Oleh Rev.Pater Markus
Solo SVD
Cuaca di kota Roma hari ini tidak seperti biasanya. Rabu, 27
Pebruari 2013, sebuah hari musim dingin yang sangat indah. Matahari bersinar
cerah sejak pagi. Inilah sebuah hari penting di dalam sejarah Gereja Katolik:
Sri Paus Benediktus XVI tampil ke publik dalam upacara audiensi umum untuk
terakhir kali setelah pengumuman pengunduran dirinya dua pekan lalu.
Sejak pukul 07.00 pagi waktu Roma,
peziarah-peziarah sudah memenuhi Via della Conciliazione, ruas jalan panjang
membujur dari Lapangan Santo Petrus hingga sungai Tiber. Di ruas jalan itu pula
sudah dipasang beberapa layar lebar. Di situ terdapat beberapa titik kontrol,
selain dari arah Porta Santa Anna, tepi barat, dan Porta Sant’Angelo dari tepi
arah timur Vatikan. Ribuan polisi dan aparat keamanan pun siaga sekeliling
Vatikan. Para peziarah berjuang masuk ke Lapangan Santo
Petrus dan mengambil tempat paling depan supaya bisa melihat Sri Paus dari
dekat dan mengucapkan kata-kata pisah yang bisa didengar oleh Bapa Suci
sendiri. Dari saat ke saat Lapangan Santo Petrus seperti
digenangi lautan manusia. Mereka melambai-lambaikan berbagai bentuk dan ragam
spanduk dengan tulisan bermacam-macam, seperti “Grazie Santo Padre” (Terima
kasih Bapa Suci), atau “Arrivederci” (Sampai jumpa lagi), atau “Perga per noi”
(doakan kami), dan berbagai tulisan dalam berbagai bahasa. Mereka pula tidak
henti-hentinya meneriakkan yel-yel “Benedetto”, nama Sri Paus dalam bahasa
Italia. Kadang pula terdengar teriakan “Viva il Papa” dan diikuti oleh paduan
suara campur yang menggetarkan suasana pagi ini. Tepat pkl. 10.35 pagi waktu Roma, Papa Mobil
meluncur pelan, masuk ke Lapangan Santo Petrus dari samping kanan Basilika. Di
belakangnya duduk sekretaris pribadi, Mgr Georg Gaenswein, yang sudah
ditahbiskan beliau sendiri menjadi Uskup Agung tanggal 6 Januari lalu dan
merangkap Kepala Rumah Tangga (prefettura) Sri Paus.
Ketika melihat Papa Mobil, massa semakin kuat dan
ramai meneriakkan yel-yel seraya bertepuk tangan meriah. Setelah melewati
beberapa blok untuk menyalami massa dan disaluti oleh Musik Militer dari
wilayah kelahirannya, Bavaria, Jerman, beliau naik ke Singgahsana, sebuah Kursi
putih yang sudah akrab dengannya sejak 8 tahun ini. Seperti biasa, sebelum
duduk, beliau merentangkan kedua tangan ke arah para hadirin, seolah-olah ingin
merangkul mereka satu persatu. Di saat itu keharuan mulai terasa.
Setelah rangkaian salam dan pembacaan dari Kitab
Suci, beliau mulai membacakan wejangannya yang terakhir. Hadirin hening dan
mendengar dengan penuh perhatian. Sering juga hadirin menyela Sri Paus dengan
tepukan tangan panjang dan yel “Benedetto”, terutama ketika beliau
mengungkapkan kata-kata peneguhan dan pujian yang masuk hingga ke lubuk hati
pendengar.
Pertama-tama Sri Paus mengucapkan terima kasih
kepada Tuhan yang telah memilih dan mempercayakan tugas ini kepadanya. Kata
paus, ”Delapan tahun lalu, ketika sudah jelas bahwa diri saya terpilih menjadi
Paus, pertanyaan yang dominan di dalam hati saya adalah: Tuhan, apa yang Kau
inginkan dariku? Mengapa Engkau memilih saya? Saya tahu bahwa sejak itu saya
memikul beban berat di bahuku.”
Lanjut paus, “Delapan tahun yang lalu adalah
tahun-tahun yang indah dan penuh arti. Tetapi juga masa-masa penuh tantangan,
sehingga Gereja ibarat bahtera para rasul yang terombang-ambing di danau
Genesaret. Badai dan gelombang menerjang menimbulkan rasa takut dan panik, dan
Tuhan tidur di buritan. Tetapi syukur, Tuhan tidak meninggalkan bahtera ini,
karena bahtera ini bukan milik kita manusia atau milik saya pribadi, tetapi
milik Tuhan sendiri.”
Mendengar kalimat itu, massa bertepuk tangan ramai
sambil meneriakkan nama Sri Paus. Beliau sadar bahwa selama masa bakti, Tuhan
senantiasa dekat dengan umat-Nya dan menganugerahkan segala yang perlu untuk
kemajuan Gereja-Nya.
Sri Paus juga mengungkapkan terima kasih kepada
para pekerjanya di Tahta Suci Vatikan dan seluruh umat yang tersebar di seluruh
dunia. Selama masa jabatannya, beliau betul merasakan dukungan dan kedekatan
umat Katolik sejagad, sekalipun banyak dari mereka yang belum pernah berjumpa
dengannya secara langsung.
Menjelang sambutannya yang berdurasi kurang lebih
20 menit itu, beliau meneguhkan hati dan iman umat Katolik sedunia. Kata paus
nya dalam nada getar, “Saya pergi. Itu keputusan yang saya ambil dengan
sukarela. Tetapi kamu harus tetap riang gembira di dalam iman. Saya pergi bukan
untuk urusan pribadi. Saya pergi untuk membaktikan diri kepada doa untuk Gereja
kita yang kita cintai ini. Tuhan yang memanggil kita ke dalam satu komunitas
iman, akan tetap bersama kita, memenuhi hati kita dengan harapan dan menyinari
kita dengan kasih-Nya tanpa batas.”
Usai sambutan terakhir ini, hadirin yang saat itu
sudah membludak hingga ujung Via della Conciliazione berdiri, memberikan aplaus
panjang. Lambaian bendera-bendera dan spanduk-spanduk kelihatan semakin tenang
pertanda sedih. Sri Paus pun berdiri, melambaikan tangan kepada hadirin. Sebuah
momentum kuat yang sempat menuai deraian air mata.
Upacara dilanjutkan dengan penyampaian ucapan Salam
pisah dan terima kasih dari para hadirin yang diwakili melalui kelompok bahasa
Inggris, Italia, Jerman, Spanyol, Portugis, Polandia dan Arab.
Di akhir audiensi, Sri Paus dan hadirin
bersama-sama menyanyikan lagu Bapa Kami di dalam bahasa Latin. Lalu beliau
menutup dengan berkat terakhirnya sebagai Paus.
Beliau turun tahta. Berjalan menuju Papa Mobil,
mengambil tempat duduk. Papa Mobil turun perlahan dari pelataran Basilika
menuju hadirin. Tahtanya, kursi putih, tinggal kosong.
Sri Paus bergerak keluar, diiringi aplaus panjang,
memanggil-manggil namanya dan seraya air mata tetap berderai. Di atas Papa
Mobil beliau terus merentangkan kedua tangannya, seakan-akan ingin membawa
pergi sekitar 200.000-an hadirin bersamanya.
Rangkulan lengannya tentu terlalu pendek untuk
jumlah sebesar ini, apalagi untuk umat Katolik sedunia. Tetapi di dalam doa
dari atas bukti Mons Vaticanus, beliau dan seluruh umat Katolik di lima benua
akan tetap bersatu. Terima kasih Bapa Suci Benediktus XVI.
"Bapa Suci yang terkasih mungkin Anda mengundurkan diri dari jabatan Anda sebagai Paus, namun saya percaya bahwa Anda masih tetap bersama kami, di tengah tengah kami, menguatkan iman kami kepada Kristus. Terima kasih Paus Benediktus XVI, engkau telah memimpin Gereja Kristus satu-satunya yang satu, kudus, Katolik dan apostolik, kami bangga padamu! Doakanlah kami selalu!".