahian-Nya. Dan Kristus akan bangkit pada hari ketiga.

Dominus illuminatio mea!
 
Toggle Footer
Top