0 komentar

Praktek Devosi Diselipkan Kedalam Perayaan Ekaristi?


Kini telah menjadi hal yang lumrah terutama didalam Masa Prapaskah ini, praktek Devosi dicampuraduk dengan Perayaan Ekaristi. Sebagai contoh, ketika Ibadat Jalan Salib dijadikan sebagai pengganti Pembukaan dan Liturgi Sabda; melihat kondisi dimana Ibadat Jalan Salib diselipkan didalam Perayaan Ekaristi merupakan praktek yang jelas sangat salah. Karena dengan dihilangkannya bagian Pembukaan dan Liturgi Sabda, malah membuat Perayaan Ekaristi menjadi tidak valid dan membuat Perayaan Ekaristi seolah-olah menjadi lumpuh. Analogi yang dapat digunakan ialah bahwa kita manusia memiliki 2 kaki, bayangkan saja kaki kanan kita adalah Liturgi Ekaristi dan kaki kiri kita adalah Liturgi Sabda, ketika kaki kiri kita dipotong apakah kita mampu berjalan seperti biasanya? Miris mungkin bila melihat beberapa paroki telah menerapkan praktek yang keliru ini, namun hendaklah kita berprinsip membiasakan yang benar ketimbang membenarkan kebiasaaan.

Praktek Devosi yang kemudian dilanjutkan dengan Perayaan Ekaristi sebenarnya memiliki dua interpretasi yang berbeda. Pertama, ketika praktek Devosi yang dilanjutkan dengan Perayaan Ekaristi namun menghilangkan bagian Pembukaan dan Liturgi Sabda, hal ini adalah perbuatan yang salah; namun ketika praktek Devosi yang dilanjutkan dengan Perayaan Ekaristi dan format Perayaan Ekaristi tetap utuh, ini adalah penerapan praktek yang sangat terpuji bahkan begitu dianjurkan untuk diterapkan oleh tiap paroki. Hingga sekarang, paroki yang saya ketahui menerapkan praktek yang benar ini ialah Paroki Hati Yesus Yang Maha Kudus, Keuskupan Banjarmasin.

Secara umum, pencampuran keliru antara praktek Devosional kedalam Perayaan Ekaristi didasari oleh dua hal:
  1. Demi menarik minat umat untuk hadir dalam praktek Devosional.
  2. Demi mempersingkat waktu yang ada.
Dua argumen yang saya kemukakan diatas, didasari pada kebiasaan dan minat umat yang pada umumnya tertarik pada Perayaan Ekaristi apalagi durasi Perayaan Ekaristi telah dipersingkat dengan dihilangkannya Pembukaan dan Liturgi Sabda.

Romo Edward McNamara, L.C., Professor Liturgi Universitas Regina Apostolorum dalam sebuah artikel tanya jawab di situs Zenit telah mengutip Dokumen Gereja yang berjudul DIRECTORY ON POPULAR PIETY AND THE LITURGY PRINCIPLES AND GUIDELINES (silahkan klik link untuk membaca dokumen ini lebih lengkap)” yang isinya sbb:

“DIRECTORY ON POPULAR PIETY AND THE LITURGY PRINCIPLES AND GUIDELINES” 

13. The objective difference between pious exercises and devotional practices should always be clear in expressions of worship. Hence, the formulae proper to pious exercises should not be commingled with the liturgical actions. Acts of devotion and piety are external to the celebration of the Holy Eucharist, and of the other sacraments.

On the one hand, a superimposing of pious and devotional practices on the Liturgy so as to differentiate their language, rhythm, course, and theological emphasis from those of the corresponding liturgical action, must be avoided, while any form of competition with or opposition to the liturgical actions, where such exists, must also be resolved. Thus, precedence must always be given to Sunday, Solemnities, and to the liturgical seasons and days.

Since, on the other, pious practices must conserve their proper style, simplicity and language, attempts to impose forms of "liturgical celebration" on them are always to be avoided.
Terjemahan bebas:
13. Perbedaan tujuan antara latihan kesalehan dan praktik-praktik devosional harus selalu jelas dalam ekspresi ibadah. Oleh karena itu, formula yang tepat untuk praktik kesalehan dan devosional tidak boleh dicampurkan dengan tindakan Liturgi. Tindakan devosi dan kesalehan adalah eksternal terhadap Ekaristi Kudus dan Sakramen-sakramen lainnya.

Di satu sisi, melapisi praktek kesalehan dan devosional kedalam Liturgi sehingga untuk membedakan bahasa mereka, ritme tentu saja, dan penekanan teologis dari orang-orang dari tindakan liturgis yang sesuai haruslah dihindari, sementara segala bentuk kompetisi dengan atau oposisi terhadap tindakan liturgis, dimana bila hal itu telah eksis, juga harus diatasi. Dengan demikian, hal yang lebih utama harus lebih diberikan kepada hari Minggu, Hari Raya, dan untuk Musim Liturgi dan hari.

Karena, disisi lain, praktek kesalehan harus melestarikan bentuk yang tepat, kesederhanaan dan bahasa, upaya untuk memaksakan bentuk “Perayaan Liturgi” pada mereka harus selalu dihindari.
Maka dari itu, konklusi/kesimpulan yang dapat ditarik adalah TIDAK TEPAT untuk menyelipkan/menggabungkan praktik devosional kedalam Perayaan Ekaristi dengan tujuan seperti dua argumen diatas. Praktik Devosional seperti doa Rosario atau Jalan Salib amat disarankan dilakukan sebelum atau sesudah Perayaan Ekaristi. Namun apabila dilakukan sebelum Perayaan Ekaristi, hendaklah praktik Devosi tetap berada pada bentuk yang tepat dan sama sekali tidak dicampurkan atau menghapus bagian yang pada umumnya adalah Pembukaan dan Liturgi Sabda yang ada didalam Perayaan Ekaristi. Paroki-paroki lain dapat pula mencontoh penerapan yang telah dilakukan oleh Paroki Hati Yesus Yang Maha Kudus, Banjarmasin.

Dominus illuminatio mea!
 
Toggle Footer
Top