Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus, merupakan suatu
perayaan yang ditetapkan oleh Gereja secara khusus untuk menghormati Tubuh dan
Darah Kristus. Bila melihat sejarah ditetapkannya hari raya ini didalam
perayaan besar gereja, hari raya ini telah berlangsung berabad-abad lamanya.
Penetapan hari raya ini berawal pada 18 September 1264 yaitu terbitnya bulla
Transiturus de huc mundo yang ditulis oleh Paus Urbanus IV, yang isinya
memaklumkan agar hari raya Tubuh dan Darah Kristus dirayakan oleh gereja pada
hari Kamis sesudah hari raya Tritunggal Mahakudus. Namun, fokus tulisan ini tidak berada pada sejarah
hari raya Tubuh dan Darah Kristus. Tetapi saya menyoroti bagaimana pemahaman
kita akan roti dan anggur yang telah menjadi Tubuh dan Darah Kristus, dan persiapan
yang pantas yang disertai pula oleh disposisi batin yang seharusnya sebelum
menerima Komuni kudus.
Berikut dua
hal utama yang harus dimengerti oleh iman kita sebagai orang Katolik dalam
memandang Tubuh dan Darah Kristus.
1. Ekaristi sebagai perayaan Tubuh dan Darah
Kristus. Konsili Vatikan II menegaskan bahwa, dalam Perjamuan Malam Terakhir,
pada malam ketika akan diserahkan, Juruselamat kita mengadakan kurban Ekaristi
Tubuh dan darah-Nya. Dalam kurban itu, Ia mengabadikan kurban Salib untuk selama-lamanya,
sampai Ia datang kembali. Kurban Salib Kristus diwujudkan dengan roti dan
anggur yang telah dikonsekrasi menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Gereja telah
selalu mengajarkan bahwa Korban tunggal Kristus dan Korban Ekaristi (Misa)
adalah “satu korban tunggal”, dan bahwa Korban Ekaristi” menghadirkan lagi
(menjadikan hadir)” Korban Kristus di Salib (Katekismus, no. 1366-67, penekanan
asli). Roti dan anggur yang kita terima didalam Perayaan Ekaristi adalah Tubuh
dan Darah Kristus sendiri. Substansi roti dan anggur telah berubah menjadi
Tubuh dan Darah Kristus ketika imam mengucapkan kata-kata konsekrasi. Oleh
karena itu, Ekaristi bukanlah sekedar simbol belaka. Pemahaman ini merupakan
hal utama sebelum kita menyambut Komuni kudus. Suatu hal yang absurd ketika
kita menyantap Komuni kudus namun tidak mempercayai dengan segenap hati bahwa
yang kita santap adalah Kristus sendiri yang tersamar dalam rupa roti dan
anggur.
2. Ekaristi sebagai tanda persatuan. Dengan
menyantap Tubuh dan Darah Kristus didalam Perayaan Ekaristi, kita memiliki
persatuan sepenuhnya dengan Kristus. Bahwa kita ada didalam Kristus dan Kristus
ada didalam diri kita. Salah satu buah terbesar dari Komuni Kudus, sesuai
Katekismus No. 1396, ialah bahwa Ekaristi Kudus membangun Gereja: “Siapa yang
menerima Ekaristi, disatukan lebih erat dengan Kristus. Olehnya Kristus
menyatukan dia dengan semua umat beriman yang lain menjadi satu tubuh: Gereja.
Komuni membaharui, memperkuat dan memperdalam penggabungan ke dalam Gereja,
yang telah dimulai dengan Pembaptisan.” Oleh karenanya, dengan menyambut Komuni
Kudus kita sungguh dipersatukan pula dalam persekutuan umat beriman Katolik
yang saling berbagi iman, ajaran-ajaran, tradisi, sakramen, dan kepemimpinan
yang sama. Dengan demikian kita tidak hanya bersatu dengan Kristus didalam
Perayaan Ekaristi, namun ikut ambil bagian dengan persekutuan dalam Gereja
Kristus sendiri.
Setelah pemahaman yang utama, bagaimana dengan
persiapan dan disposisi batin kita sebelum menyambut Komuni kudus? Ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan.
1. Memeriksa diri. Hal ini merupakan hal yang utama
sebelum menyambut Komuni kudus. Kita harus meneliti diri kita sendiri, apakah
kita memiliki dosa berat atau tidak. Dalam menerima Komuni Kudus, kita tidak
hanya menerima Kristus yang benar-benar hadir di dalam diri kita
secara rohani, tetapi juga secara jasmani yaitu dalam rupa Roti dan Anggur yang
sudah dikonsekrasi. Namun, Gereja mengajarkan bahwa orang Katolik yang berada
dalam keadaan berdosa berat, dilarang untuk menerima Sakramen
Ekaristi, kecuali ia sudah menerima Sakramen Rekonsiliasi/Tobat dari imam.
Mengapa Kita tidak diperbolehkan menerima komuni
kudus dalam keadaan berdosa berat? Sebab didalam KGK 1457 tertulis bahwa: “Siapa
yang tahu bahwa ia telah melakukan dosa berat, tidak boleh menerima komuni
kudus, juga apabila ia merasakan penyesalan mendalam, sebelum ia menerima
absolusi sakramental...”. Maka sebelum menerima Komuni kudus hendaklah kita terlebih
dahulu menerima Sakramen tobat/Sakramen pengakuan dosa.
2. Berpuasa satu jam sebelum menerima Komuni.
Perbuatan ini merupakan salah satu cara membangun suasana kerinduan akan Allah.
Gereja sendiri menetapkan agar setiap umat beriman yang hendak menerima
Sakramen Ekaristi, hendaknya berpuasa terlebih dahulu selama satu jam. Norma
dulu bahkan menghendaki agar berpuasa selama 12 jam. Dalam Perjanjian Lama,
dikisahkan bahwa bangsa Israel mengalami kelaparan luar biasa ketika mereka
berjalan di padang gurun dan Allah memberi mereka makan roti Manna. Manna yang
sederhana mampu mengenyangkan mereka. Roti Manna merupakan makanan jasmani bagi
orang-orang Israel, namun Ekaristi yang kita santap lebih dari sekedar makanan
jasmani namun juga makanan rohani, makanan yang memberi kita kekuatan rohani
saat kita mengalami lapar rohani.
3. Penghayatan penuh dalam Perayaan Ekaristi. Lex
orandi lex credendi, demikian ungkapan bahasa Latin yang berarti tata doa sama
dengan tata iman. Hidup peribadatan kita tidak dapat dipisahkan dari hidup iman
kita. Penghayatan dalam Perayaan Ekaristi mencerminkan bagaimana iman kita
kepada Kristus yang hadir. Seringkali ketika kita dalam Perayaan Ekaristi, fokus
kita seringkali terganggu. Misa terus berjalan sementara pikiran kita tidak
mengikuti jalannya misa. Bahkan ada yang sampai tertidur dalam Perayaan
Ekaristi. Saya dalam menyambut Komuni kudus, lebih memilih menerima-Nya dengan
lidah sambil berlutut sebagai tanda kerendahan saya dihadapan Tuhan dan
ketidakpantasan saya menyentuh Tubuh Kristus. Ketika berada di antrian menuju
Komuni kudus, saya terbiasa mengucapkan doa Salam Maria dalam bahasa Latin
untuk memohon doa dari Bunda Maria untuk berjalan bersama saya menuju Putranya
dan juga beberapa himne ekaristis seperti Tantum Ergo, Adoro te Devote. Bulu
kuduk pun akan terasa berdiri bila kita berjalan dengan penuh kerendahan hati
dan penghayatan penuh. Ucapkanlah kata “amin” sebagai tanda kepercayaan penuh
bahwa yang kita terima adalah Kristus sendiri.
Semoga cara-cara diatas dapat
membantu anda, dalam menghayati Perayaan Ekaristi. Dominus illuminatio mea!