Kanonisasi Paus Yohanes XXIII & Paus Yohanes Paulus II bagian II


Allah selalu memanggil manusia didalam kekudusan. “Menjadi kudus bukanlah keistimewaan beberapa orang namun panggilan bagi semua orang” demikianlah yang diungkapkan oleh Paus Fransiskus. Orang-orang yang telah menjaga kekudusan hidupnya dikukuhkan oleh Gereja sebagai saksi bahwa kesucian bukanlah suatu hal yang mustahil untuk di manifestasikan didalam hidup. Para kudus merupakan saksi dari semuanya itu. Bunda Gereja dengan sukacita menyambut dua putra agungnya yang semasa hidupnya telah duduk di Takhta St. Petrus dan kini diangkat menjadi santo: Yohanes XXIII & Yohanes Paulus II. Melihat begitu besarnya peran dua santo ini didalam hidup Gereja, dimana Paus Yohanes XXIII dalam karyanya yaitu Konsili Vatikan II dan Paus Yohanes Paulus II sebagai seorang yang mencoba menyebarkan pesan dari Konsili Vatikan II ditengah-tengah Gereja, dalam menyongsong Millenium III.

Berikut adalah sejarah hidup dari “Lolek” (panggilan sapaan masa kecil St. Yohanes Paulus II).
Karol Josef Wojtyla, beginilah nama asli dari sang santo, yang lahir pada 18 Mei 1920 di Wadowice, sebuah kota di sebelah barat daya Kota Krakow, Polandia. Ia dibaptis oleh Romo Franciszek Zak. Masa kecilnya dipenuhi dengan kedukaan yang mendalam. Ibunya yang bernama Emilia Kaczorowska meninggal saat usianya 8 tahun dan kakak tertuanya, Edmund Wojtyla meninggal pada saat ia berusia 12 tahun. Benih panggilannya mulai tumbuh saat ayahnya meninggal akibat serangan jantung. Waktu itu Lolek masih berusia 20 tahun. Sepeninggal ayahnya, saya semakin sadar akan jalan kebenaran. Saya yakin benar kalau Tuhan memanggil saya“ urainya dalam sebuah memoir. Pengalaman unik pada masa kecil Lolek ialah ia pernah bekerja sebagai buruh penggalian batu. 

Hal lainnya yang merupakan memori mendebarkan dalam diri seorang Karol Wojtyla, yakni saat pihak Nazi Jerman mengejar-ngejar dan hendak menangkapnya. Sehingga ia memutuskan untuk mengungsi ke pastoran Keuskupan Agung Krakow hingga perang berakhir, inilah momen yang tepat bagi Wojtyla untuk memurnikan panggilannya.

Imannya sebagai Katolik semakin diuji manakalah kaum Nazi semakin gencarnya menjajah Polandia. Perang yang berkecamuk mengembleng pilihan kepada sebuah pilihan hidup khusus yakni menjadi seorang imam. Di sinilah ia merasakan dan memaknai panggilan hidup yang berasal dari Tuhan sendiri. Pada akhir musim gugur pada tahun 1942, Karol Wojtyla semakin sadar akan panggilan hidupnya untuk menjadi seorang imam, sehingga ia mulai belajar di seminari “bawah tanah” yang dicetus oleh Kardinal Adama Stefan Sapieha di Keuskupan Agung Krakow. Kemudian setelah menamatkan studinya di seminari tersebut, ia kemudia kembali studi teologi di Universitas Jaghellonica, Krakow dan ditahbiskan menjadi imam diosesan pada 1 November 1946 oleh Uskup Agung Krakow.

Kemudian Romo Karol ditahbiskan menjadi menjadi Uskup Agung Krakow oleh Paus Paulus VI. Mgr Karol merupakan salah seorang pemikir yang handal di Konsili Vatikan II sehingga cukup disegani oleh para Uskup yang hadir saat itu, karena keikutsertaannya pada Konsili Vatikan II, ia pun diangkat menjadi Kardinal. Saat Paus Yohanes Paulus I wafat; ia ikut serta dalam konklaf untuk memilih paus baru dan pilihan Tuhan jatuh padanya, sehingga Kardinal Karol menjadi Paus ke- 264 Gereja Katolik dengan nama Yohanes Paulus II.

Ensiklik pertama yang dikeluarkan oleh Paus Yohanes Paulus II adalah Redemptor Hominis pada 15 Maret 1979 dan yang terakhir ialah Ecclesia de Eucharistia pada 17 April 2003 dengan tujuan untuk menghidupkan kembali penyembahan terhadap Sakramen Ekaristi. Selama menjabat sebagai Paus, ia telah mengeluarkan 14 Ensiklik, 15 Nasihat Apostolik, 11 Konstitusi Apostolik, dan 45 Surat Apostolik. Selain itu tercatat, Yohanes Paulus II melakukan 482 kanonisasi dan memimpin 147 beatifikasi dari 1.338 beato-beata yang diangkatnya.

Selama menjadi Paus,  telah terjadi berbagai peristiwa yang menggemparkan dunia, salah satu diantaranya ialah pada tanggal 13 Mei 1981, ia hampir tewas akibat ditembak Mehmet Ali Agca dan memberikan teladan yang mencengangkan, saat ia menjenguk Ali Agca di penjara Rebibbia dan seusai berbincang-bincang dengannya, ia berkata “Ketika berbicara dengannya saya anggap ia adalah seorang saudara yang sudah saya ampuni dan saya percayai sepenuhnya.”

Jejak Paus Yohanes Paulus II di Indonesia
Kebahagiaan besar menyelimuti hati umat Katolik Indonesia, yang 25 tahun lalu menjadi saksi hidup kehadiran Paus Yohanes Paulus II (YP II) di bumi Nusantara ini. Tepatnya 9-14 Oktober 1989. Begitu mendarat di Bandara Halim Perdanakusuma, YP II lansung mencium bumi Nusantara. Inilah tanda cinta, berkat dan penghormatannya kepada Indonesia.

YP II di Indonesia
Besarnya cinta YP II terhadap Indonesia mulai terbaca, sejak Bapa Suci itu mempersiapkan diri di Vatikan sebelum melawat ke Indonesia. Seorang imam Indonesia, yang saat itu terngah studi di Roma, RD Suratman Gito Wiratma dipanggil secara khusus. Bapa Suci memintannya untuk mengajari bahasa Indonesia yang akan dipakai dalam Liturgi Ekaristi selama di Indonesia. Menurut Romo Suratman, Paus menerimanya di studio Takhta Suci. “Saya mengajar liturgi ekaristi dalam bahasa Indonesia, prefasi, aklamasi, dan lain-lain, selama satu jam perhari. Saya mengajar hanya dua hari.”

Di bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Senin 9 Oktober 1989, YP II disambut dengan upacara kenegaraan setelah turun dari pesawat Korean Airline yang menerbangkannya dari Seoul. Pada kesempatan pertama, YP II disambut oleh Presiden Soeharto di Istana Merdeka. Yang menarik, Bapa Suci memberikan souvenir berupa kotak kecil berisi Rosario kepada Ny. Tien Soeharto. Spontan Ibu Tien membukanya dan mengalungkan Rosario itu dilehernya selama pertemuan. Dalam pertemuan itu, Bapa Suci mengungkapkan kekagumannya akan falsafah Pancasila. Hal menarik dalam Pancasila menurut dia, adalah nilai toleransi sesama umat beragama.

Setelah itu, YP II memimpin Perayaan Ekaristi di Stadion Utama Senayan, Jakarta yang dihadiri sekitar 120 ribu umat Katolik dari Keuskupan Agung Jakarta, Bogor, Bandung, Lampung, Sumatra Selatan dan Kalimantan. Selama memimpin misa, Paus memakai bahasa Indonesia. Sementara, khotbah dalam bahasa Italia, diterjemahkan langsung oleh konselebran utamanya, Mgr Leo Soekoto SJ, Uskup Agung Jakarta. Dalam khotbahnya, Paus mengingatkan agar umat Katolik Indonesia menjadi putra-putri yang tangguh dan warga Indonesia sejati. “Dia juga menyerukan pentingnya kerukunan antar-umat beragama. (Dikutip dari tulisan Norben Syukur dengan beberapa pengubahan)

Memasuki awal tahun 2005, kesehatan Bapa Suci terus menurun dan pada akhirnya ia menghembuskan nafas yang terakhir 2 April 2005. Dunia merasakan kehilangan yang begitu mendalam, tak henti-hentinya umat Kristen dari seluruh dunia mendoakan Paus Yohanes Paulus II. Lapangan Santo Petrus menjadi penuh dengan pelayat dari penjuru dunia, yang masing-masing memiliki tujuan untuk melihat jasad Paus yang terakhir kalinya. Tak henti-hentinya massa yang berkumpul di lapangan karya Bernini tersebut meneriakkan “Santo subito! Santo subito! Santo subito!” agar sang Paus segera dinyatakan sebagai santo. Misa requiem dipimpin oleh Kardinal Joseph Ratzinger (Paus Emeritus Benediktus XVI). Dihadiri lebih dari 200 delegatus resmi, serta perwakilan dari semua agama besar di dunia. Pemakaman itu dihadiri langsung oleh 250.000 hingga 300.000 orang.


Tanda-tanda kekudusan dari Paus Yohanes Paulus II mulai menyerbak, salah satu diantaranya berkat perantaraan YP II, Sr Maria Pierre Simon sembuh dari penyakit Parkinson. Karena mukjizat ini, Paus Benedktus pun menandatangi dekrit yang diperlukan untuk beatifikasi dan menyebut YP II sebagai Venerabilis. Paus Yohanes Paulus II dinyatakan sebagai Beato pada 1 Mei 2011. Pada 5 Juli 2013, mukjizat terjadi pada Floribeth Mora Diaz dari kota San Jose Costa Rica, yang sembuh dari penyakit aneurisma celebral yang disebabkan oleh pelebaran dinding pembuluh arteri di otak, setelah berdoa lewat perantaraan YP II. Tidak sedikit orang yang menyebut Yohanes Paulus II, sebagai “Kristus” sendiri karena tindakannya yang benar-benar mencerminkan tindakan seorang Kristen, ia mengasihi begitu banyak orang dan bahkan ia mengampuni orang yang hampir membunuhnya. Sehingga melihat Paus Yohanes Paulus dinyatakan sebagai santo pada 27 April 2014, seakan membuat kita tidak perlu bertanya kembali.
Dominus illuminatio mea!
 
Toggle Footer
Top