Kesulitan yang kadang menyertai kemajuan
evangelisasi menyorot masalah yang rumit, yang solusinya tidak harus dicari
dalam hal [yang] murni historis atau sosiologis. Ini adalah masalah keselamatan [bagi]
mereka yang tidak tampak [berada dalam] Gereja. Kita tidak diberi kemungkinan untuk
mencernakan misteri tindakan Allah dalam pikiran dan hati, untuk menilai kuasa
kasih karunia Kristus sebagai pemilik, dalam kehidupan dan dalam kematian,
semua yang "Bapa berikan kepada Dia," dan yang Dia sendiri nyatakan
Dia tidak ingin "kehilangan." Kita mendengar Dia mengulangi ini dalam
salah satu bacaan Injil yang disarankan dalam misa bagi orang mati (bdk. Yoh
6:39-40).
Namun, seperti yang saya tulis dalam
Ensiklik Redemptoris Missio, anugerah keselamatan tidak dapat dibatasi
"pada mereka yang secara eksplisit percaya kepada Kristus dan telah
memasuki Gereja. Karena keselamatan ditawarkan kepada semua, itu harus secara
konkret tersedia bagi semua."
Dan, dengan mengakui bahwa kenyataannya
[masih] tidak mungkin bagi banyak orang untuk memiliki akses ke pesan Injil,
aku menambahkan:
"Banyak orang tidak memiliki
kesempatan untuk datang untuk mengetahui atau menerima wahyu Injil atau untuk
masuk [ke dalam] Gereja. Kondisi sosial dan budaya di mana mereka hidup tidak
memungkinkan ini, dan seringkali mereka telah dibesarkan dalam tradisi agama
lain " (RM 10).
Kita harus mengakui bahwa, sejauh manusia
dapat mengetahui dan meramalkan, ketidakmungkinan praktis ini tampaknya
ditakdirkan untuk bertahan lama, mungkin sampai karya evangelisasi akhirnya
selesai. Yesus sendiri mengingatkan bahwa hanya Bapa yang tahu "waktu yang
tepat" ditentukan oleh Dia untuk pembentukan kerajaanNya di dunia (lih. Kis
1:7).
Apa yang saya katakan di atas,
bagaimanapun, tidak membenarkan posisi relativistik dari mereka yang
mempertahankan bahwa jalan keselamatan dapat ditemukan dalam agama apapun,
bahkan independen dari iman kepada Kristus Sang Penebus, dan bahwa dialog
antaragama harus didasarkan pada ide ambigu.
Bahwa [ada] jalan keluar untuk masalah
keselamatan bagi mereka yang tidak meyakini Kredo Kristen, tidak sesuai dengan
Injil. Sebaliknya, kita harus mempertahankan
bahwa jalan keselamatan selalu melewati Kristus, dan karena itu Gereja dan
misionarisnya memiliki tugas membuat Dia dikenal dan dicintai di setiap tempat,
waktu dan budaya.
Terpisah dari Kristus "tidak ada
keselamatan." Seperti Petrus menyatakan di depan Sanhedrin pada awal-awal
khotbah apostolik: "tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang
olehnya kita dapat diselamatkan” (Kis 4:12).
Juga bagi mereka yang bukan karena
kesalahan mereka sendiri tidak mengenal Kristus dan tidak dikenal sebagai orang
Kristen, rencana ilahi telah menyediakan suatu jalan keselamatan. Seperti yang kita baca dalam Dekrit
Konsili Ad Gentes, kita percaya bahwa "Allah dalam cara-cara yang
diketahuiNya sendiri bisa membimbing orang yang bukan karena kesalahannya tidak
tahu (inculpably ignorant) tentang Injil” menuju iman yang diperlukan untuk
keselamatan (AG 7).
Tentu saja, kondisi "ketidak
tahuan bukan karena kesalahannya sendiri (inculpably ignorant) " tidak
dapat dinilai atau ditimbang oleh penilaian manusia, tetapi harus
diserahkan kepada penghakiman ilahi saja. Untuk alasan ini, Konsili menyatakan
dalam Konstitusi Gaudium et Spes bahwa dalam hati setiap orang yang berkehendak
baik, "Rahmat bekerja dengan cara yang tak terlihat .... Roh Kudus membuka
kemungkinan bagi semua orang untuk dengan cara yang diketahui Allah digabungkan
dengan misteri Paskah itu"(GS 22).
Penting untuk menekankan bahwa jalan
keselamatan yang ditempuh oleh mereka yang tidak tahu Injil bukanlah cara yang
terpisah dari Kristus dan Gereja. Rencana keselamatan universal
terkait dengan perantaran Kristus. "Allah, Juruselamat kita, yang
menghendaki supaya semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan
kebenaran. Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara
Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus, yang telah menyerahkan diri-Nya
sebagai tebusan bagi semua manusia."(1 Timotius 2:3-6). Petrus menyatakan ini ketika ia berkata:
"Tidak ada keselamatan pada orang lain" dan menyebut Yesus sebagai
"batu penjuru" (Kis 4:11-12), menekankan perlunya peran Kristus
sebagai dasar Gereja.
Penegasan "keunikan" Juruselamat
berasal dari kata-kata Tuhan. Dia menyatakan bahwa Dia datang "untuk
memberikan hidupNya sendiri untuk menebus banyak orang" (Mrk 10:45),
yaitu, bagi kemanusiaan, sebagaimana St Paulus menerangkan ketika dia menulis:
"Satu mati untuk semua" (2 Kor 5: 14; bdk Rom 5:18). Kristus memenangkan keselamatan universal
dengan memberikan hidupNya sendiri. Tidak ada mediator lain yang telah
ditetapkan oleh Allah sebagai Juruselamat. Nilai unik dari pengorbanan salib
harus selalu diakui dalam nasib setiap orang.
Karena Kristus membawa keselamatan melalui
Tubuh Mistik-Nya, yang adalah Gereja, jalan keselamatan secara mendasar
dihubungkan dengan Gereja. Aksioma “extra ecclesiam nulla salus
" - "di luar Gereja tidak ada keselamatan" - dinyatakan oleh St.
Siprianus (Epist. 73, 21; PL 1123 AB), dalam tradisi Kristen. Aksioma ini dimasukkan dalam Konsili
Lateran IV (DS 802), dalam Bulla Kepausan Unam Sanctam dari Bonifasius VIII (DS
870), dan Konsili Florence (Decretum pro Jacobitis, DS 1351). Aksioma ini berarti bahwa bagi mereka yang
mengetahui fakta bahwa Gereja telah ditetapkan Allah melalui Yesus Kristus
sebagai [hal yang] perlu, ada kewajiban untuk memasuki Gereja dan tetap di
dalamnya guna mencapai keselamatan diri (lih. LG 14).
Bagaimanapun, bagi mereka-mereka yang
belum menerima proklamasi Injil, seperti yang saya tulis di Ensiklik
Redemptoris Missio, keselamatan dapat diakses dengan cara yang misterius,
sejauh rahmat ilahi diberikan kepada mereka berdasarkan pengorbanan penebusan
Kristus, tanpa keanggotaan yang tampak di dalam Gereja, tetapi selalu dalam
kaitannya dengan dirinya (cf. RM 10). Ini merupakan hubungan misterius. Ini adalah misteri bagi mereka yang
menerima rahmat, karena mereka tidak tahu Gereja dan kadang-kadang bahkan
secara lahiriah menolaknya. Hal ini juga misterius dalam dirinya sendiri,
karena terkait dengan misteri rahmat penyelamatan, yang mencakup referensi
hakiki pada Gereja yang didirikan Juruselamat.
Supaya berlaku, anugerah keselamatan
membutuhkan penerimaan, kerjasama, sebuah ya untuk karunia ilahi. Penerimaan
ini, setidaknya secara implisit, berorientasi kepada Kristus dan Gereja.Dengan demikian juga dapat dikatakan
bahwa sine ecclesia nulla salus -- "Tanpa Gereja tidak ada
keselamatan. "Berada dalam Gereja, Tubuh Mistik Kristus,
bagaimanapun implisit dan misteriusnya, adalah syarat esensial untuk
keselamatan.
Agama dapat memberikan pengaruh yang
positif terhadap nasib mereka yang ada di dalamnya dan mengikuti bimbingannya
dalam semangat tulus. Namun, dikarenakan tindakan yang menentukan bagi
keselamatan merupakan karya Roh Kudus, kita harus ingat bahwa manusia menerima
keselamatannya hanya dari Kristus melalui Roh Kudus. Keselamatan sudah dimulai selama hidup di
dunia. Rahmat ini, ketika diterima dan ditanggapi, menghasilkan buah dalam arti
injil bagi bumi dan surga.
Demikianlah pentingnya peran Gereja yang
tak tergantikan. Dia "bukanlah akhir dari dirinya sendiri, melainkan
sungguh-sungguh berkaitan dengan kepenuhan Kristus, dalam Kristus dan bagi
Kristus, serta sepenuhnya dari manusia, antara manusia dan untuk manusia."
Peran ini tidak kemudian "ecclesiocentric," seperti yang kadang
dikatakan. Gereja tidak ada dan juga tidak bekerja
untuk dirinya sendiri, tetapi pada pelayanan kemanusiaan yang dipanggil untuk
menjadi anak-anak Allah dalam Kristus (cf. RM 19). Sehingga Gereja melaksanakan perantaraan
secara implisit berkaitan dengan orang-orang yang tidak tahu Injil.
Apa yang telah dikatakan, bagaimanapun,
tidak boleh mengarah pada kesimpulan bahwa aktivitas misionaris kurang diperlukan
dalam situasi ini - justru sebaliknya. Pada kenyataannya, siapa pun
yang tidak mengenal Kristus, bahkan bukan karena kesalahan sendiri, adalah
dalam keadaan kegelapan dan kelaparan spiritual, seringkali dengan dampak
negatif pada tingkat budaya dan moral. Pekerjaan misionaris Gereja dapat
menyediakan mereka dengan sumber daya untuk pengembangan penuh anugrah
keselamatan Kristus, dengan menawarkan ketaatan penuh dan secara sadar kepada
pesan iman dan partisipasi aktif dalam kehidupan Gereja melalui sakramen-sakramen.
Ini adalah pendekatan teologis yang
ditarik dari tradisi Kristen. Magisterium Gereja telah mengikutinya dalam
ajaran dan praktek sebagai cara yang ditunjukkan oleh Kristus sendiri bagi para
rasul dan misionaris di setiap zaman.
Mari, kita mohon doa dan perantaraan dari
Beato Yohanes Paulus II, yang dikanonisasi pada hari Minggu ini. Supaya Gereja
semakin jaya, dan kita semua bisa menjadi garam dan terang bagi orang sekitar
kita, sehingga pesan Injil sampai kepada mereka-mereka yang belum mengenalNya.
Amin.
Dominus Illuminatio Mea