Paus Santo Fabianus saat mempertahankan imannya |
Dalam homilinya yang singkat, Paus mengomentari bacaan-bacaan Alkitab
pada hari Sabtu masa Oktaf Paskah:yang pertama merujuk kepada Petrus dan
Yohanes yang memberikan kesaksian iman dengan berani di hadapan para imam
kepala Yahudi meskipun menghadapi ancaman-ancaman, kemudian dalam bacaan Injil,
Yesus yang bangkit menegur para rasul yang tidak mempercayai banyak orang yang
telah meyakini melihatNya hidup.
Sri Paus bertanya: “Bagaimana dengan iman
kita sendiri? Kuatkah? Atau kerap kali seperti air mawar yang keruh?”
Ketika kesulitan-kesulitan hidup datang “apakah kita berani seperti Petrus atau
merasa segan?“.
Paus mengamati bahwa Petrus
tidak kehilangan iman, ia tidak jatuh kepada kompromi-kompromi, karena “iman tidak
bisa dinegosiasikan”. Paus juga meyakini bahwa “dalam sejarah umat Allah, telah
ada pencobaan ini: menyurutkan iman sebagian, pencobaan menjadi sedikit
‘seperti yang dilakukan semua orang’, yaitu ‘tidak menjadi sangat, sangat
tegar”. Tetapi saat kita mulai menyurutkan iman, mulai mengkompromi iman,
sedikit menjualnya kepada penawar tertinggi kata Paus menggarisbawahi maka kita
mulai jalan apostasi, yaitu jalan ketidaksetiaan kepada Tuhan”.
“Contoh iman dari Petrus dan Yohanes
membantu kita, memberikan kita kekuatan, tetapi, dalam sejarah Gereja ada banyak martir sampai sekarang, karena
untuk menemukan martir-martir tidak perlu mengunjungi kuburan atau ke Koloseum:
martir-martir hidup saat ini, di banyak Negara.
Umat Kristen mengalami penganiayaan atas Iman mereka. Di beberapa Negara banyak dari mereka tidak boleh membawa salib:
mereka dihukum apabila melakukannya. Saat ini, pada abad XXI, Gereja kita merupakan Gereja para martir, yaitu orang-orang yang berbicara seperti Petrus
dan Yohanes: “Kami tidak dapat berdiam terhadap apa yang telah kamisaksikan dan
dengarkan”.
Paus melanjutkan, “Dan hal ini memberikan kekuatan kepada kita, yang
kerap kali memiliki iman yang agak lemah. Memberikan kita kekuatan untuk
bersaksi dengan hidup, iman yang telah kita terima, yang merupakan rahmat dari
Tuhan kepada semua bangsa“.
Sri Paus kemudian menutup homilinya: “Tetapi,
kita tidak dapat melakukannya sendiri: itu adalah sebuah rahmat. Yaitu rahmat iman, yang harus kita mohon setiap hari: ‘Tuhan …peliharalah imanku, tambahlah imanku, agar selalu kuat, pemberani, dan bantulah aku
di dalam saat-saat di mana – seperti Petrus dan Yohanes – aku harus memberikan
kesaksian iman di hadapan banyak orang. Berikanlah aku keberanian. Ini akan
menjadi sebuah doa yang indah pada hari ini: semoga Tuhan membantu kita untuk
memelihara iman, membawanya maju, dan untuk menjadi, kita, wanita dan pria yang
beriman. Amin“.