Sudah tidak dapat dipungkiri lagi, dunia
kini digoncangkan oleh sorak-sorai orang muda Katolik di bukit Corcovado (Rio
De Janairo). Tema WYD 2013 (23-28 Juli 2013) kali ini yaitu memanggil
orang-orang muda Katolik sedunia untuk menerima panggilan misi, hidup sebagai
saksi Kristus yang bangkit. “Pergilah dan jadikanlah semua bangsa
murid-Ku.” (Mat 28:19). Dari kutipan ini kita diajak untuk menjadi Missionaris
bagi setiap orang yang membutuhkan kasih Tuhan. Seringkali kita berpikir
sebagai orang muda Katolik, 'aku
masih terlalu muda' seperti
yang dikatakan oleh Nabi Yesaya. Allah tidak memandang orang dari umur, rupa
dan jenis kelamin. Kita telah dibaptis didalam nama Kristus dan telah dicurahi
rahmat penguatan dan pendewasaan Iman didalam Sakramen Krisma.
Kita mempunyai tanggung
jawab besar untuk berani mewartakan Iman Katolik. Iman kebenaran bagi dunia
yang penuh kegelapan. Banyak anak muda zaman kini yang hidupnya dilanda budaya
dan isme-isme yang berdampak buruk bagi hidupnya, sebagai contoh budaya
hedonisme, konsumerisme, relativisme, masa bodoh dengan agamanya sendiri. Dan
sekarang adalah waktunya dimana kita semua sebagai orang muda Katolik mampu
melawan arus buruk tersebut dengan mengejar kekudusan hidup.
Kita bisa melihat
riwayat hidup Santo-santa yang umurnya masih belia, sebagai contoh Santo
Dominikus Savio. Santo Dominikus Savio adalah seorang anak muda yang masih
belia namun begitu mencintai kekudusan, ia adalah murid dari Santo Yohanes
Bosco, kini apabila kita semua membaca dengan lubuk hati yang terdalam maka
kita akan merasa 'ditampar’ oleh kekudusan yang dimiliki oleh Santo Dominikus
dan tentu akan merasa malu besar akan kehidupan yang diharumi oleh harum
kekudusan.
Sungguh dizaman
sekarang, kita harus sadar bahwa kita telah menerima berkat luar biasa dari
Konsili Vatikan II dimana setiap orang yang telah dibaptis mempunyai kewajiban
untuk mewartakan Imannya, dan tentu mewartakan Injil bukan hanya tugas para
kaum klerus. Namun kita semua! Yang percaya bahwa Kristus telah wafat dan
bangkit dari alam maut, yang telah mendirikan GerejaNya sendiri diatas Sang
Petrus.
Kita tentu mengenal Rasul Paulus yang merupakan seorang pendosa
yang bertobat dan menjadi pewarta iman yang begitu bersemangat mewartakan Sabda
Kristus. Dia di jebloskan kedalam penjara, digiring ke pengadilan, diancam
dengan hukuman mati. Namun ia sama sekali tidak gentar menghadapi semua itu, ia
mewartakan Sabda Kristus sebagai bentuk ungkapan rasa cintaNya akan Tuhan.
Perjumpaannya dengan Tuhan dalam perjalanannya ke Damsyik, mengubah ia yang
dulunya sebagai seorang pembunuh bayaran untuk membunuh murid-murid Kristus,
menjadi seorang manusia baru. Semangat
Rasul Paulus untuk mewartakan Kristus, dapat menjadi inspirasi bagi kita semua
untuk juga melakukan tugas pewartaan.
Tugas pewartaan yang dulu dilakukan oleh Rasul Paulus dengan
berjalan kaki, menjelajahi samudra luas, mengalami penghinaan dan penderitaan,
sampai akhirnya menyerahkan nyawa demi Kristus yang tersalib, kini menjadi tugas
yang harus kita emban bersama. Hanya seja sekarang jaman dan keadaannya
berbeda. Dengan kehidupan yang diwarnai dengan informasi digital, cyberspace, maka tugas
mewartakan Kristus menjadi lebih mudah bagi kita. Kita dapat melakukan semuanya
dari rumah, asal terhubung dengan kabel internet. Berikut ini adalah beberapa prinsip
ajaran Rasul Paulus yang mungkin dapat kita jadikan sebagai patokan dasar
pewartaan kita yang saya ambil dari Katolisitas.org:
Santa Perawan Maria Aparecida (Pelindung Brazil) |
“Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil.” (1 Kor 9:16) Rasul Paulus mempunyai kecintaan yang
besar kepada Injil. Maka pewartaannya tentang Kristus juga merupakan pewartaan
akan segala pengajaran dan perintah Kristus dalam Injil. Semangat Rasul Paulus
ini harus mendorong kita untuk juga semakin bersemangat untuk membaca Kitab
Suci, merenungkannya dan melaksanakannya; supaya Injil menjadi sungguh hidup di
dalam keseharian kita. Dengan kata lain, Injil yang kita imani itu menentukan
sikap hidup, pikiran dan tutur kata kita; inilah sesungguhnya bentuk pewartaan
yang sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasul Paulus (Flp 1:27). Selanjutnya
Injil inilah yang harus kita wartakan dalam tugas kerasulan kita sebagai katekis.
“Sebab itu, berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran-ajaran
yang kamu terima dari kami, baik secara lisan, maupun secara tertulis.”
(2 Tes 2:15) Rasul
Paulus mengajarkan kepada kita agar berpegang kepada ajaran-ajaran para rasul,
baik yang disampaikan secara lisan -yaitu Tradisi Suci- maupun yang tertulis
-yaitu Kitab Suci. Dengan demikian, jika kita mengikuti jejak Rasul Paulus
dalam pewartaan Sabda Tuhan, selain kita menyampaikan ajaran yang tertulis
dalam Kitab Suci, kita harus juga menyampaikan ajaran Tradisi Suci yaitu
pengajaran dari para Bapa Gereja dan Magisterium, yang walaupun tidak termasuk
di dalam Kitab Suci namun berasal dari sumber yang sama -yaitu dari Kristus,
para rasul dan para penerus mereka- sehingga baik Kitab Suci maupun Tradisi
Suci perlu mendapat penghormatan yang sama.
Di samping sumber Kitab Suci dan Tradisi Suci, Rasul Paulus juga
mengajarkan untuk “Jadi jika aku terlambat, sudahlah engkau tahu
bagaimana orang harus hidup sebagai keluarga Allah, yakni jemaat (ekklesia =
Gereja) dari Allah yang hidup, tiang penopang dan dasar kebenaran.” (1Tim 3:15
) Dari sini kita tahu, bahwa Rasul Paulus sangat menghargai Gereja.
Dan penghargaan dan ketaatan Rasul Paulus akan keputusan Gereja diwujudkan
dengan mentaati segala sesuatu yang diputuskan dalam Konsili Yerusalem I.
“Sebab aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di
antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan.” (1Kor 2:2). Rasul Paulus mengajarkan kepada kita agar tidak ragu untuk mewartakan Kristus
yang disalibkan, sebab kebangkitan-Nya tidak pernah terlepas dari sengsara dan
wafat-Nya di kayu salib. Maka sebagai umat Kristiani, seharusnya kita tidak
menekankan hanya pada hal kebangkitan Kristus dan mengabaikan sengsara dan
wafat-Nya, sebab tidak ada hari Minggu Paskah tanpa hari Jumat Agung.
Sebenarnya tantangan pewartaan Rasul Paulus kepada kaum Yahudi dan kepada kaum
Yunani pada jamannya juga masih relevan saat ini. Sebab pewartaan Yesus yang
disalibkan itu memang menjadi batu sandungan bagi banyak orang, dan sering
dianggap sebagai kebodohan bagi kaum cendekiawan dunia. Namun bagi kita yang
percaya, Kristus yang disalibkan merupakan kekuatan dan hikmat Allah (lih. 1
Kor 1:23).
“[Allah] menghendaki semua orang diselamatkan dan memperoleh
pengetahuan akan kebenaran.” (1 Tim 2:4) Pesan pewartaan berikutnya yang perlu disampaikan sehubungan
dengan Kristus yang disalibkan adalah: melalui kurban salib-Nya itu, Allah
menghendaki agar semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan
kebenaran. Jadi pesan ini jugalah yang harus kita sampaikan saat kita
mewartakan Kristus.
“Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman…. ” (Ef
2:8)…. “yang bekerja oleh kasih” (Gal 5:6) …karena kita menaruh pengharapan
kita kepada Allah yang hidup, Juruselamat semua manusia, (1Tim 4:10) “[karena]
kamu telah mati bagi dosa, tetapi kamu hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus.”
(Rom 6:11). Pewartaan
Kristus yang tersalib itu adalah pewartaan kebenaran akan kasih karunia Allah
kepada kita manusia, dan dengan mengimaninya dan mewujudkan iman itu di dalam
perbuatan kasih, kita diselamatkan. Pewartaan akan pentingnya iman yang tak
terpisahkan dari kasih ini menjadi salah satu inti pengajaran Rasul Paulus.
Walaupun sebelum bertobat ia berlatar belakang Farisi yang sangat taat kepada
hukum Taurat, namun setelah perjumpaannya dengan Kristus, Rasul Paulus
mengetahui bahwa manusia diselamatkan bukan dari melakukan hukum Taurat tetapi
karena kasih karunia Allah yang mengubah seseorang sehingga ia memperoleh hidup
yang baru di dalam Kristus.
Sehingga apalagi yang
kita tunggu? Gunakanlah segala-galanya untuk mewartakan kasih, Sabda dan Kurban
Kristus bagi setiap orang. Pergilah dan jadilah saksi sukacita perjumpaan
dengan Kristus yang bangkit.
Dominus illuminatio
mea!