0 komentar

Katekese Ringan - Tentang Para Nabi

Dalam Perjanjian Lama, nabi adalah seorang yang dipilih Allah untuk menyebarkan Sabda Allah kepada orang-orang dengan kuasa Roh Kudus. Dan kata-kata ini bisa kita dengar dalam Syahadat Panjang “Ia (Roh Kudus) bersabda dengan perantaraan para nabi,”. 46 kitab Perjanjian Lama serta Kitab Deuterokanonika berasal dari Para Nabi. Empat nabi besar adalah Yesaya, Yeremia, Yehezkiel dan Daniel. 

Sedangkan 12 nabi kecil adalah Hosea, Yoel, Amos, Obaja, Yunus, Mikha, Nahum, Habakuk, Zefanya, Hagai, Zakaria dan Maleakhi Musa, salah satu nabi besar besar dari Perjanjian Lama disebut-sebut sebagai penulis dari 5 kitab pertama dalam Perjanjian Lama. 

Pada umumnya, ketika seorang nabi berbicara untuk Allah, ia akan memberitahukan tentang nubuat atau perintah Allah yang harus dilaksanakan dan dipatuhi seluruh umat manusia, contohnya seperti Musa, Ia menerima perintah Allah yang berbentuk 2 loh batu di Bukit Sinai. Para nabi juga seringkali menyadarkan Israel akan kesalahan meraka dan mengajak mereka untuk bertobat. 

Seorang nabi juga kadang-kadang menafsirkan kejadian-kejadian atau mimpi, seperti Daniel untuk memberitahu rencana Allah bagi umat-Nya dan memperingatkan mereka akan penghakiman dari Allah yang biasanya datang dengan cara Israel ditaklukan oleh bangsa-bangsa musuhnya, karena kesalahan mereka sendiri dengan tidak mematuhi perintah Allah.

Seorang nabi dipilih dan dipanggil oleh Allah untuk menerima pesan yang disampaikan oleh Allah melalui  mimpi, penglihatan bahkan suara Allah sendiri. Para nabi selalu berbicara kebenaran yang bersifat keras sehingga banyak orang tidak mau mendengar mereka. Akibatnya, mereka sering mengalami penganiayaan oleh bangsa mereka sendiri. Salah satu diantara para nabi yang mengalami penganiayaan dan sekaligus seorang nabi terakhir yaitu Yohanes Pembaptis, dialah suara orang yang berseru-seru di padang gurun untuk mempersiapkan jalan bagi Tuhan (Mat 3:3) seperti yang di nubuatkan nabi Yesaya (Yes 40:3).

Dengan meneladani iman dari para nabi untuk mewartakan sabda Allah, hendaknya kita memiliki hati yang terbuka dan untuk memenuhi panggilan kita sebagai umat Katolik, untuk mewartakan Sabda Allah bagi setiap orang. Berpikirlah bahwa kita adalah para Rasul yang hidup di zaman ini. 
 
Toggle Footer
Top