Uskup Athanasius Schneider, seorang
Uskup Auksilier di Kazakhstan, dalam sebuah wawancara baru-baru ini telah
memperluas advokasi penghormatan dalam Perayaan Misa Kudus dan penerimaan
Komuni Kudus di lidah.
Vatikan pada tahun yang 2008 lalu
relah merilis sebuah buku yang diciptakan oleh Uskup Schneider “Dominus Est:
Renungan seorang Uskup dari Asia Tengah pada Ekaristi Kudus”. Buku ini berisi
kata pengantar dari Uskup Agung Albert Malcolm Ranjith, mantan Sekreraris
Vatikan dari Kongregasi Penyembahan Ilahi dan Disiplin Sakramen.
Dalam wawancara video yang dilangsur
oleh gloria.tv, Bapak Uskup Scheineider mengatakan bahwa buku yang ditulisnya
bertujuan untuk “memperkuat kesadaran” dari kekudusan Misa antara kaum klerus
dan awam.
“Kita terdiri
dari tubuh dan jiwa” kata Uskup Schneider. Kita harus menyembah dan memuja
Kristus pada momen ini (Komuni Kudus) juga dengan tubuh kita. Ada pengaruh
timbal balik antara tanda eksterior (tindakan tubuh) dan disposisi interior
(kondisi jiwa). Oleh karena itu, di sini bukanlah persoalan mengenai “hak”
tetapi mengenai bahwa kita sedang berhadapan dengan Tuhan sendiri. Dan oleh
karena itu kita tidak bisa diam, terutama saya sebagai seorang Uskup, dan
berkata, ‘Ok, it’s all OK.’ It’s not all OK. Ketika kita mencintai Tuhan kita,
kita harus meneguhkan momen ini supaya momen ini menjadi lebih sakral dalam rangka untuk
mendidik tanda eksterior adorasi, yang juga merupakan
sebuah pendidikan iman.”
Dalam kesempatan
ini, ia merujuk kepada sebuah gerakan formal yang umum digunakan untuk
menyambut presiden, raja, atau ratu. Ia mengatakan penghargaan (demi
penyambutan) yang sebanding untuk Raja segala Raja itu sangatlah diperlukan.
Uskup Athanasius
menambahkan, “Ini
bukanlah persoalan mengenai ritualisme, tetapi persoalan mengenai iman dan
cinta akan Tuhan kita, Yesus Kristus.”
Uskup Agung
menanggapi satu keberatan mengenai penerimaan Komuni Kudus ditangan, yang
mengklaim bahwa karena satu dosa (menerima dengan tangan) ketimbang dengan
lidah, tangan lebih tepat untuk menerima Sakramen. Dia menolak argumen, dengan
megatakan bahwa, “dalam kasus apapun, Komuni Kudus datang (diterimakan) dengan
lidah.”
Dalam wawancara
tersebut, Uskup Schneider juga angkat bicara dengan membahas sejarah penerimaan
Komuni Kudus dan pertanyaan mengenai pelanggaran secara kontemporer, seperti
menerima Komuni Kudus seperti mengunyah permen karet juga dibahas.
Diterjemahkan oleh Katolisitas Indonesia dari CNA. Dominus illuminatio mea!
====================================================