0 komentar

Patriarkh Didalam Gereja

Paus Fransiskus
Kitab Hukum Kanonik yang tertua menyatakan bahwa hanya ada tiga uskup yang mempunyai wewenang kepatriarkhan yaitu Uskup Roma, Aleksandria dan Antiokhia. Penerus Rasul Petrus tentu menempati tempat tertinggi dan merangkum di dalam dirinya semua jabatan. Ia tidak hanya adalah uskup tetapi juga kepala otoritas gerejawi di daerah metropolitan (umum sekarang dikenal sebagai Uskup agung), uskup tertinggi/ primat, dan patriarkh yang utama. Setelah hirarki di antara uskup terbentuk, otoritas tertinggi tetap ada pada Uskup Roma, yang kemudian dikenal dengan sebutan Paus. Paus adalah kepala yang kelihatan dari seluruh Gereja. Sebagai uskup Roma, ia memimpin keuskupan Roma; sebagai uskup metropolitan (uskup agung) ia memimpin provinsi Roma, sebagai primat, ia memimpin para uskup Italia; dan sebagai patriarkh ia memimpin seluruh Gereja Barat ritus Latin; sedangkan di Gereja-gereja Timur, ia disebut sebagai imam tertinggi (supreme pontiff).

Sebelum Konsili Nicea (325) dua uskup Timur yang mempunyai otoritas patriarkh yang sama adalah uskup Aleksandria dan uskup Antiokhia. Agaknya sulit dijelaskan mengapa sampai terbentuk dua daerah keuskupan ini. Uskup Aleksandria mengepalai uskup-uskup Mesir, sedangkan Uskup Antiokhia mengepalai uskup-uskup di Syria, Asia Kecil, Yunani dan daerah-daerah lainnya di Timur. Selanjutnya, menjadi pandangan populer bahwa ketiga kepatriarkh-an ini berhubungan dengan Rasul Petrus. Rasul Petrus mendirikan Gereja di Roma; di Antiokh dan di Aleksandria melalui muridnya St. Markus.
Setelah agama Kristen berkembang di abad ke-4, maka mulai banyak peziarah datang keHoly Land (Tanah Suci). Sejak saat itu Uskup Yerusalem mempunyai peran yang penting. Konsili Nicaea memberikan penghormatan kepadanya, walau tetap mengakui keutamaan metropolis Kaisarea, dan akhirnya melalui Juvenal Yerusalem (420-458) posisi keuskupan Yerusalem diakui sebagai patriarkhat. Konsili Kalsedon (451) memisahkan Palestina dan Arabia (Sinai) dari wilayah keuskupan Antiokhia dan dari mereka terbentuklah Patriarkhat Yerusalem (Sess. VII dan VIII).
Namun naiknya Konstantinopel ke jenjang Patriarkhat adalah sesuatu yang menimbulkan kontroversi. Sebab pada awalnya yang yang mencetuskan Byzantium/ Konstantinopel menjadi “Roma yang baru” adalah Kaisar Konstantin. Sepanjang beberapa abad, para Paus menentang ambisi ini. Paus Damasus dan Gregorius Agung menolak untuk mengakui kedudukan Keuskupan Konstantinopel di tempat kedua setelah Roma ini. Namun demikian Konstantinopel berkembang karena dukungan Kaisar, karena kebijakan sentral yang menguntungkan otoritas para uskup di daerah tersebut. Konsili Kalsedon akhirnya menjadikan Konstantinopel sebagai patriarkhat dengan Asia Kecil dan Thrace sebagai daerah yurisdiksi, dan memberikannya tempat kedua setelah Roma (Kan. 28). Paus Leo Agung (440-461) menolak kanon ini, yang dibuat tanpa kehadiran utusannya, dan selama berabad kemudian, Roma tetap menolak untuk memberikan tempat kedua kepada Konstantinopel. Baru pada Konsili Lateran yang ke-empat (1215) Patriarkh Latin di Konstantinopel diadakan, dan tahun 1439 Konsili Florence memberikannya kepada para patriarkh Yunani. Namun demikian, di daerah Timur, kehendak Kaisar cukup kuat untuk menerima pengakuan bagi kepatriarkh-annya sebagai patriarkh kedua, walaupun tidak secara hukum. Maka urutannya menjadi Roma, Konstantinopel, Aleksandria, Antiokhia dan Yerusalem.

 
Toggle Footer
Top