Hari ini Gereja seluruh dunia merayakan
“Pesta kelahiran Santa Perawan Maria”. Pesta ini sesungguhnya menunjukkan
betapa Gereja mengasihi dan menghormati Bunda Maria sebagai wanita yang punya
peranan besar di dalam karya keselamatan Allah. Sehubungan dengan pesta ini
mungkin terlintas dalam benak kita pertanyaan berikut: “Landasan pemikiran apa
yang melatarbelakangi pesta ini?”
Kita tidak bisa
langsung menjawab pertanyaan ini dengan membeberkan peristiwa kelahiran Maria
secara lengkap dan obyektif berdasarkan informasi dari dokumen – dokumen
terpercaya Gereja seperti Alkitab. Yang mungkin bagi kita ialah melihat peranan
dan kedudukan Maria di dalam rencana dan karya keselamatan Allah di dalam
sejarah.
Tentang hal ini
Gereja mengajarkan bahwa Allah – setelah kejatuhan manusia – menjanjikan
seorang Penebus bagi umat manusia. Penebus itu adalah AnakNya sendiri. Untuk
maksud luhur itu Allah membutuhkan kerjasama manusia; Allah membutuhkan seorang
perempuan untuk mengandungkan dan melahirkan AnakNya. Kebeneran iman ini
dikatakan Santo Paulus dalam suratnya kepada Galatia: “…Setelah genap waktunya,
maka Allah mengutus AnakNya, yang lahir dari seorang perempuan…” (Gal 4:4).
Siapa perempuan
itu? Perempuan itu adalah Maria, seorang puteri keturunan Abraham. Dari sini
Gereja mengajarkan bahwa Maria telah ditentukan Allah sedari kekal untuk
mengandung dan melahirkan AnakNya. Untuk itu ia suci sejak lahirnya dan
diperkandungkan tanpa noda dosa asal.
Dalam konteks
pengakuan iman inilah, Gereja merasa perlu menentukan suatu hari khusus (yaitu:
8 September) untuk merayakan peristiwa kelahiran Maria. Dasar pertimbangan
disini – barangkali sangat sederhana – ialah bahwa sebagai manusia, Maria tentu
pernah lahir pada waktu dan tempat tertentu, dari orangtua dan suku tertentu.
Injil – injil sendiri tidak mengatakan secara jelas bahwa Maria juga adalah
keturunan Daud, sebagaimana Yusuf suaminya. Yang penting disini bukanlah
ketepatan hari kelahiran itu tetapi ungkapan iman Gereja akan Maria sebagai
perempuan yang ditentukan Allah untuk mengandungkan dan melahirkan AnakNya.
Seturut sejarah,
mulanya pesta ini dirayakan di lingkungan Gereja Timur berdasarkan ilham dari
tulisan – tulisan apokrif pada abad ke – 6; pada akhir abad ke – 7, barulah
pesta ini diterima dan dirayakan di dalam Gereja Barat Roma.