Cinta berawal dari mata (mata mengantar dalam cinta)
Pencetus ungkapan diatas adalah Platius.
Menurutnya lirikan mata yang menggoda merupakan awal cinta. Seorang gadis bisa
jatuh cinta seketika hanya karena kerling mata seorang pemuda tampan di
depannya (Oculitus amare). Mata
melihat apa yang baik dari orang yang dicintai. Apa yang baik bisa berupa
kemolekan atau ketampanan tubuh, senyuman yang mengundang sensasi, suara yang
merdu atau isyarat-isyarat tubuh lainnya.
Apa yang baik bisa juga berupa sikap dan kata-kata yang memikat : I love you full – “Aku sungguh mencintaimu.” Ungkapan kata cinta ini, muncul dari mata yang terpikat melihat kecantikan atau ketampanan pribadi yang dicintai. Berkaitan dengan ini, ada ungkapan lain dalam bahasa Latin: Ubi amor, ibi oculus – “dimana ada cinta, disana ada mata.” Dari mata mengalirlah cinta.
Dalam konteks Indonesia, anda tentu
mengenal sepenggal syair lagu “Ayo mama” dari Ambon. Salah satu liriknya, “Dari
mana datangnya cinta. Dari mata, turun ke hati” Memang cinta berawal dari mata.
Mata merupakan jendela dunia. Dari sanalah kita bisa melihat keindahan dunia.
Jika objek yang dilihat indah dengan sendirinya jiwa terpesona dan benih-benih
keterpikatan bersemi.
Namun, mata juga mudah tertipu. Apa yang
kelihatannya indah dan baik, didalamnya penuh kebusukan dan kebohongan. Dalam
hal ini perlu ada mata hati, agar cinta yang mucnul terhadap suatu objek
sungguh-sungguh keluar dari hati. Bukan sekadar dari apa yang tampak. Apa yang
tampak sering menipu mata.
Hal ini diingatkan dalam tiga ungkapan Latin
berikut. Pertama, Nimium ne crede colori
– “jangan terlalu mempercayai warna” (Virg., Bucol, 2,17). Artinya jangan
terlalu mempercayai penampilan luar. Kedua, Quam
virtulem tu ne de facie quidem nosti – “untuk mengetahui keluhuran
seseorang janganlah hanya dari raut mukanya saja” (Cicero). Artinya, jangan
menilai seseorang dari penampilan luarnya saja. Ketiga, Eripitur persona, manet res – “topeng dilepas, yang nyata
kelihatan.” Artinya, manusia bisa menyembunyikan apa yang menjadi watak aslinya
namu pada akhirnya akan ketahuan siapa dia sebenarnya.
Cinta berawal dari mata. Mata memandang
dan mengagumi sehingga muncul ketertarikan terhadap objek yang dicintai.
Ketertarikan hendaknya bukan hanya berdasarkan apa yang tampak, tetapi apa yang
tersembunyi, yang ada dalam hati. Untuk itu, diperlukan komunikasi dari hati ke
hati. Ingatlah yang tampak seringkali menipu. Dari luar, kelihatannya baik
tetapi didalamnya penuh kepalsuan. Karena itu, berhati-hatilah dengan cinta.
Cinta dapat membuat orang sehat menjadi sakit, orang gemuk jadi kurus, orang
normal menjadi gila, orang kaya menjadi miskin, raja menjadi buda, orang suci
menjadi ternodam dan orang yang gembira menjadi putus asa.
Dengan kata lain, cinta dapat
menimbulkan kegelisahan, depresi, rasa sakit, keputusasaan, kehilangan harapan,
dan sebagainya. Hal-hal ini terjadi karena cinta dicorengi oleh kepalsuan.
Dalam konteks ini, ketulusan merupakan nilai yang perlu dipraktekan ketika anda
menjalin cinta dengan orang yang anda cintai.
Esto quod esse videris – “jadilah seperti apa yang tampak padamu.” Artinya,
hindari kepalsuan dan tunjukkan ketulusan.
["Dominus illuminatio mea et salus mea!"~ Tuhanlah cahayaku dan keselamatanku!]
"Ex Latina Claritas" ~ Rev. Pater Pius Pandor CP hal 63
"Ex Latina Claritas" ~ Rev. Pater Pius Pandor CP hal 63