Kadang umat
bertanya dengan nada penasaran ingin tahu: hidup seperti apa yang seharusnya
dijalani oleh para imam setiap hari? Apa yang dilakukan atau dihidupi para imam
di pastoran atau dikomunitas-komunitas biara bagi para imam religius? Para imam
itu kan pendoa. Berapa jam mereka harus berdoa setiap hari? Nampaknya umat
ingin tahu hidup macam apa yang seharusnya dihayati dan dijalani oleh imam-imam
yang dicintai umat dan yang mencintai umat.
Hidup imam dibaktikan kepada Allah dan sesama
Dalam Kitab Hukum
Kanonik yang mengatur hal-hal pokok mengenai hidup yang seharusnya dijalani
oleh imam atau kaum klesis hari-hari dinyatakan: ”Dalam hidupnya para
klerikus (Diakon, Imam dan Uskup) terikat untuk mengejar kesucian dengan alasan
khusus, yakni karena mereka telah dibaktikan kepada Allah dengan dasar baru
dalam penerimaan tahbusan menjadi pembagi misteri-misteri Allah dalam mengabdi umatnya.”
(KHK no 276)
Sudah menjadi
anggapan umum di kalangan umat bahwa Imam itu pendoa. Doa itu urusan
rohani (bukan jasmani) maka Imam juga disebut “rohaniwan”. Lima hal yang dikatakan
sebagai “kewajiban” pokok klerikus dalam KHK no. 276 dapat dipandang sebagai
“standar” hidup seorang imam –rohaniwan. Hidup seorang imam ditandai dengan:
1. Merenungkan
Kitab Suci dan merayakan Ekaristi.
2. Mendoakan ibadat
harian,
3. Latihan Rohani.
4. Menerima
Sakramen Tobat.
5. Devosi kepada
Bunda Maria.
Dalam KHK no.277
secara khusus dikatakan bahwa para klerikus terikat kewajiban untuk memelihara
tarak sempurna dan selamanya (hidup selibat/tidak menikah) demi Kerajaan
Allah. Bagi mereka selibat adalah anugerah istimewa Allah. Anugerah istimewa
ini berguna agar para pelayan suci dapat lebih mudah bersatu dengan Kristus
dengan hati tak terbagi dan membaktikan diri lebih bebas untuk pelayanan kepada
Allah dan kepada manusia.
Imam: Pendoa Setiap Hari
Sebagai
“rohaniwan” seorang imam mempunyai irama hidup rohani yang teratur. Salah
satunya adalah kewajiban untuk mendoakan ibadat harian. Kendati “wajib” namun
harapannya mendoakan ibadat harian akhirnya menjadi gaya hidup seorang imam.
Secara umum ibadat harian itu terdiri dari 5 ibadat.
1.Ibadat pagi.
Doa atau ibadat
pagi umumnya didoakan pada waktu antara setelah bangun tidur sampai dengan
waktu sarapan dan aktivitas harian atau kerja dimulai. Dengan demikian ibadat
pagi ini secara tidak langsung mewajibkan seorang imam bangun tidur pada setiap
awal hari yang baru.
2.Ibadat siang.
Ibadat siang dapat
didoakan pada waktu menjelang tengah hari, atau pada waktu tengah hari atau
sesudah tengah hari. Namun jam-jam yang tepat tidaklah penting. Yang utama
adalah bahwa setelah bekerja dari pagi hingga tengah hari, seorang imam mengisi
hidup rohaninya dengan doa atau ibadat siang.
3.Ibadat sore.
Ibadat sore atau
senja pada umunya menjelang matahari terbenam sampai menjelang malam.
4.Ibadat malam/penutup
Ibadat malam atau
ibadat penutup didoakan pada akhir dari seluruh kegiatan seluruh hari yang
bersangkutan.
5.Ibadat Bacaan
Waktu untuk ibadat
bacaan agak fleksibel, dapat dilakukan di antara 4 ibadat tersebut, artinya
boleh pada pagi, siang maupun sore hari.
Ibadat harian
disebut juga Doa Ofisi atau doa resmi Gereja. Doa ini sendiri mengingatkan kita
pada jam-jam peristiwa keselamatan kita, misalnya pada pagi hari mengenang
kebangkitan Kristus dari alam maut sedangkan pada siang hari untuk mengenang
peristiwa penyaliban Kristus dan seterusnya. Doa ini seharusnya menjadi doa
bagi semua kaum beriman. Namun para imam wajib
mendoakan ibadat ini. Jika doa-doa resmi dan wajib ini didoakan dengan setia
maka 150 kitab Mazmur sudah diangkat kehadirat Allah selama setahun.
Selain merayakan
perayaan Ekaristi, merenungkan isi kitab suci dan mendoakan ibadat harian, para
imam mempunyai kewajiban lain untuk melakukan latihan rohani seperti merenung,
memberikan Sakramen Tobat, dan devosi kepada Santa Bunda Allah. Di tengah
kesebukan berkarya melayani umat Allah, para imam diharapkan tetap menjalani
hidup hariannya sebagaimana diwajibkan dalam KHK. Hanya dengan kesetiaan
seperti itu, menjadi jelas bahwa keseharian hidup seorang imam berbeda dengan keseharian
hidup kaum beriman.
Disadur dari Majalah
Ventimiglia edisi13 tahun 2012 halaman 4 dengan beberapa pengubahan