Cara Mengirim Surat Ke Sri Paus


VatikanPaus Fransiskus mendapatkan begitu banyak surat— sekitar 30 karung besar berisi surat setiap minggunyasehingga Vatikan mendirikan kantor khusus untuk menyortir tumpukan surat yang masuk. Mgr. Giuliano Gallorini (Sekretariat Negara Vatikan) ialah yang bertanggung jawab terhadap “Kantor Korespondensi Kepausan” dan dibantu oleh seorang biarawati dan dua orang wanita awam.

Karung-karung surat dibawa dari Kantor Post Vatikan ke Terza Loggia di Istana Apostolik dimana para diplomat Vatikan bekerja. Disana, tim surat Kepausan menyeleksi semuanya, memasukkan surat-surat ke kardus tanpa penutup diatasnya yang sudah dilabeli “Portugis,” “Spanyol,” “Perancis” dan bahasa-bahasa lainnya.

Terkadang ada hadiah-hadiah seperti syal buatan tangan, patung-patung, gambar, namun Mgr. Gallorini mengatakan bahwa sebagian besar surat berupa permohonan doa dan dukungan. “Ini mungkin saja terjadi pada zaman kita, namun banyak orang yang berjuang dalam kesulitan, terutama dalam hal penyakit. Mereka memohon doa untuk anak-anak dan mereka menceritakan situasi ekonomi mereka yang sulit,” ujar beliau. Tim korespondensi membaca semua surat berbahasa Italia dan mengirimkan surat-surat tersebut ke pihak-pihak yang tepat yang menawarkan bantuan. Sebagai contoh, permintaan bantuan ekonomi akan dikirim ke kantor Caritas paroki yang tepat, ujar Monsinyur.

Beliau berkata bahwa mereka berusaha melakukan apa yang diinginkan oleh Paus Fransiskus, yaitu mendengarkan sesama dengan hati dan pikiran, berbagi dalam penderitaan mereka dan mencoba untuk menemukan kata-kata yang tepat untuk membalas surat mereka (Mereka mengirimkan balasan kepada semua orang!).

Foto dari video CTV yang menampilkan ruang surat untuk korespondensi Kepausan
Surat seperti apa yang akan sampai di meja Sri Paus sendiri?

Mgr. Gallorini menjawab, “Kasus-kasus yang lebih rumit” atau sensitif. Surat-surat seperti ini akan diteruskan ke sekretaris-sekretaris Paus yang selanjutnya dapat dipastikan bahwa sri Paus sendiri yang akan membacanya dan memutuskan bagaimana mereka sebainya menyelesaikannya.
Paus Fransiskus “selalu berkata bahwa seorang Pastor harus hidup dengan umatnya, dengan dombanya, untuk merasakan dan menghidupi pengalaman mereka bersama mereka,” kata Monsinyur. Namun, karena tidak mungkin bagi Sri Paus untuk membaca surat yang diterimanya, Paus meminta tim korespondensinya untuk melakukan pendekatan dengan rasa solidaritas dan kasih seperti dia sendiri.

Berikut alamat dari Paus Fransiskus dan Paus Emeritus Benediktus XVI:

Pope Francis                                                                                           Pope Emeritus Benedict XVI
Domus Sanctae Martae                                                                               Mater Ecclesia Monastery
00120 Vatican City State                                                                             00120 Vatican City State

Vivit Dominus in cuius conspectu sto. 

Rendahnya Citarasa Kekudusan dan Kesakralan Terhadap Perayaan Ekaristi


Rendahnya citarasa kekudusan dan kesakralan terhadap perayaan Liturgi didalam diri umat teristimewa kaum muda Katolik bersama dengan pastor-pastornya, itulah badai yang saat ini dihadapi oleh Gereja. Di masa kini, tidak sedikit umat Katolik memandang Liturgi sebagai sebuah ritual dan rutinitas belaka. Liturgi yang dirayakan dengan baik, indah dan taat pada peraturan Liturgi menjadi suatu hal yang mulai lenyap di masa kini, dimana Liturgi bagi beberapa umat Katolik, kelompok kategorial dan Imam-imam tertentu merupakan sesuatu yang kering dan bahkan membosankan. Tak sedikit, oknum-oknum yang mulai berpikir untuk mengimprovisasi perayaan Liturgi yang seperti itu saja dengan mengajukan laporan-laporan entah dalam hal lagu-lagu profan yang akan dinyanyikan, menyisipkan drama, band, berbagai ekspresi budaya popular lainnya terhadap Imam-imam tertentu (yang tidak pernah membaca PUMR atau bahkan tidak memiliki keinginan sama sekali untuk mempelajari tata tertib Liturgi), hanya demi menarik perhatian dan partisipasi umat untuk hadir dalam Perayaan Ekaristi.

Perayaan Ekaristi didesain sedemikian rupa agar sesuai dengan keinginan umat. Perayaan Ekaristi ini biasa dikenal dengan Ekaristi Orang Muda. Sayangnya, ekspresi yang berlebihan terhadap Liturgi dengan menambahkan hal-hal profan kedalam Misa Kudus, justru menurunkan mutu dari Liturgi itu sendiri. Dengan mengikuti metode ini, Liturgi tidak mampu mengungkapkan secara intrinsik dan entrinsik makna dari Liturgi itu sendiri. Yang terjadi adalah pementasan hal-hal profan dan bukan kesakralan Perayaan Liturgi.  Keliaran kreativitas dan inovasi dalam Perayaan Ekaristi Orang Muda ini apabila kita melihat kepada pedoman-pedoman Liturgi yang ada, hal-hal tersebut jelas merupakan pelanggaran Liturgi.

Liturgi seolah-olah diperkosa oleh kaum muda bersama dengan pastor-pastornya. Liturgi dijadikan sebagai wadah penampung kreativitas kaum muda. Pernah suatu kali, beberapa orang berargumen bahwa permasalahan ini timbul setelah Konsili Vatikan II, sehingga Konsili Vatikan II dianggap sebagai ‘biang keladinya’ pelanggaran Liturgi di masa kini. Kardinal Burke, Hakim Tertinggi Takhta Suci dalam topi “Hukum Liturgi dalam Misi-Misi Gereja” dalam Konferensi Sacra Liturgia 2013 yang lalu menjelaskan bahwa ‘setelah Konsili Vatikan II, tetapi dipastikan bukan karena pengajaran Konsili Vatikan II yang salah, terjadi banyak pelanggaran dalam merayakan Liturgi Kudus diberbagai tempat’. (Silahkan klik link “Kutipan Konferensi Sacra Liturgia” untuk membaca berbagai kutipan dari pembicara-pembicara yang kredibel pada masalah pelanggaran Liturgi).

Dari pernyataan diatas, dapat diklarifikasi bahwa pelanggaran Liturgi muncul bukan karena Konsili Vatikan II, namun karena kurangnya katekese yang tepat terhadap Liturgi. Namun toh katekese yang setiap kali dibacakan sebelum Misa seperti angin lalu begitu saja, masih ada beberapa pelanggaran Liturgi yang terjadi di beberapa paroki. Sebagai seorang muda Katolik, saya melihat bahwa citarasa akan kekudusan dan kekhusukan dalam Perayaan Ekaristi sudah mulai menghilang dan digantikan dengan hal-hal yang bebas dan meriah yang sangat disenangi oleh kaum muda. Sehingga Perayaan Ekaristi-lah yang dijadikan objek untuk pemenuhan selera ini. Padahal Misa Kudus berpusat sepenuhnya kepada Kristus dan bukan kepada nafsu kaum muda dan kelompok kategorial tertentu. Apakah dengan ini Gereja memalingkan wajahnya dari kaum muda? Sama sekali tidak. Uskup Agung Rino Fisichella (Presiden Dewan Kepausan untuk promosi Evangelisasi Baru) berkata bahwa Gereja harus mempelari bahasa kaum muda. “Seseorang tidak dapat berbicara kepada orang-orang muda Kristus tanpa berbicara mengenai kebebasan kaum muda sekrang yang telah ditempatkan dalam budaya mereka, tetapi kebebasan haruslah selalu dalam hubungan dengan kebenaran karena kebenaranlah yang menghasilkan kebebasan.”

Tak dapat dipungkiri bahwa kebebasan telah menjadi bagian utuh dari orang muda Katolik sekarang ini. Gereja telah mempelajari ini dan menetapkan Evangelisasi Baru (New Evangelization) yang secara umum dimaksudkan untuk memperbaharui kembali Iman Kristiani yang sudah pernah umat Katolik terima. Kebebasan yang ada bukanlah kebebasan mutlak, kebebasan ada batasnya terutama dalam Misa Kudus. Sekarang, orang muda Katolik tidak dapat semena-mena menuntut Gereja untuk mempelajari budaya kaum muda namun dengan sadar bertanya, “Apakah saya sendiri sudah menaati, apa yang dituntut oleh Gereja kepada saya?”

Liturgi begitu istimewa karena umat Allah mengalami perjumpaan dengan Kristus. Paus Yohanes Paulus II menjelaskan 4 poin penting dalam Liturgi.

1. Kristus hadir dalam Gereja yang berkumpul dan berdoa dalam Nama-Nya.
2. Kristus hadir dan bertindak dalam pribadi para pelayan tertahbis yang merayakan Liturgi. Imam oleh karena tahbisannya bertindak sebagai Kristus sendiri (in persona Christi).
3. Kristus hadir dalam sabda-Nya yang dibacakan, yang dijelaskan dalam homili.
4. Kristus hadir dan bertindak oleh kuasa Roh Kudus dalam Sakramen-sakramen Gereja dan dalam cara yang khas, Ia hadir dan bertindak dalam Perayaan Ekaristi dalam rupa roti dan anggur yang dikonsekrasi.

Dari keempat poin diatas, saya ingin membahas poin kedua. Dalam poin tersebut dituliskan bahwa Imam memiliki peranan penting dalam Perayaan Ekaristi. Namun bagaimana apabila Imam yang juga memiliki peranan penting sebagai penjaga Liturgi malah membiarkan “musuh” masuk ke dalam. Seharusnya Uskup bersama para Imam lebih tegas terhadap Liturgi dan bukan malah berbalik mendukung terjadinya pelanggaran Liturgi. Uskup Peter Elliott (Uskup Auksilier Melbourne) mengatakan "Selebran seharusnya tidak pernah mempunyai ide bahwa suara-suara atau musik-musik yang tidak berguna mesti hadir dalam sebuah liturgi atau umat akan menjadi bosan ketika menghadirinya. Nah, pada saat ide itu ada maka label jahat dari "penampilan atau pertunjukkan" mulai mengambil alih." Maka baik kaum tertahbis (Uskup dan Imam) dan kaum muda Katolik tak memiliki hak untuk mengubah Perayaan Ekaristi seturut selera pribadi. Salah kutipan penting dalam Homili Nuncio Vatikan untuk Indonesia, Uskup Agung Filipazzi yaitu: Secara khusus, para Uskup dan Imam, yakni para pelayan Liturgi Suci, bukan pemilik Liturgi, maka mereka tidak boleh mengubahnya sesuka hati. Setiap orang beriman yang menghadiri Liturgi di setiap Gereja Katolik, mesti merasa bahwa dia sedang merayakan Liturgi dalam kesatuan dengan seluruh Gereja, yakni Gereja masa lampau dan masa kini, serta seluruh Gereja yang tersebar di seluruh dunia, Gereja yang bersatu dengan penerus Petrus dan dipimpin oleh para Uskup.”

Dan juga Mgr. Ignacio Barreiro Carambula (Kepala Organisasi Internasional Hak dan Martabat Kehidupan Manusia) mengatakan "Manusia yang tidak menyembah Allah secara benar dalam Liturgi tidak menghargai nilai-nilai penting yang Allah berikan secara cuma-cuma yaitu Kehidupan." Liturgi adalah kehidupan inti Gereja, Allah mengaruniakan Liturgi kepada Gereja, sebagai tanda kasih Allah yang menyelamatkan. Dengan merenungkan kutipan dan Mgr. Ignacio Barreiro Carambula, mari kita memohon rahmat dari Allah agar kita mampu disadari akan pentingnya Liturgi didalam Gereja.

Dominus illuminatio mea!
Katolisitas Indonesia, Orang Muda Katolik dengan Spiritualitas Karmel dari Keuskupan Banjarmasin.

USKUP BARU BOGOR

Pada tanggal 21 November 2013 lalu, Paus Fransiskus menerima pengunduran diri dari Mgr. Cosmas Michael Angkur OFM karena usia lanjut, berlandaskan dari Kitab Hukum Kanonik  401 § 1. Kemudian pada tanggal 22 November 2013, Paus Fransiskus secara resmi mengangkat Romo Paskalis Bruno Syukur OFM sebagai Uskup baru untuk Keuskupan Bogor menggantikan Mgr. Cosmas Michael Angkur OFM.


Informasi pengangkatan Romo Paskalis Bruno Syukur OFM diberitakan pula oleh situs news.va (situs berita resmi Vatikan) dalam dua versi yaitu bahasa Inggris dan Italia

Il Santo Padre ha accettato la rinuncia al governo pastorale della diocesi di Bogor (Indonesia), presentata da S.E. Mons. Cosmas Michael Angkur, O.F.M., in conformità al can. 401 § 1 del Codice di Diritto Canonico.


Il Papa ha nominato Vescovo della diocesi di Bogor (Indonesia) il Rev.do P. Paskalis Bruno Syukur, O.F.M., Definitore Generale dell’Ordine Francescano dei Frati Minori a Roma.

Romo Paskalis Bruno Syukur OFM lahir  pada tanggal 17 Mei 1962 di Ranggu, Keuskupan Ruteng di Pulau Flores, NTT, Mgr. Paskalis Bruno Syukur OFM menyelesaikan pendidikanya di Seminari Menengah St. Pius di Kisol. Begitu selesai, Mgr. Paskalis lalu melanjutkan studi mengarah ke panggilan imamatnya dengan masuk menjadi anggota Ordo Saudara Hina Dina (Ordo Fratrum Minorum/OFM) di Papringan, Yogyakarta tahun 1981.

Bersama Pastur Dr. Peter Aman OFM, Pastur Robby Wowor OFM, Mgr. Paskalis Bruno Syukur OFM mulai belajar filsafat dan sedikit mencicipi teologi di STF Driyarkara Jakarta pada tahun 1983 dan lulus sarjana muda (BA) filsafat tahun 1987 bersama sejumlah rekan mahasiswa dari kalangan Jesuit seperti Romo AM Roni Nurhayanto SJ, Romo Dr Baskara Tulus Wardaya SJ, Romo Eduard Ratu Dopo SJ, Romo Herman Tjahja SJ, dan beberapa frater diosisan (praja) dari KAJ lainnya.

Beberapa tahun kemudian usai menjalani tahun-tahun orientasi pastoral, Mgr. Paskalis melanjutkan studi teologinya di Fakultas Teologi Wedhabakti Universitas Sanata Dharma di Kampus Seminari Tinggi Santo Paulus Kentungan, Yogyakarta. Mengucapkan kaul kekalnya sebagai anggota OFM pada tanggal 22 Juni 1989 dan menerima tahbisan imamatnya pada tanggal 2 Februari 1991.


Sebagai imam muda, Mgr. Paskalis menjalani tugas pastoral di kawasan Moanemani, Keuskupan Agung Jayapura di Papua tahun 1991-1993 dan kemudian ditugaskan   belajar spiritualitas di Roma kurun waktu tahun 1993-1996. OFM Provinsi Indonesia kemudian menugasi Mgr. Paskalis sebagai magister novis untuk para frater calon OFM di Novisiat OFM di Depok, Kabupaten Bogor kurun waktu 1996-2001. Berikutnya dia menjadi semacam pastur pendamping frater-frater di komunitas OFM sekaligus menjadi anggota Dewan Provinsi OFM Indonesia dan berikutnya menjadi Provinsial OFM Provinsi Indonesia kurun waktu 2001-2009. Selepas dari jabatannya sebagai Provinsial OFM di Indonesia, Mgr. Paskalis dipanggil tugas ke Roma untuk menduduki pos penting sebagai definitore generale di “markas besar OFM” di Roma untuk urusan wilayah Asia dan Oceania.

Dominus illuminatio mea!

Pesan Paus Fransiskus pada Masa Prapaskah 2014

Berikut pesan Paus Fransiskus untuk masa Prapaskah 2014 yang dirilis oleh konferensi Pers Vatikan pada Selasa 4 Februari 2014. Tema dari pesan yang diambil ialah dari Surat St Paulus kepada Jemaat di Korintus, "Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya" (2 Kor 8:9). Di bawah ini, merupakan terjemahan tidak resmi Bahasa Indonesia oleh Katolisitas Indonesia dari News.Va:


Saudara-saudari yang terkasih,

Pekan Prapaskah semakin dekat, saya ingin menawarkan beberapa usulan yang berguna pada jalan konversi kita sebagai individu maupun sebagai komunitas. Renungan ini terinspirasi oleh kata-kata dari Santo Paulus: "Karena kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya" (2 Kor 8:9). Sang Rasul menulis kepada orang-orang Kristen dari Korintus untuk mendorong mereka agar bermurah hati dalam membantu umat beriman di Yerusalem yang membutuhkan. Apa arti dari perkataan dari Santo Paulus bagi kita orang Kristen saat ini? Apakah ajakan dalam kemiskinan, hidup evangelisasi dalam kemiskinan, bermakna bagi kita saat ini?

Kasih karunia Kristus

Pertama-tama, hal itu menunjukkan kepada kita bagaimana Tuhan bekerja. Dia tidak mengungkapkan diriNya berjubah dalam kekuasaan duniawi dan kekayaan, melainkan dalam ketidakberdayaan dan kemiskinan: "Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya... ". Kristus, Putra Allah yang kekal, satu dengan Bapa dalam kuasa dan kemuliaan, memilih untuk menjadi miskin, Ia hadir diantara kita dan dekat dengan setiap dari kita masing-masing, Ia menyisihkan kemuliaan-Nya dan mengosongkan diriNya sehingga Ia bisa menjadi seperti kita dalam segala hal (lih. Flp 2:7; Ibr 4:15). Allah yang menjadi manusia adalah sebuah misteri besar! Tapi alasan untuk semua ini adalah kasih, cinta dalam kasih karunia, kemurahan hati, keinginan untuk mendekat, kasih yang tidak ragu-ragu untuk mempersembahkan diriNya sendiri bagi orang yang dikasihi. Perbuatan amal, kasih, berbagi dengan orang yang kita cintai dalam segala hal. Kasih membuat kita mirip, menciptakan kesetaraan, cinta juga merobohkan dinding dan menghilangkan jarak. Allah berbuat seperti ini dengan kita. Memang, Yesus " bekerja memakai tangan manusiawi, Ia berpikir memakai akalbudi manusiawi, Ia bertindak atas kehendak manusiawi, Ia mengasihi dengan hati manusiawi. Ia telah lahir dari Perawan Maria, sungguh menjadi salah seorang diantara kita, dalam segalanya sama seperti kita, kecuali dalam hal dosa" (Gaudium et Spes, 22).

Dengan membuat diriNya sendiri miskin, Yesus tidak mencari kemiskinan untuk kepentingan diri-Nya sendiri, tetapi seperti yang St. Paulus  katakan "bahwa dengan kemiskinan-Nya kamu menjadi kaya". Ini bukan permainan kata-kata belaka atau tangkapan frasa. Sebaliknya, itu merangkum logika Allah, logika cinta, logika inkarnasi dan salib. Allah tidak membiarkan keselamatan kita jatuh begitu saja dari langit, seperti orang yang memberikan sedekah dari kelimpahan mereka yang disertai rasa altruisme dan kesalehan. Kasih Kristus itu berbeda! Ketika Yesus melangkah ke air di sungai Yordan dan dibaptis oleh Yohanes Pembaptis, Ia melakukanNya bukan karena Ia membutuhkan pertobatan atau konversi. Dia berada di antara orang-orang yang membutuhkan pengampunan, di antara kita orang-orang berdosa, dan untuk mengambil pada diriNya sendiri beban dosa-dosa kita. Dengan cara ini Ia memilihuntuk menghibur kita, untuk menyelamatkan kita, untuk membebaskan kita dari kesengsaraan kita. Hal ini mengejutkan bahwa Sang Rasul menyatakan bahwa kita dibebaskan, bukan oleh kekayaan Kristus, tetapi oleh karena kemiskinan-Nya. Namun St. Paulus juga menyadari "kekayaan Kristus yang tidak terduga itu…" (Ef 3:8), bahwa Ia adalah "ahli waris dari segala sesuatu" (Ibr 1:2).

Jadi, apa kemiskinan ini yang mana Kristus membebaskan dan memperkaya kita? Ini adalah caraNya untuk mengasihi kita, caraNya menjadi tetangga kita, seperti orang Samaria baik hati yang adalah tetangga dari seorang yang ditinggalkan setengah mati di pinggir jalan (lih. Luk 10:25).  Sehingga yang memberi kita kebebasan sejati, keselamatan dan kebahagiaan sejati adalah kasih sayang, kelembutan dan solidaritas cintaNya. Kemiskinan Kristus yang memperkaya kita adalah kemauanNya mengambil kemanusiaan dan menutupi kelemahan dan dosa-dosa kita sebagai ungkapan kasih sayang Allah yang tak terbatas kepada kita. Kemiskinan Kristus adalah harta terbesar kita semua: kekayaan Yesus adalah bahwa ketaatan tak terbatas kepada Allah Bapa, kepercayaan yang konstan, keinginanNya yang selalu dan hanya untuk melakukan kehendak Bapa dan memberi kemuliaan bagi BapaNya. Yesus kaya dengan cara yang sama sebagai anak yang merasa dicintai dan yang mencintai orang tuanya, tanpa meragukan cinta dan kelembutan mereka untuk sesaat. Kekayaan Yesus terletak pada keberadaannya sebagai Anak; hubungan unikNya dengan Bapa adalah hak prerogatif dari kedaulatan Mesias yang miskin ini. Ketika Yesus meminta kita untuk mengambil dariNya "kuk yang mudah", ia meminta kita untuk diperkaya oleh-Nya "kemiskinan yang kaya "dan" kekayaan yang miskin"-milikNya, untuk berbagi semangat berbakti dan persaudaraan, untuk menjadi putra dan putri dalam Anak, saudara dan saudari dalam Saudara Sulung yang dilahirkan (lih. Rom 8:29).

Seperti yang telah dikatakan bahwa satu-satunya penyesalan yang nyata terletak pada tidak menjadi orang suci (L. Bloy), kita juga bisa mengatakan bahwa hanya ada satu jenis nyata kemiskinan: tidak hidup sebagai anak-anak Allah dan saudara-saudari Kristus.

Kesaksian kita

Kita mungkin berpikir bahwa "jalan" kemiskinan adalah cara Yesus, sedangkan kita yang datang setelah Dia dapat menyelamatkan dunia dengan sumber daya manusia yang tepat. Bukan ini permasalahannya. Di setiap waktu dan tempat, Allah terus menyelamatkan umat manusia dan dunia melalui kemiskinan Kristus, yang membuat diriNya miskin dalam sakramen-sakramen, dalam Sabda dan Gereja-Nya, yang merupakan orang-orang yang miskin. Kekayaan Allah mengalir tidak melalui kekayaan kita, tapi selalu dan secara eksklusif melalui kemiskinan personal dan komunal kita dengan dihidupi oleh semangat Kristus.

Dalam mengikuti  teladan Guru kita, kita orang Kristen dipanggil untuk menghadapi kemiskinan saudara-saudari kita, menyentuhnya, menjadikannya milik kita sendiri dan untuk mengambil langkah-langkah praktis untuk mengurangi itu. Kemelaratan tidak sama dengan kemiskinan: kemelaratan adalah kemiskinan tanpa iman, tanpa dukungan, tanpa harapan.  Ada tiga jenis kemiskinan: material, moral dan spiritual. Kemelaratan materi adalah apa yang biasanya disebut kemiskinan dan mempengaruhi orang-orang yang hidup dalam kondisi berlawanan dengan martabat manusia: mereka yang tidak memiliki hak-hak dasar dan kebutuhan seperti makanan, air, kebersihan, pekerjaan dan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang dalam budaya. Menanggapi kemiskinan ini, Gereja menawarkan bantuannya, diakonianya, dalam memenuhi kebutuhan tersebut dan membebat luka-luka yang menodai wajah kemanusiaan. Dalam kemiskinan dan keterbuangan kita melihat wajah Kristus, dengan mengasihi dan membantu orang miskin, kita mengasihi dan melayani Kristus. Upaya kita juga diarahkan untuk mengakhiri pelanggaran martabat manusia seperti diskriminasi dan kekerasan di dunia, yang kini sangat sering menjadi penyebab kemiskinan. Ketika kekuasaan, kemewahan dan uang menjadi berhala, mereka mengambil prioritas di atas keadilan kebutuhan pemerataan. Hati nurani kita butuh dikonversikan ke keadilan, kesetaraan, kesederhanaan dan berbagi.

Tidak kurang dalam perhatian juga ialah kemiskinan moral, yang terdiri dalam perbudakan wakil dan dosa. Berapa banyak rasa sakit disebabkan dalam keluarga karena salah satu anggota mereka – yang umumnya orang muda - ialah menjadi budak alkohol, narkoba, perjudian atau pornografi! Berapa banyak orang yang tidak lagi melihat makna dalam hidup atau prospek untuk masa depan, berapa banyak yang telah kehilangan harapan! Dan berapa banyak yang terjun ke kemiskinan ini dengan kondisi sosial yang tidak adil, pengangguran, yang menghilangkan martabat mereka sebagai pencari nafkah, dan dengan kurangnya akses yang sama terhadap pendidikan dan kesehatan. Dalam kasus tersebut, kemiskinan moral dapat dianggap sebagai bunuh diri yang akan datang. Jenis kemiskinan, yang juga menyebabkan kehancuran finansial, yang selalu terkait dengan kemiskinan spiritual yang kita alami ketika kita berpaling dari Allah dan menolak kasih-Nya. Jika kita berpikir kita tidak membutuhkan Allah yang menjangkau kita bahkan Kristus, karena kita percaya bahwa kita dapat melakukannya sendiri, kita menuju ke suatu kejatuhan. Hanya Allah sendiri yang benar-benar dapat menyelamatkan dan membebaskan kita.

Injil adalah antidot nyata untuk kemiskinan spiritual: ke mana pun kita pergi, kita dipanggil sebagai orang Kristen untuk memberitakan kabar pembebasan, bahwa pengampunan atas dosa-dosa yang telah dilakukan adalah suatu hal yang mungkin, bahwa Allah lebih besar dari situasi kedosaan kita, bahwa Ia dengan kehendak bebasnya mengasihi kita setiap saat dan bahwa kita diciptakan untuk persekutuan dan hidup kekal. Tuhan meminta kita untuk menjadi pembawa pesan sukacita, rahmat dan harapan ini! Adalah suatu hal yang mendebarkan, mengalami sukacita untuk menyebarkan kabar baik ini, berbagi harta yang dipercayakan kepada kita, menghibur yang patah hati dan menawarkan pengharapan kepada saudara-saudari yang mengalami kegelapan. Ini berarti mengikuti dan meniru Yesus, yang mencari orang miskin dan orang-orang berdosa sebagai seorang gembala yang dengan penuh kasih mencari domba yang hilang. Dalam persatuan dengan Yesus, kita berani bisa membuka jalur baru evangelisasi dan promosi kemanusiaan.

Saudara-saudari yang terkasih, mungkin dalam masa Prapaskah ini ditemukan bahwa seluruh Gereja siap untuk bersaksi kepada semua orang yang tinggal dalam kemelataran material, moral dan spiritual menurut pesan Injil yang penuh belas kasih dari Allah, Bapa kita, yang siap untuk merangkul semua orang di dalam Kristus. Kita bisa menjadi seperti ini, ketika kita meniru Kristus yang menjadi miskin dan memperkaya kita dengan kemiskinanNya. Prapaskah adalah waktu yang tepat untuk penyangkalan diri, kita akan melakukannya dengan baik untuk bertanya pada diri sendiri apa yang bisa kita berikan dalam rangka untuk membantu dan memperkaya orang lain dengan kemiskinan kita sendiri. Janganlah kita lupa bahwa kemiskinan nyata sangatlah menyakitkan: tidak ada penyangkalan diri yang nyata tanpa dimensi penebusan dosa ini. Saya tidak percaya suatu  amal kasih yang sia-sia dan tidak meyakiti.

Semoga Roh Kudus , melalui kita "sebagai orang miskin, namun memperkaya banyak orang; sebagai orang tak bermilik, sekalipun kami memiliki segala sesuatu." (2 Kor 6:10), mendukung kita dalam resolusi dan meningkatkan kepedulian dan tanggung jawab untuk kemiskinan manusia, sehingga kita bisa menjadi penuh belas kasihan dan bertindak dengan belas kasih. Dalam mengungkapkan harapan ini, saya juga berdoa agar setiap anggota umat beriman dan setiap komunitas Gereja akan melakukan perjalanan Prapaskah yang berbuah. Saya meminta Anda semua untuk berdoa bagi saya. Semoga Tuhan memberkati Anda dan Bunda kita menjaga Anda.

Dari Vatikan, 26 Desember 2013 Pesta Santo Stefanus, Diakon dan Martir Pertama.

Pesta-pesta Bunda Maria di Gereja Timur

Oleh Rm. Anthony Teolis, C.PP.S. dari CATHOLIC DIGEST yang diterjemahkan oleh PM

Banyak pesta Maria yang populer berasal dari liturgi Katolik Ritus Timur, terutama dari Gereja Yunani. Memang, melihat dari dekat doa-doa yang digunakan oleh Ritus Romawi dalam setiap kesempatan untuk menghormati Bunda Maria memperlihatkan bahwa kebanyakan hanya merupakan pernyataan kembali yang diterjemahkan dari doa-doa Ritus Timur. Liturgi Bizantium, khususnya, kaya akan himne-himne Maria, syair-syair pujian, dan doa-doa. Hal yang sama juga dapat dikatakan dari Gereja-Gereja Ethiopia dan Syria.

Namun tidak semua Gereja-Gereja Katolik Byzantium dan Gereja-Gereja Ortodoks berbagi pesta-pesta Maria yang sama. Beberapa khusus untuk Gereja atau kelompok etnis tertentu. Karenanya pesta-pesta yang dipelihara di sini adalah yang paling banyak dirayakan. Melkite, contohnya, memperingati pesta Romanus sang penyanyi, dan Rasul Ananias, pada tanggal 1 Oktober dan bukan merayakan pesta Maria berupa pesta Kerudung Pelindung Bunda Maria. Selain itu, kebanyakan pesta-pesta Maria di Gereja-Gereja Timur cenderung dikaitkan dengan peristiwa-peristiwa sejarah atau dengan penampakan-penampakan Maria.

Tidak mengherankan, banyak himne Maria yang indah, kaya dalam tradisi dan devosi, dinyanyikan dengan puji-pujian dalam Gereja-Gereja Tmur sebagai penghormatan Maria. Byzantium, contohya, memiliki ratusan kontaks, atau doa-doa pendek berdasarkan Kitab Suci, dan ribuan tulisan-tulisan yang menghormati Bunda Maria. Semuanya itu menempati lebih dari 20 volume yang besar sekali. Masih terdapat pula lainnya, yang kini hilang atau tidak diedit, yang mampu mengisi lebih banyak buku. Doa-doa liturgis Byzantium terbanyak berisikan kemuliaan dan pujian kepada Bunda Maria, sama halnya dengan Misteri-Misteri Rosario dari Ritus Romawi. 

Komposer lagu-lagu Maria di Timur yang terkenal meliputi S. Gregorius dari Cappadocia, S. Yohanes Krisostomus dan S. Efraim, pujangga dan penggubah himne-himne Maria yang pertama.
Salah satu ekspresi devosi Maria yang paling terkenal dari Gereja Timur adalah Himne Akathistos. Bagian-bagiannya dilagukan dalam gereja-gereja Ritus Byzantium pada empat hari Sabtu Pertama dari Masa Pra-Paskah, dan keseluruhan lagu himne tersebut dinyanyikan pada hari Sabtu kelima, atau Sabtu Akathistos. Karya agung epik yang panjang ini, demi menghormati peristiwa Kabar Gembira, mengisi hampir 30 halaman dari pamflet yang normal. Ketika himne ini dinyanyikan seluruhnya, umat diperbolehkan duduk hanya selama tiga interval dari lagu tersebut, yang dimaksudkan agar umat bernyanyi berdiri sebagai tanda kegembiraan dan pujian kepada Sang Perawan.

Tahun liturgis dari Gereja Timur dimulai pada 1 September dengan pesta Bunda Maria dari Miasena, dan bukan pada Minggu pertama Advent, sebagaimana di Gereja Barat, atau Gereja Katolik Roma. Hari itu memperingati penemuan kembali yang ajaib dari sebuah ikon Maria di danau biara di Miasena, Armenia, sekitar tahun 850. Pada pesta ini, orang-orang berdoa mohon perlindungan dan bimbingan khusus Maria.

Kerudung Pelindung
Satu bulan kemudian, pada 1 Oktober, beberapa orang Kristen Timur merayakan pesta Kerudung Pelindung Bunda Maria, yang berasal dari tahun 910. Selama epidemik yang mengerikan di Konstantinopel, seorang pria bernama Andrew, ketika berdoa di gereja, memperoleh penampakan dari Bunda Allah, yang ditemani oleh S. Yohanes Pembaptis dan S. Yohanes Krisostomus.

Sementara melayang di atas tabernakel, Maria melepas kerudung dari kepalanya dan membentangkannya seperti jika melindungi kota itu. Sejak kejadian itu, wabah dilaporkan telah berakhir. Pesta ini, yang memperingati perantaraan Bunda Maria, membawa juga kepada sebuah ikon khusus yang dibuat tangan yang melukiskan kejadian yang terkenal itu.

Live-Giving Fountain
Kepercayaan dan iman orang-orang Kristen Timur yang dimiliki dalam kuasa Maria itu juga cukup terlihat pada hari Jumat setelah Paskah, selama pesta Bunda Maria dari Life-Giving Fountain (Air Mancur Pemberi Kehidupan). Doa-doa liturgis yang masih digunakan itu bercerita tentang penampakan Santa Perawan yang disaksikan oleh Kaisar Leo I oada sebuah tempat suci yang berlokasi dekat kota Konstantinopel tahun 474. Maria, sebagaimana dikisahkan, menunjuk sebuah mata air kepada sang kaisar yang buta. Setelah mencuci di sana, sang pria disembuhkan.

Beberapa waktu kemudian, Kaisar Justin membangun sebuah gereja pada tempat yang sama. Dan berabad-abad kemudian, selama Perang Dunia I, ribuan peziarah lokal pergi ke Life-Giving Fountain untuk memohon perdamaian. Seringkali dijuluki sebagai “Lourdes dari Timur”, air tersebut masih menarik orang-orang sakit dan lumpuh, yang seringkali datang ke sini untuk berendam dan berdoa demi kesembuhan.

Secara historis, 11 Maret memperingati berdirinya kota Konstantinopel oleh Kaisar Konstantin pada tahun 330. Dan segera setelah berdiri, perayaan peringatan Konstantinopel mulai memasukkan Maria, yang dikenal sebagai Pelindung Agung dari kota tersebut. Tidak hanya kota itu yang didedikasikan kepada Bunda Maria, tetapi banyak gereja dan monumen yang indah di sini yang juga dibangun untuk menghormatinya dengan nama mencolok, seperti Yang Tak Bernoda, Penuh Rahmat, Penderma, Harapan Baik, dan Pembebas Dukacita.

Diyakini bahwa Konstantinopel menikmati perlindungan khusus Maria dalam menghadapi serangan Persia pada tahun 625 karena devosi rakyatnya pada jubah Maria, yang telah digantung di gereja Blakhernae sejak tahun 473. Peringatan pengaruh khusus Maria pada tanggal 31 Mei ini juga bersamaan dengan perayaan Kunjungan Maria kepada Elizabeth, sepupunya, di Ritus Romawi.

Dalam tradisi Timur, Thanksgiving meresapi lagu liturgis hari itu sebagaimana diperlihatkan dalam bagian berikut:

“Bunda Perawan, Penghibur umat manusia, engkau telah menganugerahkan jubah dan sabuk dari tubuh sucimu sebagai mantel pelindung atas kota. Melalui keibuanmu yang perawan, mereka tetap utuh, karena melalui engkau, alam dan waktu diperbarui. Karenanya, kami mohon dengan sangat kepadamu untuk memberikan keamanan ke kotamu dan untuk menunjukkan belas kasihan yang besar kepada jiwa-jiwa.”

Sebuah keyakinan akan Maria Diangkat ke Surga juga telah berakar secara mendalam dalam hati orang-orang Kristen Timur. Setiap tanggal 15 Agustus, pada kenyataannya, mereka merayakan pesta Tertidurnya Perawan Suci. Meskipun kata “tertidur” secara literal mengacu pada “Sang Perawan yang jatuh tertidur”, namun jelas dari doa-doa yang digunakan bahwa pemohon sedang mengenang Maria Diangkat ke Surga karena “makam dan kematian tidak dapat mempertahankan tidur Sang Bunda Allah.”


Akaftisi, atau vigili dan lagu tiap malam, khusus dari biara-biara Oriental mendahului upacara Tertidurnya, yang itu sendiri adalah puncak dari keseluruhan bulan yang didedikasikan kepada Sang Perawan. Dan, di hampir setiap desa dan kota, para peziarah berdatangan ke gereja-gereja dan tempat suci Bunda Maria pada saat ini untuk mencari bantuan dan perlindungannya. Tahun liturgis Gereja-Gereja Timur berakhir sebagaimana tahun itu dimulai, dengan sebuah pesta untuk menghormati Bunda Perawan. Pada tanggal 31 Agustus, pesta Sabuk Bunda Maria memperingati tempat bersemayamnya sabuk Maria dalam gereja Khalkoprateia tahun 940. Peninggalan ini, konon, dibawa dari Yerusalem di zaman kuno sebagai salah satu dari pakaian Maria yang jarang bersisa.


Sebagaimana terlihat dari masa ke masa dalam budaya, sejarah, dan liturgi Timur, Gereja-Gereja Timur ini selalu memiliki cinta yang mendalam dan personal untuk Perawan Maria. Namun, sama seperti kasih Allah yang tidak terbatas, demikian juga, dalam dan abadinya rasa hormat dan pemujaan Maria adalah umum untuk kebanyakan orang Katolik di seluruh dunia. Sementara Katolik Roma dan tetangga Timur mereka tidak selalu setuju pada semua masalah, Maria terus menjadi sumber persatuan dan harapan melampaui segala zaman.

Vivit Dominus in cuius conspectu sto.
 
Toggle Footer
Top