Berikut ini ketentuan tobat dengan puasa dan pantang,
menurut Kitab Hukum Kanonik:
1. Kan. 1249 - Semua orang beriman kristiani wajib menurut cara masing-masing melakukan tobat demi hukum ilahi; tetapi agar mereka semua bersatu dalam suatu pelaksanaan tobat bersama, ditentukan hari-hari tobat, dimana umat beriman kristiani secara khusus meluangkan waktu untuk doa, menjalankan karya kesalehan dan amal-kasih, menyangkal diri sendiri dengan melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara lebih setia dan terutama dengan berpuasa dan berpantang, menurut norma kanon-kanon berikut.
1. Kan. 1249 - Semua orang beriman kristiani wajib menurut cara masing-masing melakukan tobat demi hukum ilahi; tetapi agar mereka semua bersatu dalam suatu pelaksanaan tobat bersama, ditentukan hari-hari tobat, dimana umat beriman kristiani secara khusus meluangkan waktu untuk doa, menjalankan karya kesalehan dan amal-kasih, menyangkal diri sendiri dengan melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara lebih setia dan terutama dengan berpuasa dan berpantang, menurut norma kanon-kanon berikut.
2. Kan. 1250 - Hari dan waktu tobat dalam seluruh Gereja ialah setiap hari Jumat sepanjang tahun, dan juga masa prapaskah.
3. Kan. 1251 - Pantang makan daging atau makanan lain menurut ketentuan Konferensi para Uskup hendaknya dilakukan setiap hari Jumat sepanjang tahun, kecuali hari Jumat itu kebetulan jatuh pada salah satu hari yang terhitung hari raya; sedangkan pantang dan puasa hendaknya dilakukan pada hari Rabu Abu dan pada hari Jumat Agung, memperingati Sengsara dan Wafat Tuhan Kita Yesus Kristus.
4. Kan. 1252 - Peraturan pantang mengikat mereka yang telah berumur genap empat belas tahun; sedangkan peraturan puasa mengikat semua yang berusia dewasa sampai awal tahun ke enampuluh; namun para gembala jiwa dan orangtua hendaknya berusaha agar juga mereka, yang karena usianya masih kurang tidak terikat wajib puasa dan pantang, dibina ke arah cita-rasa tobat yang sejati.
5. Kan. 1253 - Konferensi para Uskup dapat menentukan dengan lebih rinci pelaksanaan puasa dan pantang; dan juga dapat mengganti-kan seluruhnya atau sebagian wajib puasa dan pantang itu dengan bentuk-bentuk tobat lain, terutama dengan karya amal-kasih serta latihan-latihan rohani.
Memang sesuai dari yang kita ketahui, ketentuan dari Konferensi para Uskup
di Indonesia menetapkan selanjutnya :
1. Hari Puasa dilangsungkan pada hari Rabu Abu
dan Jumat Agung. Hari Pantang dilangsungkan pada hari Rabu Abu dan tujuh Jumat
selama Masa Prapaska sampai dengan Jumat Agung.
2.Yang wajib berpuasa ialah semua orang Katolik
yang berusia 18 tahun sampai awal tahun ke-60. Yang wajib berpantang ialah
semua orang Katolik yang berusia genap 14 tahun ke atas.
3. Puasa (dalam arti yuridis) berarti makan
kenyang hanya sekali sehari. Pantang (dalam arti yuridis) berarti memilih
pantang daging, atau ikan atau garam, atau jajan atau rokok. Bila dikehendaki
masih bisa menambah sendiri puasa dan pantang secara pribadi, tanpa dibebani
dengan dosa bila melanggarnya.
Maka penerapannya adalah sebagai berikut:
1. Kita berpantang setiap hari Jumat sepanjang
tahun (contoh: pantang daging, pantang rokok dll) kecuali jika hari Jumat itu
jatuh pada hari raya, seperti dalam oktaf masa Natal dan oktaf masa Paskah.
Penetapan pantang setiap Jumat ini adalah karena Gereja menentukan hari Jumat
sepanjang tahun (kecuali yang jatuh di hari raya) adalah hari tobat.
2.Jika kita berpantang, pilihlah makanan/
minuman yang paling kita sukai. Pantang daging adalah contohnya, atau yang
lebih sukar mungkin pantang garam. Tapi ini bisa juga berarti pantang minum
kopi bagi orang yang suka sekali kopi, dan pantang sambal bagi mereka yang
sangat suka sambal, pantang rokok bagi mereka yang merokok, pantang jajan bagi
mereka yang suka jajan. Jadi jika kita pada dasarnya tidak suka jajan, jangan
memilih pantang jajan, sebab itu tidak ada artinya.
3.Pantang tidak terbatas hanya makanan, namun
pantang makanan dapat dianggap sebagai hal yang paling mendasar dan dapat
dilakukan oleh semua orang. Namun jika satu dan lain hal tidak dapat dilakukan,
terdapat pilihan lain, seperti pantang kebiasaan yang paling mengikat, seperti
pantang nonton TV, pantang ’shopping’, pantang ke bioskop, pantang ‘gossip’,
pantang main ‘game’ dll. Jika memungkinkan tentu kita dapat melakukan gabungan
antara pantang makanan/ minuman dan pantang kebiasaan ini.
4. Puasa minimal dalam setahun adalah Hari Rabu
Abu dan Jumat Agung dan ketujuh hari Jumat dalam masa Prapaska.
5.Waktu berpuasa, kita makan kenyang satu kali,
dapat dipilih sendiri pagi, siang atau malam. Harap dibedakan makan kenyang
dengan makan sekenyang-kenyangnya. Karena maksud berpantang juga adalah untuk
melatih pengendalian diri, maka jika kita berbuka puasa/ pada saat makan
kenyang, kita juga tetap makan seperti biasa, tidak berlebihan. Juga makan
kenyang satu kali sehari bukan berarti kita boleh makan snack/ cemilan
berkali-kali sehari. Ingatlah tolok ukurnya adalah pengendalian diri dan
keinginan untuk turut merasakan sedikit penderitaan Yesus, dan mempersatukan
pengorbanan kita dengan pengorbanan Yesus di kayu salib demi keselamatan dunia.
6. Maka pada saat kita berpuasa, kita dapat
mendoakan untuk pertobatan seseorang, atau mohon pengampunan atas dosa kita.
Doa-doa seperti inilah yang sebaiknya mendahului puasa, kita ucapkan di
tengah-tengah kita berpuasa, terutama saat kita merasa haus/ lapar, dan doa ini
pula yang menutup puasa kita/ sesaat sebelum kita makan. Di sela-sela kesibukan
sehari-hari kita dapat mengucapkan doa sederhana, “Ampunilah aku, ya Tuhan. Aku
mengasihi-Mu, Tuhan Yesus. Mohon selamatkanlah …..” (sebutkan nama orang yang
kita kasihi)
7. Karena yang ditetapkan di sini adalah syarat
minimal, maka kita sendiri boleh menambahkannya sesuai dengan kekuatan kita.
Jadi boleh saja kita berpuasa dari pagi sampai siang, atau sampai sore, atau
bagi yang memang dapat melakukannya, sampai satu hari penuh. Juga tidak menjadi
masalah, puasa sama sekali tidak makan dan minum atau minum sedikit air.
Diperlukan kebijaksanaan sendiri (prudence) untuk memutuskan hal ini, yaitu
seberapa banyak kita mau menyatakan kasih kita kepada Yesus dengan berpuasa,
dan seberapa jauh itu memungkinkan dengan kondisi tubuh kita. Walaupun tentu,
jika kita terlalu banyak ‘excuse’ ya berarti kita perlu mempertanyakan kembali,
sejauh mana kita mengasihi Yesus dan mau sedikit berkorban demi mendoakan
keselamatan dunia.
(Sumber)