Sekretaris Kongregasi Ibadat
Ilahi dan Disiplin Sakramen telah menyerukan peninjauan kembali atas praktek
Komuni di tangan. Dalam kata pengantar
sebuah buku berbahasa Italia, yang pada tanggal 2008 lalu ditulis oleh seorang
uskup dari Kazakhstan mengenai Ekaristi dan telah dirilis pada bulan Januari
tahun 2008 oleh pejabat penerbit buku di Vatikan.
Uskup Agung Albert Malcolm
Ranjith Patabendige Don menunjukkan bahwa penerimaan Komuni di tangan telah
memberikan kontribusi terhadap pengertian umum dari "kecerobohan" dalam
Ekaristi Kudus, serta beberapa pelanggaran lainnya pula yang terkesan mencolok.
Bapa Uskup Albert juga berkesempatan menyampaikan sambutannya dalam kata
pengantar, sebuah buku berjudul “Dominus Est”, yang ditulis oleh Uskup Athanasius
Schneider.
Praktek menerima Komuni
di tangan juga tidak diamanatkan oleh Konsili Vatikan II, atau juga
diperkenalkan sebagai bentuk tanggapan, dalam menanggapi panggilan dari kaum
awam, Uskup Agung Ranjith pun berpendapat bahwa menurutnya, praktik kesalehan –
menerima Komuni Kudus di lidah sambil berlutut- diubah secara tidak layak dan terburu-buru
menjadi praktik menerima Komuni Kudus di tangan dan praktik menerima Komuni Kudus di tangan ini tersebar luas bahkan
sebelum disetujui secara resmi oleh Vatikan.
Mengingat kurang
mendalamnya penghormatan dalam Perayaan Ekaristi, Uskup Agung menunjukkan bahwa
itu adalah "waktu yang tepat untuk meninjau" kebijakan (pastoral). Dilain
pihak, Bapa Uskup memang tidak mengutuk praktek Komuni di tangan, pejabat
Vatikan memuji Uskup Agung Schneider untuk berdebat dalam mendukung praktek
yang lebih tua (yaitu menerima Komuni di lidah sambil berlutut), hal ini dapat
dikatakan membantu untuk menumbuhkan rasa hormat yang tepat dan takwa.
Diterjemahkan oleh Katolisitas Indonesia dari Catholic Culture. Dominus illuminatio mea!