Imam Katolik Timur Yang Menikah

Pastor Lawrence Cross, seorang Imam Katolik Rusia bersama istri dan anaknya
Didalam kekristenan Timur, antara Gereja Katolik Timur dan gereja-gereja Orthodox terdapat dua panggilan hidup bagi seorang Imam, dimana diantaranya adalah menapaki hidup didalam jenjang perkawinan dan tetap terikat dalam Tahbisan Imamat. Namun ada juga panggilan untuk hidup selibat seperti para Imam Katolik Roma. Panggilan untuk menjadi seorang Imam yang menikah, dipandang sebagai panggilan "untuk mencintai lebih" dan untuk memperluas kembali peran Imam didalam keluarga itu sendiri, ujar Pastor Katolik Rusia, Lawrence Cross.

Pastor Cross adalah seorang Professor dari Universitas Katolik Australia di Melbourne. Beliau pun adalah salah satu pembicara dalam “Seminar Krisostomus” di kota Roma pada tanggal 13 November 2012 lalu. Seminar ini sendiri diadakan untuk menelaah sekaligus juga memfokuskan kembali sejarah dan praktek imam yang hidup menikah didalam Gereja Katolik Timur.

Kitab hukum kanonik Gereja Katolik Timur yang berlaku atau Codex Canonum Ecclesiarum Orientalium, didalamnya dikatakan bahwa "didalam cara mereka menjalani kehidupan keluarga dan mendidik anak-anak mereka, para Imam yang telah menikah telah menunjukkan sebuah gaya hidup yang asing bagi umat beriman." Pembicara pada Konferensi Roma yang disponsori oleh Universitas Katolik Australia dan Institut studi Kekristenan Timur ‘Sheptytsky’ di Universitas Santo Paulus di Ottawa – berpendapat bahwa hidup panggilan sebagai imam yang menikah di Gereja Timur tidak dapat dipahami terpisah dari pemahaman tentang panggilan sakramental bagi pasangan umat yang menikah.

"Mereka yang dipanggil menjadi imam menikah dalam kenyataannya adalah dipanggil untuk menjalani sebuah jalan spiritual yang dimana pada tempat yang pertama ditandai dengan hubungan suami-istri dan sebuah keluarga," katanya, dan Tahbisan Imamat pun juga dibangun di atas panggilan mereka sebagai laki-laki yang menikah. Pastor Cross dan juga pembicara lain dalam Konferensi pun mendesak peserta seminar, untuk memahami martabat panggilan menikah seperti yang diwariskan oleh Beato Paus Yohanes Paulus II. Sebagai ekspresi sakramental kasih Allah dan sebagai jalan menuju kesucian terdiri dari tindakan sehari-hari dengan memberi diri dan pengorbanan yang dilakukan untuk demi kebaikan orang lain.

"Hidup menikah dan berkeluarga tidak bertentangan dengan pelayanan imamat," kata Pastor Cross. Seorang pria yang telah menikah dan juga telah ditahbiskan sebagai imam itu juga terpanggil "untuk mencintai lebih dalam lagi dan juga untuk memperluas rasa kasihnya kepada anak-anak dan kepada semua orang yang merupakan sebuah keluarga.”

Dominus illuminatio mea!
Diterjemahkan oleh Katolisitas Indonesia dari situs Patheos.com dengan beberapa pengubahan.

Novena Santo Yudas Tadeus


Rasul yang amat suci, Santo Yudas Tadeus, pelayan dan sahabat Yesus yang setia, Gereja Semesta menghormati dan memohon kepadamu, sebagai penolong dari masalah-masalah yang tampaknya tidak ada harapannya, hal-hal yang tidak ada jalan keluarnya. Doakanlah aku, karena aku merasa sendirian dan tidak mempunyai penolong. 

Iman Tidak Bisa Dinegosiasikan!

Paus Santo Fabianus saat mempertahankan imannya
Dalam homilinya yang singkat, Paus mengomentari bacaan-bacaan Alkitab pada hari Sabtu masa Oktaf Paskah:yang pertama merujuk kepada Petrus dan Yohanes yang memberikan kesaksian iman dengan berani di hadapan para imam kepala Yahudi meskipun menghadapi ancaman-ancaman, kemudian dalam bacaan Injil, Yesus yang bangkit menegur para rasul yang tidak mempercayai banyak orang yang telah meyakini melihatNya hidup. 

Respon Terhadap Surat Edaran Paskah Gereja Yesus Sejati Bagian II


Artikel ini adalah lanjutan dari artikel pertama, dituliskan khusus untuk menanggapi pernyataan dari surat edaran Paskah gereja Yesus sejati, mengenai penolakan terhadap Perayaan Paskah.
3. Asal-usul kata EASTER : 
1. Kata ini berasal dari nama dewi musim semi suku kuno Anglo Saxon (Inggris) yang bernama Eostre atau Ostara atau Ishtar

2. Funk & Wagnall’s Stand. Ref. encyclopedia mencatat: “Meskipun Paskah adalah perayaan Kristen namun…nama aslinya hilang di masa lalu yang suram. Beberapa sarjana percaya bahwa kata ini mungkin, bersumber dari Eastre, dewi musim semi dan dewi kesuburan suku Anglo Saxon, … Perayaan ini dilakukan pada “Titik Musim Semi Matahari” (The vernal equinox) … di sini tradisi digabung dengan perayaan … kelinci paskah adalah lambang kesuburan, sedangkan telur paskah yang dilukis menggambarkan sinar matahari pada musim semi. 

3. The Layman’s Bible encyclopedia (th. 1964) mencatat: Ostara/ Eostra (Easter) adalah sebuah perayaan penyembahan berhala pada musim semi yang jatuh pada “ the vernal equinox ” **, Adapun lambang dari perayaan ini adalah kebangkitan alam setelah musim dingin … kelinci … dan telur yang diwarnai yang melambangkan munculnya kembali matahari … Nama-nama yang berhubungan: Easter = Eostre = Isthar = Astarte (The queen of heaven) = Ashtoreth (Ibrani) = Asyera (1Raj 18:19). 
Respon: Ini keliru, Gereja Kristus yang Katolik telah mengarungi bahtera zaman dalam rentang waktu 2000 tahun lebih. Dan sekarang komunitas ini malah menyebut Perayaan Paskah yang dipelihara hampir ribuan tahun oleh Gereja Katolik lalu tiba-tiba lenyap sendiri, apakah hal itu masuk di akal? Tidak bisakah Kristus yang merupakan sumber dari Perayaan Paskah itu menjaga perayaan umatNya yang ditujukan kepada KebangkitanNya? Bukankah Yesus sendiri berkata "dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman" (Mat 28:20). Apabila komunitas ini berpendapat seperti ini maka yang menjadi pertanyaannya sekarang adalah siapa meneruskan ajaran- ajaran sejati dari para Rasul? 

Memang kini banyak sekali orang yang menduga bahwa Easter berasal dari nama dewi Isthar atau dewi Eostre/Ostara. Memang sekilas bunyinya mirip, seperti halnya juga, bahwa besar kemungkinan kata “Easter” berakar dari kata “Eostur”, yang berarti “musim kebangkitan” (season of rising) yang mengacu kepada musim semi. Maka kata “Easter” digunakan di Inggris, “Eastur” di bahasa Jerman kuno, sebagai kata lain musim semi. Sedang di negara- negara lain, digunakan istilah yang berbeda: “Pascha” (bagi Latin dan Yunani), ” Pasqua” (Italia), “Pascua” (Spanyol), “Paschen” (Belanda), …dst yang semua berasal dari kata Ibrani (“Pesach”) yang artinya “Passover”. 

Namun jika kita melihat kepada bahasa Jerman, kata Ostern (yang artinya Easter) berasal dari kata Ost (east atau terbitnya matahari), dan berasal dari bentuk kata Teutonik yaitu erster (artinya yang pertama/ first) dan stehen (artinya berdiri/ stand) yang kemudian menjadi ‘erstehen’ (bentuk kuno dari kata kebangkitan/ resurrection), yang kemudian menjadi ‘auferstehen’ (kata kebangkitan dalam bahasa Jerman sekarang). 

Jadi kata Ester/Eostur dalam bahasa Inggris yang berubah menjadi Easter, adalah setara dengan kata Oster dalam bahasa Jerman yang kemudian menjadi Ostern. Maka jika ada kemiripan bunyi Easter dengan Isthar itu hanya kebetulan, dan tidak dapat dipaksakan bahwa bahwa keduanya berhubungan. Ini serupa dengan memaksakan kata “belum” dalam bahasa Indonesia, yang dianggap mengacu kepada kata “bloom” (artinya berkembang) dalam bahasa Inggris, yang bunyinya mirip tapi tidak ada hubungan sama sekali, karena artinya pun lain. Jadi bukan berarti karena sebutan Easter mirip dengan Isthar atau Eostre, maka ucapan “Happy Easter” berkaitan dengan penyembahan berhala. Sebab bagi umat Kristen, perayaan Easter/ Pascha/ Paska itu bersumber dari penggenapan nubuat Perjanjian Lama di dalam kurban Salib Kristus yang memberikan buah Kebangkitan.

Dengan demikian bukan berarti karena sebutan Easter mirip dengan Isthar atau Eostre, maka ucapan “Happy Easter” berkaitan dengan penyembahan berhala. Sebab bagi umat Kristen, perayaan Easter/ Pascha/ Paska itu bersumber dari penggenapan nubuat Perjanjian Lama di dalam kurban Salib Kristus yang memberikan buah Kebangkitan. Jangan lupa bahwa sedikit banyak nama hari- hari dalam bahasa Inggris semua dapat dihubungkan dengan asal- usul pagan. Sebab Sunday, berkaitan dengan matahari (Sun), Monday, dengan bulan (moon), Tuesday dengan dewa Tiu, Wednesday dengan dewa Woden, Thursday dengan dewa Thor, Friday dengan Freya, Saturday dengan Saturnus. Dan saya yakin bahwa komunitas gerejawi Yesus sejati yang berdomisili di Negara Inggris pasti menggunakan kata-kata ini jadi jika mau konsisten, sebaiknya mereka yang menolak menyebut Easter, juga menolak semua nama hari dalam bahasa Inggris yang kedengarannya juga berbau pagan.

Mungkin menarik untuk diketahui bahwa William Tyndale (1494-1536), seorang tokoh pemimpin Protestan, ahli dan penerjemah Kitab Suci yang terkenal, adalah yang pertama kali memasukkan kata “Easter” di dalam Kitab Suci terjemahan bahasa Inggris, dan bersamaan dengan itu ia juga menyebutkan kata Passover. Jadi penggunaan kata “Easter” itu bukan ‘penemuan’ Gereja Katolik. Menurut St Beda (wafat tahun 735), seorang sejarahwan besar Abad Pertengahan, istilah Easter (yang berarti Paskah) tampaknya bermula di Inggris sekitar abad kedelapan. Kata “Easter” berasal dari kata “Eoster”, nama dewi Teutonic, dewi terbitnya terang hari dan musim semi dan kurban-kurban tahunan sehubungan dengannya. Jika inilah asal kata Easter, maka Gereja “membaptis” nama tersebut, dan mempergunakannya untuk menunjuk pada pagi hari Minggu Paskah pertama ketika Kristus, Terang kita, bangkit dari makam dan ketika para perempuan mendapati makam kosong sementara fajar mulai menyingsing. 

Meski akar kata Easter secara etimologis ada hubungannya dengan nama seorang dewi kafir ataupun upacara-upacara kafir, namun makna perayaan yang dikandung dalam kata ini tak diragukan lagi sungguh Kristiani. Dengan demikian, tidak perlulah kita risau jika menggunakan kata “Easter”, karena bagi kita umat Kristiani kata itu tidak mengacu kepada Isthar, tetapi kepada “Eostur”, “erster- stehen/ erstehen” yang artinya mengacu kepada kebangkitan, yaitu Kebangkitan Kristus. Tidak seperti Hari Raya Natal yang ditetapkan pada tanggal 25 Desember dan “membaptis” perayaan matahari oleh bangsa kafir Romawi sebelumnya, Easter atau Paskah sungguh merupakan suatu perayaan yang unik.

Tentang telur Paskah: Jika kita membaca sejarah, kebiasaan orang menghubungkan musim semi dengan telur itu sudah ada sejak zaman dahulu kala, yaitu zaman Persia dan Mesir kuno, yang memulai tahun baru mereka pada musim semi. Telur dimaknai sebagai simbol kelahiran/ kehidupan baru. Maka mereka umumnya merayakan datangnya musim semi dengan saling menghadiahkan telur di antara mereka. Kebiasaan ini juga sudah dirayakan pada masyarakat Eropa. Ketika agama Kristen masuk, perayaan telur itu diberi makna yang rohani. Selain juga bahwa perayaan Paskah yang jatuh pada musim semi, maka telur juga diberi makna sehubungan dengan perayaan Paskah. Dalam Masa Paskah kita merayakan ataupun memperingati Pembaptisan kita yang maknanya adalah bahwa kita telah mati terhadap dosa, untuk hidup baru bersama Kristus. 

Demikian tertulis dalam surat Rasul Paulus kepada jemaat di Roma:“Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru…. Demikianlah hendaknya kamu memandangnya: bahwa kamu telah mati bagi dosa, tetapi kamu hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus.” (Rom 6:4,11)

Dengan demikian, Kekristenan mengangkat dan menguduskan suatu perayaan yang telah ada dalam sejarah kehidupan manusia. Salah satu prinsipnya adalah ‘Grace perfects nature‘/ Rahmat Tuhan menyempurnakan kodrat, artinya Tuhan tidak serta merta meniadakan apa yang telah terjadi secara kodrati/ alamiah. Sejak dahulu kala, manusia menghargai kehidupan dan datangnya musim semi yang menjadi pertanda permulaan kehidupan baru, setelah berbulan-bulan lamanya melalui musim dingin di mana alam seolah- olah telah mati. Perayaan kehidupan baru ini memiliki makna yang religius dengan adanya perayaan Misteri Paskah, yang olehnya kitapun dipersatukan dengan Kristus dalam kematian-Nya untuk dibangkitkan bersama-Nya. Melalui masa Prapaskah kita melewati masa pertobatan, yang mengingatkan kita agar mati terhadap dosa, untuk menyongsong kebangkitan Kristus, di mana kita juga akan dibangkitkan bersama-Nya untuk memperoleh hidup baru di dalam Dia.

Bahwa sekarang di internet kita lebih banyak mendapatkan informasi tentang telur Paskah daripada makna Paskah itu sendiri kemungkinan berkaitan dengan fakta bahwa makna telur sebagai simbol kehidupan baru dapat diterima setiap orang dari segala bangsa dan agama; sedangkan makna Paskah sebagai perayaan Kristus yang bangkit untuk memberi kehidupan baru dan kekal, itu hanya diterima oleh mereka yang percaya kepada Kristus. Namun sebaiknya ini tidak menyurutkan semangat kita untuk mewartakan Kristus, sebab Ia memberikan makna kehidupan baru yang lebih sejati daripada simbolisme sebutir telur.
3. Hasil Konsili Nicea (TH. 325) Gereja Katolik Roma :
1. Paskah/Easter harus dirayakan pada minggu pertama setelah bulan Purnama Paskah atau setelah “Titik Musim Semi Matahari” pada musim semi. (the vernal equinox).

2. Hari Paskah/Easter Day ditetapkan pada hari Minggu pertama setelah bulan purnama, setelah “the vernal equinox”, karena Juruselamat kita bangkit dari kematian pada hari Minggu.

Simbol-simbol Paskah
Telur paskah: 
1. Lambang kesucian Babel. Mereka percaya bahwa sebuah telur berukuran luar biasa telah jatuh dari langit di sungai efrat dan dari telur ini lahir Dewi Astarte (Easter/Paskah masa kini).

2. Bangsa Yunani mempunyai Telur suci Heliopolis dan Telur Thyphon.3. Gereja Katolik Roma mempunyai sebuah kantor perwakilan Ishtar - Bunda Kudus, yang di atasnya terdapat telur suci Heliopolis dengan telur Thypon pada kakinya.

Kelinci Paskah:
1. Menurut ensiklopedi Britanika:Kelinci Paskah telah memasuki kekristenan sejak zaman purbakala dan merupakan lambang kesuburan dan hidup baru (dari Mesir). 

2. Sebagai lambang kesuburan karena kelinci berkembang-biak sangat cepat. Dalam seni tradisional Kristen, kelinci menggambarkan “nafsu”; lukisan kadang menunjukkan seekor kelinci pada kaki bunda suci Maria, yang menandakan kemenangan atas godaan jasmani.
Respon: Pada awalnya, hari Paskah yang memperingati kebangkitan Kristus dirayakan 14 hari setelah “full moon of the vernal equinox“ yang berdasarkan pada perhitungan perayaan Passover (Paskah) Yahudi. Pada awalnya, perayaan Paskah bukan selalu jatuh hari Minggu, namun selalu jatuh 14 hari setelah full moon. Kemudian pada Konsili Niceae (tahun 325), hari Paskah ditetapkan pada hari Minggu pertama setelah full moon, dengan dasar yang paling utama adalah karena Kebangkitan Kristus jatuh pada hari Minggu. Karena hari Minggu menjadi suatu keputusan konsili untuk merayakan Paskah, maka hari Paskah tidak lagi terlalu persis 14 hari dari full moon. Oleh karena itu, perayaan Paskah bervariasi dari tanggal 22 Maret sampai 25 April. Walaupun tanggalnya bervariasi, yang terpenting adalah umat Allah merayakan hari Paskah, hari yang paling penting bagi umat Allah. (Tentang telur Paskah sudah dijawab diatas)

Kesalahan lain dari kutipan diatas adalah frase "Hasil Konsili Nicea (th.325) Gereja Roma Katolik", dengan frase ini, komunitas ini seolah-olah mengganggap bahwa Gereja Katolik hanya terdiri dari Gereja Katolik Roma saja. Padahal didalam Gereja Katolik masih ada 22 Gereja Katolik Timur yang merupakan sebuah Gereja sui iuris dan bukan hanya sekedar sebuah ritus saja. Konsili ini sendiri dipimpin oleh Uskup Hosius dari Cordoba sebagai utusan Paus St. Silvester bersama dengan dua orang Imam utusan Paus St. Silvester yaitu, Pater Vitus dan Pater Vinsensius. Hosius sendiri adalah orang yang pertama menandatangani seluruh dekrit Konsili Nicea. Ia menandatanganinya dalam nama, “Gereja Roma dan Gereja-gereja seluruh Italia, Spanyol dan seluruh Barat”.

Anda penasaran terhadap komunitas gerejawi Yesus sejati ini? 
Setelah browsing di Google beberapa hari yang lalu saya menemukan di biografi dari komunitas ini (silahkan klik ini). Ada beberapa kejanggalan bahkan tidak masuk diakal dalam biografi komunitas gerejawi ini. Contohnya saja ketika pendiri komunitas ini (Barnabas Zhang) mengganggap, bahwa ia telah bertemu dengan Yesus di dalam hutan. Kita pikir secara logis saja, Kristus itu mendirikan Gereja hanya 1, tidak pernah ia menyuruh seseorang untuk mendirikan gereja lain selain GerejaNya yang Katolik. Dan kita tahu, kita hidup didunia ini tidak sendirian, ada yang namanya iblis, kita tahu bahwa iblis itu tidak cerdas sekaligus ia juga tidak bodoh, ia bisa saja menyamar jadi Yesus atau Bunda Maria sekalipun“Hal itu tidak usah mengherankan, sebab Iblis pun menyamar sebagai malaikat Terang. Jadi bukanlah suatu hal yang ganjil, jika pelayan-pelayannya menyamar sebagai pelayan-pelayan kebenaran. Kesudahan mereka akan setimpal dengan perbuatan mereka” (2 Korintus 11 :14-15).

Contohnya pada peristiwa iblis yang menyamar menjadi Yesus dan Maria di Naju, Korea Selatan. Betapa banyak umat yang percaya bahwa Kristus telah menampakan diri, saya sendiri terkejut mengapa Gereja Katolik menolak peristiwa tersebut namun setelah saya lihat lebih lanjut ternyata si Yulia Kim yang mengalami peristiwa tersebut sombong. Ia hendak mendirikan Basilika di Bukit Naju dan menolak mengikuti deklarasi ordinaris dan petunjuk pastoralMengapa iblis sampai-sampai melakukan tindakan bodoh seperti ini? Karena Ia membenci kesatuan Gereja Kristus yang selama 2012 tahun kurang, dihantam oleh berbagai bidaah, persoalan, peperangan, berbagai macam isme namun terbukti hingga sekarang Gereja Katolik tetap utuh sepenuhnya.

Di biografi ini pula, komunitas ini mengaku-ngaku sebagai gereja non-denominasi. Saya rasa ini hanyalah topeng belaka, yang dijadikan sebagai pembeda dari gereja-gereja lainnya. Jika mau jujur pengajaran komunitas ini, 90 persen hampir mirip dengan saudara-i kita yang telah memisahkan diri yaitu Protestan. Kanon Alkitabnya pun sama (membuang 7 Kitab Perjanjian Lama), tidak ada penghormatan terhadap Bunda Maria dan kepada para Kudus lainnya. Perbedaan yang jelas terlihat antara komunitas gerejawi Yesus sejati ini dengan komunitas gerejawi Protestan adalah komunitas ini betul-betul menolak Perayaan Natal dan Paskah.

Gereja Katolik selalu mengingat janji Kristus bahwa Roh Kudus akan membimbing Gereja ke dalam seluruh kebenaran (Yohanes 16:13), maka teladan para rasul akan pengajaran iman itu juga dirumuskan dengan yang disebut suara Segenap Gereja yang adalah Suara Roh Kudus itu sendiri. Lalu Gereja bermusyawarah dalam merumuskan pengajaran iman dan hukum Gerejawi (Kis 15 : 22). Konsili Gereja ini dilaksanakan untuk memberikan jawab kepada pertentangan-pertentangan ajaran dalam tubuh jemaat (Kis 15 : 1 - 2),dan inilah Ketetapan Iman yang harus menjadi dasar yang diyakini agar seluruh jemaat menurutinya (Kis 16 : 4).

Karena suara segenap Gereja yang diperoleh melalui Musyawarah / Konsili ini disebut sebagai suara Roh Kudus sendiri, oleh karena itu suara Konsili inilah yang disebut tidak dapat salah (Infallibility). Dan komunitas ini menolak salah satu dari hasil keputusan Konsili Nikea yang merupakan Konsili Ekumenis pertama dalam Gereja Purba dengan mengganggap bahwa Paskah itu adalah hari raya Pagan/ penyembahan berhala, dan secara langsung komunitas ini sungguh-sungguh sudah melecehkan suara Roh Kudus dan menghina kerja keras dari Bapa Gereja. 

Kesimpulannya adalah bukan Gereja Katolik yang salah terhadap Perayaan Paskah namun penafsiran dan sekaligus kemampuan untuk membaca Kitab Suci komunitas inilah yang salah. Masih banyak lagi hal-hal yang tidak logis berkaitan dengan komunitas gerejawi ini, namun saya rasa cukup sampai disini saja. Semoga kita semakin hati-hati dalam mempercayai sesuatu. Apabila sesuatu hal, membuat kita semakin mencintai Kristus dan GerejaNya, maka sudah pantas kita menerimanya namun apabila itu menyesatkan, lebih baik kita tidak usah mendekat bahkan sebaiknya lari dari pada Iman kita diracuni. 

Katolisitas Indonesia, orang muda dan awam Katolik dari Keuskupan Banjarmasin.
Dominus illuminatio mea!

Respon Terhadap Surat Edaran Paskah Gereja Yesus Sejati Bagian I

Tampak sampul depan
Pertama-tama sebelum anda beranjak untuk melihat respon saya, terhadap surat edaran dari gereja Yesus sejati (kita sebagai umat Katolik lebih tepat apabila memanggil gereja saudara-saudari kita yang beragama Protestan, dengan sebutan komunitas gerejawi dan tidak tepat apabila kita menyebut mereka sebagai gereja). Maka terlebih dahulu saya akan mengajak anda sekalian untuk melihat bagaimana dan apa itu hari raya Kebangkitan Tuhan kita Yesus Kristus.

Paskah dalam berbagai bahasa memekai kata yang sama untuk menyebut Paskah Yahudi dan Paskah Kristiani yakni Pascha, Pasqua, Pesach, dll. Sedangkan didalam bahasa Inggris istilah untuk Paskah ialah Easter dan inilah kata kunci yang sering digunakan oleh orang yang tidak mengerti sejarah dan saking hebatnya kata “Easter” ini hingga membuat komunitas gerejawi Yesus sejati sampai tidak merayakan Paskah!

Asal muasal hari raya Paskah berasal dari perintah Allah sendiri (Im 23:4-5) untuk mengenang keluarnya Bangsa Israel dari tanah Mesir. Perayaan Paskah Kristiani memang banyak “berasal dari perayaan Paskah Yahudi”, oleh karena itu tidak bisa dikatakan, bahwa Paskah Yahudi dan Paskah Kristiani tidak ada hubungannya. Unsur pokok dari Perayaan Paskah itu sendiri yakni anak domba Paskah namun didalam Kekristenan hal itu ditiadakan karena kini Kristuslah yang menjadi domba Paskahnya (Yoh 1:29). Perjamuan domba Paskah dalam Gereja Katolik kini dirayakan dalam Misa Kamis Putih, secara nyata Kristus betul-betul hadir diantara umat beriman untuk mengenang Perjamuan Paskah, sekaligus sebagai tanda pengurbanan sendiri Tubuh dan DarahNya dan juga saat-saat terakhir dimana Ia bersantap dengan 12 Rasul yang begitu dikasihiNya (Mat 26:17). Inilah tanda dimana kita sebagai umat beriman dibebaskan dari perbudakan dosa dan dirubah menjadi manusia baru.

Dalam kegenapan waktu, Yesus datang sebagai “Anak Domba Allah” (Yoh 1:29). Ia adalah “Kristus, anak domba Paskah kita,” yang “sudah dikurbankan” (1Kor 5:7). Karena itu Santo Paulus berkata “marilah kita berpesta, bukan dengan ragi yang lama, yakni ragi keburukan dan kejahatan, tetapi dengan roti yang tidak beragi, yaitu kemurnian dan kebenaran” (1Kor 5:8).

Sekarang, setelah kita mengetahui bagaimana dan apa itu hari raya Paskah maka saya akan memaparkan disini respon saya terhadap ‘surat edaran’ yang dikeluarkan oleh komunitas gerejawi Yesus sejati. Perlu anda ketahui bahwa disini saya hanya akan merespon hal-hal yang tidak sesuai dengan ajaran Gereja Katolik namun hal itu dirujukan kepada Gereja Katolik. Tulisan dari edaran tersebut saya cantumkan berwarna biru sedangkan respon saya berwarna hitam.

Surat edaran dari komunitas gerejawi Yesus sejati ini bisa anda download disini (meskipun gaya penulisannya agak berbeda namun esensi dari edaran ini tidak jauh beda dengan yang punya saya).

1. Edaran ini mencantumkan kutipan dari Efesus 12:14-15 dan Kolose 2:14-17

Respon: Untuk merespon hal ini saya akan mencantumkan sebuah artikel dari Katolisitas.orgBanyak orang yang bingung tentang apakah Yesus membatalkan atau menggenapi Hukum Taurat. Didalam Matius 5:17 tertulis “Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.” Sedangkan didalam Efesus 2:15 tertuliskan “sebab dengan mati-Nya sebagai manusia Ia telah membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya, untuk menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diri-Nya, dan dengan itu mengadakan damai sejahtera.” 

1.  Moral Law atau hukum moral: Hukum moral adalah bagian dari hukum kodrati, hukum yang menjadi bagian dari kodrat manusia, sehingga Rasul Paulus mengatakan “Sebab dengan itu mereka menunjukkan, bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka dan suara hati mereka turut bersaksi dan pikiran mereka saling menuduh atau saling membela” (Rom 2:15). Contoh dari hukum ini adalah yang tertulis di 10 perintah Allah, dimana terdiri dari dua loh batu, yang mencerminkan kasih kepada Allah (perintah 1-3) dan juga kasih kepada sesama (perintah 4-10). Hukum kodrati ini adalah hukum yang tetap mengikat(bahkan sampai sekarang) dan digenapi dengan kedatangan Kristus, karena hukum kodrati ini adalah merupakan partisipasi di dalam hukum Tuhan. 
Dalam pengertian inilah maka memang Tuhan Yesus tidak mengubah satu titikpun, sebab segala yang tertulis dalam hukum moral ini (sepuluh perintah Allah) masih berlaku sampai sekarang. Dengan prinsip ini kita melihat bahwa menguduskan hari Sabat dan memberikan persembahan perpuluhan, sesungguhnya adalah bagian dari hukum moral/ kodrat, di mana umat mempersembahkan waktu khusus (Sabat) dan hasil jerih payah (perpuluhan) kepada Allah.

2. Ceremonial law atau hukum seremonial: sebagai suatu ekpresi untuk memisahkan sesuatu yang sakral dari yang duniawi yang juga berdasarkan prinsip hukum kodrat, seperti: hukum persembahan termasuk sunat (Kel 17:10, Im 12:3), perpuluhan (Mal 3:6-12), tentang kesakralan, proses penyucian untuk persembahan, tentang makanan, pakaian, sikap, dll. Hukum ini tidak lagi berlaku lagi dengan kedatangan Kristus, karena Kristus sendiri adalah persembahan yang sempurna, Kristus menjadi Anak Domba yang dikurbankan. Maka persembahan yang paling berkenan kepada Allah adalah kurban kita yang dipersatukan dengan korban Kristus dalam Ekaristi kudus. Itulah sebabnya di Gereja Katolik sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Yesus dan juga para rasul (Petrus dan Paulus) juga tidak mempermasalahkan makanan-makanan persembahan, karena bukan yang masuk yang najis, namun yang keluar. Ulasan ini dapat melihat di jawaban ini (silakan klik ini, dan juga klik ini). Kalau kita mau terus menjalankan hukum seremonial secara konsisten, maka kita harus juga menjalankan peraturan tentang makanan yang lain, seperti larangan untuk makan babi hutan, jenis binatang di air yang tidak bersisik (ikan lele), katak, dll. (Lih Im 11). 

3. Judicial law atau hukum yudisial: Ini adalah merupakan suatu peraturan yang menetapkan hukuman/ sangsi sehingga peraturan dapat dijalankan dengan baik. Oleh karena itu, maka peraturan ini sangat rinci, terutama untuk mengatur hubungan dengan sesama, seperti: peraturan untuk penguasa, bagaimana memperlakukan orang asing, dll. Contoh dari hukum yudisial: kalau mencuri domba harus dikembalikan empat kali lipat (Kel 22:1); hukum cambuk tidak boleh lebih dari empat puluh kali (Ul 25:3); mata ganti mata, gigi ganti gigi (Kel 21:24, Im 24:20, Ul 19:21); sangsi jika hukum perpuluhan dilanggar (lih. Bil 18:26,32). Setelah kedatangan Kristus, maka judicial law ini tidak berlaku lagi. Kalau kita mau konsisten, kita juga harus menjalankan hukuman rajam, hukum cambuk, dll. Di masa sekarang, hukum yudisial ditetapkan oleh penguasa/ pemerintah negara yang bersangkutan sebagai perwakilan dari Tuhan, sehingga hukum dapat ditegakkan untuk kepentingan bersama. Menarik bahwa Yesus tidak mengajarkan hukum yudisial, karena hal itu telah diserahkan kepada kewenangan otoritas pada saat itu. Dan kewenangan disiplin di dalam kawanan Kristus diserahkan kepada Gereja, di mana disiplin ini dapat berubah sejalan dengan perkembangan waktu dan keadaan. Ini juga yang mendasari perubahan Kitab Hukum Gereja 1917 ke 1983.

Dengan adanya penjelasan dari St. Thomas ini, maka, kita mengetahui bahwa memang Kristus merupakan penggenapan Hukum Taurat Musa. Dan dengan peranNya sebagai penggenapan, maka Kristus tidak mengubah hukum moral, namun hukum seremonial dan yudisial yang dulu tidak berlaku lagi, karena hukum- hukum tersebut hanya merupakan ‘persiapan’ yang disyaratkan Allah agar umat-Nya dapat menerima dan menghargai kesempurnaan yang diberikan oleh Kristus. Maka dalam PB, sunat, tidak lagi sunat jasmani, tetapi sunat rohani (Rom 2:29). 

Penekanan kerohanian ini juga nampak dalam pengaturan persembahan; sebab persembahan perpuluhan PL disempurnakan oleh perintah untuk memberi persembahan kepada Allah dengan suka cita sesuai dengan kerelaan hati (lih. 2 Kor 9:7). Dengan demikian, maka Allah tidak lagi memberikan patokan tertentu; dan pada orang-orang tertentu, “kerelaan hati dan sukacita” ini malah melebihi dari sepuluh persen. Kita ketahui dari kisah hidup para kudus, dan juga pada para imam dan biarawan dan biarawati, yang sungguh mempersembahkan segala yang mereka miliki untuk Tuhan.  Dengan demikian mereka mengikuti teladan hidup Kristus yang memberikan Diri-Nya secara total kepada Allah Bapa dan manusia. Di sinilah arti bagaimana penggenapan Hukum Taurat memberikan kepada kita hukum kasih yang baru. Yesus tidak membatalkan hukum Taurat, sebab dengan mengenal hukum Taurat, kita akan dapat lebih memahami Hukum Kasih yang diberikan oleh Kristus. 

Kristus yang telah bangkit
Demikian juga dalam hal hukum yudisial/ judicial law. Penggenapan PL oleh Kristus mengakibatkan dikenalnya nilai-nilai Injil secara universal di seluruh dunia. Maka prinsip martabat hak-hak azasi manusia ditegakkan secara umum di negara manapun, oleh pihak otoritas pemerintahan setempat. Atau, di dalam kalangan umat Allah, penetapan hukum yudisial ini diberikan Yesus kepada Gereja, seperti yang tertera dalam Kitab Hukum Kanonik. Gereja yang menjadi umat pilihan Allah yang baru mendapat kuasa untuk mengatur anggota-anggota-nya (lih. Mat 18:18) dan segala ketentuan hukum yudisial ini adalah berdasarkan ajaran Kristus. Dengan Kristus sebagai penggenapan Hukum Taurat, maka tidak lagi dikenal prinsip denda, ‘mata ganti mata dan gigi ganti gigi’ (Kel 21:24, Mat 5:58) namun kembali ke pengajaran asal mula ‘kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri’ (Mat 22:39), yang disempurnakan Kristus menjadi, ‘kasihilah musuhmu’ (Mat 5:44). 

Pemahaman kita akan perintah kasih yang diajarkan oleh Yesus ini akan dapat lebih kita hayati setelah pertama- tama mengetahui bahwa kita harus melakukan prinsip keadilan seperti yang sangat ditekankan di dalam PL. Baru setelah kita menerapkan prinsip keadilan, kita mengetahui bahwa ajaran Kasih Kristus di PB  ternyata jauh melampaui prinsip keadilan itu. Dengan pengertian ini maka Yesus memang tidak menginginkan seorangpun untuk menghilangkan satu titikpun dari hukum Taurat (lih. Mat 5:17-19), sebab Ia ingin agar kita dapat melihat secara utuh penggenapan dan penyempurnaan hukum Taurat itu dalam diri-Nya. 
2. Arti perayaan Paskah di kalangan kristen sekarang ini telah bergeser dari arti paskah yang sesungguhnya. Paskah sekarang ini dipakai untuk memperingati kebangkitan Yesus, padahal Tuhan Yesus tidak pernah memerintahkan umat-nya untuk memperingati kelahiran dan kebangkitan-nya. Dia hanya memerintahkan kita untuk memperingati kematian-nya, yaitu dalam Perjamuan Kudus (1Kor 11:23-26).
ResponKesimpulan yang terlalu jauh. Dari dulu hingga sekarang, Paskah merupakan Perayaan berkesinambungan Gereja Purba yang tetap dipelihara oleh Gereja Katolik, Paskah merupakan sebuah puncak dan perayaan terbesar dalam Gereja Perdana. Kematian Kristus itu akan menjadi sia-sia apabila Ia tidak bangkit. Kita pikir dengan akal sehat saja, apakah pernah Yesus menjatuhkan Alkitab dari Surga lalu berkata “Ambilah Kitab ini, percayalah kepada Buku ini karena inilah satu-satuNya sumber Iman yang sejati yang berasal dari padaKu?” Tapi mengapa banyak sekali orang yang hanya melandaskan Imannya pada Alkitab? Benda itu tidak pernah menyuruh kita untuk hanya percaya padanya.

Kita sebagai seorang Katolik, tidak hanya melandaskan Iman kita hanya kepada Alkitab saja. Namun pada 3 sumber Iman, Alkitab, Tradisi Apostolik dan Magisterium Gereja. Gereja Katolik selalu percaya bahwa Alkitab adalah tiang Iman yang derajatNya paling tinggi dari 3 sumber Iman (regula Fidei) namun tidak pernah mengganggap Alkitab sebagai satu-satunya sumber iman! Secara aktual Gereja Katolik mengakui Kitab Suci dan Tradisi Apostolik sebagai the supreme rule of faith (Regula Fidei Tertinggi). Kitab Suci dan Tradisi Suci adalah wahyu Ilahi, sementara Magisterium Gereja melayaninya. Berikut ini salah satu kutipan Dokumen Resmi Gereja Katolik: “Indeed, the word of God is given to us in sacred Scripture as an inspired testimony to revelation; togetherwith the Church’s living Tradition, it constitutes the supreme rule of faith.” (Paus Emeritus Benediktus XVI, Seruan Apostolik Verbum Domini, 30 September 2010).

Mereka sia-sia berkata tentang Kematian Kristus dan Perjamuan Kudus karena keduanya sangat erat berhubungan dengan Perayaan Paskah, sementara mereka sendiri mengganggap Paskah merupakan perayaan Pagan, tentu yang namanya Kematian Kristus dan Perjamuan Kudus sudah putus total dari komunitas gerejawi ini. Karena ketika kita merayakan Perayaan Ekaristi/Perjamuan Kudus/ Perjamuan Paskah kita seperti masuk ke dalam mesin waktu dimana kita umat Allah dihantar kembali, pada misteri Iman ke masa-masa dimana Kristus melakukan Perjamuan Paskah sekaligus tempat dimana Kristus merayakan Perjamuan untuk terakhir kalinya bersama ke 12 MuridNya. Perjamuan Paskah inilah yang menyelamatkan kita.

Kita dapat mempelajari apa yang dikatakan oleh Bapa Gereja perdana tentang Ekaristi dan silahkan bandingkan apa yang dikatakan oleh Bapa Gereja yang merupakan suara dari Roh Kudus dengan pengajaran komunitas ini. Apabila kita menelusuri jejak Gereja para Rasul maka kita akan berpikir sebelum Kitab Suci diterjemahkan oleh Santo Hieronimus dan dikanonkan oleh Paus Damasus I, apa yang menjadi landasan iman bagi umat beriman Gereja Perdana pada saat itu? 

 
Toggle Footer
Top