Imam Katolik Timur Yang Menikah

Pastor Lawrence Cross, seorang Imam Katolik Rusia bersama istri dan anaknya
Didalam kekristenan Timur, antara Gereja Katolik Timur dan gereja-gereja Orthodox terdapat dua panggilan hidup bagi seorang Imam, dimana diantaranya adalah menapaki hidup didalam jenjang perkawinan dan tetap terikat dalam Tahbisan Imamat. Namun ada juga panggilan untuk hidup selibat seperti para Imam Katolik Roma. Panggilan untuk menjadi seorang Imam yang menikah, dipandang sebagai panggilan "untuk mencintai lebih" dan untuk memperluas kembali peran Imam didalam keluarga itu sendiri, ujar Pastor Katolik Rusia, Lawrence Cross.

Pastor Cross adalah seorang Professor dari Universitas Katolik Australia di Melbourne. Beliau pun adalah salah satu pembicara dalam “Seminar Krisostomus” di kota Roma pada tanggal 13 November 2012 lalu. Seminar ini sendiri diadakan untuk menelaah sekaligus juga memfokuskan kembali sejarah dan praktek imam yang hidup menikah didalam Gereja Katolik Timur.

Kitab hukum kanonik Gereja Katolik Timur yang berlaku atau Codex Canonum Ecclesiarum Orientalium, didalamnya dikatakan bahwa "didalam cara mereka menjalani kehidupan keluarga dan mendidik anak-anak mereka, para Imam yang telah menikah telah menunjukkan sebuah gaya hidup yang asing bagi umat beriman." Pembicara pada Konferensi Roma yang disponsori oleh Universitas Katolik Australia dan Institut studi Kekristenan Timur ‘Sheptytsky’ di Universitas Santo Paulus di Ottawa – berpendapat bahwa hidup panggilan sebagai imam yang menikah di Gereja Timur tidak dapat dipahami terpisah dari pemahaman tentang panggilan sakramental bagi pasangan umat yang menikah.

"Mereka yang dipanggil menjadi imam menikah dalam kenyataannya adalah dipanggil untuk menjalani sebuah jalan spiritual yang dimana pada tempat yang pertama ditandai dengan hubungan suami-istri dan sebuah keluarga," katanya, dan Tahbisan Imamat pun juga dibangun di atas panggilan mereka sebagai laki-laki yang menikah. Pastor Cross dan juga pembicara lain dalam Konferensi pun mendesak peserta seminar, untuk memahami martabat panggilan menikah seperti yang diwariskan oleh Beato Paus Yohanes Paulus II. Sebagai ekspresi sakramental kasih Allah dan sebagai jalan menuju kesucian terdiri dari tindakan sehari-hari dengan memberi diri dan pengorbanan yang dilakukan untuk demi kebaikan orang lain.

"Hidup menikah dan berkeluarga tidak bertentangan dengan pelayanan imamat," kata Pastor Cross. Seorang pria yang telah menikah dan juga telah ditahbiskan sebagai imam itu juga terpanggil "untuk mencintai lebih dalam lagi dan juga untuk memperluas rasa kasihnya kepada anak-anak dan kepada semua orang yang merupakan sebuah keluarga.”

Dominus illuminatio mea!
Diterjemahkan oleh Katolisitas Indonesia dari situs Patheos.com dengan beberapa pengubahan.
 
Toggle Footer
Top