Pada tahun 1959 saya dilahirkan dalam sebuah
keluarga Muslim di Kurdistan di Irak utara. Saya adalah anak kelima dari sebuah
keluarga besar. Budaya Arab dan agama Islam adalah pengaruh yang amat dominan, yang
menaungi tiga negara di Irak, namun negara yang terbesar adalah Kurdistan. Saya memulai
belajar secara formal bahasa Arab pada saat usia saya menginjak dua belas tahun.
Seiring berjalannya waktu, pada saat saya berusia enam belas tahun, saya
menulis puisi dalam bahasa Arab, yang beberapa di antaranya telah diterbitkan
pada awal tahun 1976.
Kegiatan politik saya, di oposisi Kurdistan untuk melawan
Saddam Hussein, sebagian besar terjadi di Irak. Saddam Hussein, dari salah satu
begitu banyaknya invasi kepada masyarakat Kurdi, adalah memindah secara paksa
masyarakat dari kampung halaman mereka, mengusir mereka ke negara bagian lain, dan
untuk merampas sekaligus dan mengamankan kekuasaannya atas ladang minyak di Kurdi.
Sehingga mulai tahun 1975, upaya aktif saya adalah untuk membebaskan
orang-orang Kurdi dengan menyatukan mereka secara politis.
Dan untuk ini, saya telah mengalami begitu banyak penderitaan
di penjara dan juga telah disiksa beberapa kali oleh Saddam. Dengan menutup
pertemuan saya dengan ‘’kematian”, hal ini bisa dipandang sebagai sebuah “keberuntungan" karena pada saat
itu beberapa tentara telah menyerang Kurdistan dan menghabisi nyawa beberapa
rekan saya. Telah berkali-kali Tuhan menyelamatkan hidup saya, dari kematian
yang tampaknya datang begitu dekat melalui keputusan hakim, pada sebuah bom
kimia yang jatuh seperti hujan di Kurdistan. Namun, saya tetap tidak menyadari
bahwa itu adalah pertolongan dari tangan Tuhan.
Di kemudian hari, saya terus menerus memperjuangkan
hak kebebasan di negara saya, saya sering menghabiskan beberapa bulan di pegunungan,
dengan didampingi hawa dingin, rasa lapar, ketakutan yang begitu mendera, dan beberapa
kolega saya yang merasa telah ditinggalkan oleh bangsa-bangsa di dunia. Lalu pada
tahun 1988, saya melihat didepan mata saya, teman-teman yang begitu saya cintai
mati menggenaskan dalam serangan bom kimia di kota Halabja. Saya mulai memahami
kelemahan dari setiap orang karena dosa-dosanya dengan keputusasaan hidup tanpa
naungan Tuhan.
Ketertarikan
awal saya pada Iman Kristiani
Sejak awal hidup saya, hati saya begitu tertarik
pada cara hidup orang Kristen, terutama dari kenangan saya yang paling awal
dari tetangga Kristen saya, banyak hal dari mereka yang telah memberikan sebuah
contoh yang indah dari kasih Kristus. Mengingat mereka, telah meninggalkan saya,
maka saya sadar sebuah relasi nyata bahwa Allah telah memanggil saya, bahkan
sejak masa kecil saya.
Suatu hari, seorang Katolik Armenia memberikan
kepada saya sebuah buku tentang para martir dari Gereja awal. Saya membacanya
dan terinspirasi untuk membela secara hidup dan mati kebebasan teman-teman saya
di Kurdistan. Saya mempunyai kebiasaan senang membaca, selama masa mudaku dengan
membaca secara luas ilmu teologi, filsafat, dan sejarah. Karena hal tersebut, saya
telah menjadi seorang yang fasih dalam berbahasa Inggris yang juga dipengaruhi
dengan membaca karangan Voltaire, Hegel, dan Dickens, dan beberapa nama
terkenal lainnya.
Akhirnya saya melanjutkan studi saya pada iman Kristen kepada Santo Thomas Aquinas. Dengan investigasi yang konsisten dan perbandingan teologi antara Islam dan Kristen, saya mulai mengenali kebenaran agama Kristen pada awal tahun 1982. Tapi hal ini hanya pengakuan secara intelektual saja. Saya hanya mengakui bahwa Yesus adalah seorang Mesias, namun saya tidak mengenal Ia secara pribadi.
Akhirnya saya melanjutkan studi saya pada iman Kristen kepada Santo Thomas Aquinas. Dengan investigasi yang konsisten dan perbandingan teologi antara Islam dan Kristen, saya mulai mengenali kebenaran agama Kristen pada awal tahun 1982. Tapi hal ini hanya pengakuan secara intelektual saja. Saya hanya mengakui bahwa Yesus adalah seorang Mesias, namun saya tidak mengenal Ia secara pribadi.
Beberapa saat setelah Perang Teluk Persia, saya
menikah dengan Sara, seorang Kristen dari Amerika, lalu saya mengatakan kepada
istri saya, bahwa saya percaya Yesus adalah Mesias. Namun dia sama sekali tidak
mempunyai niat apapun untuk mengubah saya menjadi seorang Kristen. Saya
melakukan hal ini dengan fakta bahwa saya mengakui dan percaya sepenuhnya bahwa
Yesus adalah seorang Mesias.
Muslim memahami istilah-istilah ini dengan perbedaan
yang signifikan dari cara Kristen memahami mereka. Istri saya tahu bahwa hal
ini adalah kesepakatan serius dan tidak main-main, kami telah bertahan selama
dua tahun kedepan, dari semua badai yang menggeluti hubungan pernikahan kami
yang berbeda budaya dan agama. Melalui banyak argumen dan ketidaksepakatan yang
pahit, saya perlahan-lahan mulai melihat bahwa Sara terus memaafkanku,
mencintai saya, dan ingin saya menjadi diri saya sendiri.
Lalu tanpa sepengetahuan istri saya, saya mulai
menyadari bahwa istri saya adalah kesaksian hidup nyata dari Pribadi Kristus
dalam perjuangan pernikahan kita. Pada akhirnya, saya mulai bangun pada malam
hari untuk membaca Kitab Perjanjian Baru secara diam-diam. Hal ini semakin mendekatkan
kepada Tuhan, karena saya telah bertemu dengan-Nya didalam SabdaNya yang kudus,
Alkitab.
Di kemudian hari, kami berangkat ke Amerika Serikat
pada awal tahun 1993 untuk melanjutkan usaha kecil Sara, yang telah berjalan
pada saat itu. Dan saat itu juga, saya telah menyisihkan sebagian besar hidup
saya untuk mempelajari Teologi Islam dan Kekristenan. Observasi ini membawa
saya pada sebuah perjalanan, yang akhirnya telah membawa saya kepada Yesus
Kristus, yang saya akui secara intelektual sebagai seorang Mesias. Namun pada
saat itu, bagaimanapun juga saya belum membuat komitmen untuk segera di Baptis.
Baptisan,
Konversi, dan Gereja Katolik
Suatu hari saya didekati oleh dokter gigi saya,
Doktor Blevins, yang berdoa bersama dengan saya yang pada akhirnya membawa iman
saya kepada Kristus selama musim panas tahun 1995. Saya kemudian dibaptis
didalam Kristus pada tanggal 17 September 1995. Dan mulai hari itu semua yang
ada didalam hidup saya berubah.
Saya segera memberitahu teman-teman Muslim saya,
dengan menceritakan mengapa saya menjadi seorang Kristen dan ini merupakan
sebuah upaya besar untuk menginjili mereka. Saya mempelajari Alkitab dan saya
sudah mulai bisa mengutip beberapa bab dan ayat, dan mulai bersaksi kepada
semua orang yang mau mendengarkan. Banyak memang yang mendengarkan, dan benar,
beberapa orang mulai tertarik kepada Kristus dan Alkitab.
Saya sadar, bahwa saya saat ini saya telah memiliki
apa yang diperlukan oleh bangsa saya, dan juga kepada orang Muslim seluruh dunia.
Saya punya Injil, dan tidak ada seorang pun yang bisa mencegah saya untuk
mewartakan Firman Tuhan.
Beberapa tahun ke depan atau lebih, saya telah
membaca selama berjam-jam setiap hari, menyaksikan ratusan orang yang datang ke
tempat kerja saya, yang menemukan saya bahwa saya memiliki karunia untuk
membawa orang kepada iman didalam Kristus dan untuk menguatkan kembali Iman
mereka. Dalam pekerjaan kecil saya ini, di lingkungan saya, di antara orang
asing dan teman-teman saya, saya tidak menemukan apa-apa lagi selain Yesus
Kristus.
Sekarang, pertobatan saya telah menginjak umur 8
tahun. Dalam rentang waktu tersebut, Tuhan telah menggunakan saya sebagai
saksiNya untuk membawa banyak orang kepada-Nya, beberapa dari mereka Muslim, beberapa
dari mereka ada orang murtad, adapula seorang dari mereka yang Atheis.
"Sebab barangsiapa malu karena Aku dan karena
perkataan-Ku di tengah-tengah angkatan yang tidak setia dan berdosa ini, Anak
Manusiapun akan malu karena orang itu apabila Ia datang kelak dalam kemuliaan
Bapa-Nya, diiringi malaikat-malaikat kudus." (Markus 8:38)
Segera setelah pembaptisan saya, Sara dan saya
memulai studi Alkitab dalam ruang lingkup lingkungan, dan setiap orang dari
berbagai denominasi bisa datang. Suatu saat, pada saat kami sedang studi
Alkitab, datanglah seorang bocah (tetangga saya) berumur sembilan tahun,
namanya adalah Joe Sobran, yang membacakan kepada kami, pertanyaan dan jawaban
dari Katekismus Baltimore. Sara dan saya sempat terkejut, pada beberapa
pertanyaan unik yang juga disambut dengan sebuah jawaban sederhana dan begitu
mendalam darisetiap bab.
Si Joe kecil pun tidak menyerah, ia bertanya kepada
kami, mengapa tidak menjadi seorang Katolik saja. Dia berjanji akan menanam
setiap benih, setiap kali ia berbicara kepada kami berkaitan dengan iman
Katolik.
Suatu malam, Sara dan saya sedang menonton televisi, dan saa itu ada siaran Misa disebuah stasius
televisi yang bernama EWTN, dan tepat sekali, pada momen saat itu yaitu
konsekrasi. Ketika Immam itu mengangkat Hosti. Kami terkejut karena hormat yang
begitu indah dari umat kepada Yesus. Dan kemudian imam mengangkat piala, yang
juga merupakan sebuah keindahan bagi kami. Keindahan dari jubah Imam, menunjukkan kepada saya
sebuah arti, bahwa hanya yang terbaiklah yang bisa kita berikan kepada Allah.
Sara dan saya tiba-tiba mengerti bahwa keindahan dalam Gereja Katolik berada di
sana karena itu benar-benar Rumah Tuhan.
Pada tahun 1996, Sara dan saya diperkenalkan dengan teolog
Katolik bernama Pastor William G. Most, yang juga mengajarkan kami berdua,
teologi Katolik. Dia dengan murah hati memberikan waktu setiap hari Minggu
selama satu tahun setengah, untuk membawa kami berdua kedalam Gereja Katolik.
Kami diterima ke dalam Gereja Katolik pada tanggal 13 Juli 1998 dengan sebuah
Misa khusus.
Pastor William kemudian meninggal pada bulan Januari
tahun 1999. Hal itu bagi saya adalah sebuah berkat kekal, dimana dengan duduk
di kakinya dan belajar iman Katolik, mendorong saya untuk berbuat sesuatu di
mana Kristen dan Muslim bisa berdialog.
Setelah kematiannya, saya terus melanjutkan misi
hidup saya untuk mencapai Muslim. Dan misi ini berbuah kesuksesan namun dengan urgensi
yang baru, setelah peristiwa mengerikan pada tanggal 11 September 2001. Ini
jelas menjadi menjadi sebuah pilihan bagi banyak orang, bahwa Muslim dengan
begitu agresif akan "menginjili" Barat melalui berbagai bentuk jihad
mereka, atau kita yang akan menginjili mereka dengan Kabar Baik Yesus Kristus.
Saya telah meminta untuk berbicara beberapa kali
sejak tragedi itu. Pembicaraan ini berbicara tentang realitas Islam, strategi
mereka untuk mengubah kita menjadi Islam, dan apa yang bisa kita lakukan untuk mendengar
dan menerima mereka dalam pangkuan Gereja.
Di masa lalu, orang-orang Kristen telah tergantung
pada Alkitab untuk menginjili umat Islam. Namun strategi ini telah diketahui secara
pasti oleh kaum Muslim. Karena mereka percaya bahwa orang Kristen dan Yahudi telah
merusak Alkitab. Namun sebaliknya! Kita harus mengembangkan bukan sebuah metode
untuk menjangkau umat Islam dengan menggunakan sumber mereka, seperti Al-Qur'an
dan berbagai tradisi tentang Muhammad. Namun semua dari kita di Barat harus
belajar sekarang, untuk belajar bagaimana, melibatkan agama dan budaya yang
sama sekali asing bagi budaya Yahudi-Kristen.
Peristiwa ini menyerukan kepada kita sebuah strategi
baru. Semoga Tuhan membimbing dan memberdayakan kita untuk tugas ini dengan
kuasa Roh Kudus dan kasih karunia Putra-Nya, Tuhan kita Yesus Kristus.
Tambahan: Berikut sebuah kesaksian hidup pertobatan
seorang Islam menjadi Katolik, disini kita belajar bahwa rahmat Allah tidak
hanya ada terus menerus didalam Gereja Katolik, namun rahmat Allah ada didalam
hati nurani setiap orang, sehingga memampukan setiap orang untuk menemukan Allah
benar didalam Yesus Kristus dan juga Gereja para Rasul, Gereja Katolik.
Sehingga kini kita diajak mengerti bahwa kita harus membedakan antara rahmat
dan keselamatan, Gereja Katolik
mengakui bahwa di luar Gereja Katolik ada rahmat Allah yang bila ditanggapi
“ya” oleh manusia akan membawa mereka ke dalam Gereja Katolik sehingga beroleh
keselamatan.
Dogma Di Luar Gereja Tidak Ada Keselamatan (Extra Ecclesiam Nulla Salus) sama sekali tidak menyangkal adanya rahmat Allah di luar Gereja. Kalau tidak ada rahmat di luar Gereja; tidak mungkin Scott Hahn (eks Protestan), Kardinal Manning (eks Anglikan) dan Daniel Ali (Islam) mau pulang ke pangkuan Bunda Gereja yang kudus ini. Sekian dari kesaksian ini, semoga bermanfaat.
Dogma Di Luar Gereja Tidak Ada Keselamatan (Extra Ecclesiam Nulla Salus) sama sekali tidak menyangkal adanya rahmat Allah di luar Gereja. Kalau tidak ada rahmat di luar Gereja; tidak mungkin Scott Hahn (eks Protestan), Kardinal Manning (eks Anglikan) dan Daniel Ali (Islam) mau pulang ke pangkuan Bunda Gereja yang kudus ini. Sekian dari kesaksian ini, semoga bermanfaat.
Dominus illuminatio
mea!