Gelar Patriark Barat-Paus Roma


Dalam membahas gelar “Patriarkh Barat”, perlu ditelaah kembali beberapa latar belakang historis yang berhubungan dengan primasi dan supremasi yang ada didalam diri seorang Paus, sebagai suksesor rasul Petrus. Sehubungan dengan otoritas Paus yang dipandang lebih tinggi daripada seluruh Uskup, meski Paus juga seorang Uskup Agung dari Keuskupan Agung Roma. Namun, tetaplah Paus memiliki otoritas yang unik dan tidak dimiliki oleh Uskup lainnya. Paus dalam segala tetek bengeknya memiliki beberapa gelar: Uskup Roma, Wakil Yesus Kristus, Suksesor Santo Petrus-Sang Pangeran para Rasul, Imam Agung Gereja Universal, Patriarkh Barat, Primat Italia, Uskup Agung Metropolit Provinsi Roma, Pemegang kedaulatan Negara Vatikan, Hamba dari Hamba Allah.

Gelar Patriarkh Barat ini muncul dalam dokumen-dokumen sepanjang sejarah. Gelar ini memberikan fakta bahwa Gereja perdana mengakui suatu kepemimpinan tertentu di antara para Uskup dari lima kota paling bergengsi di wilayah mediterania kuno; Roma, Antiokhia, Alexandria, Konstantinopel (salah satu kota dengan para Uskup Byzantine yang berusaha setengah mati untuk merebut urutan nomor dua setelah Roma) dan Yerusalem. Gelar ini diresmikan oleh Paus Theodorus I (642-649) saat Kekaisaran Romawi terbagi menjadi dua yaitu Roma di barat dan Konstantinopel di timur. Namun kisah dari gelar ini pupus saat Paus Benediktus XVI menanggalkannya pada bulan Februari 2006. Tindakan sri Paus dalam menanggalkan gelar ini memunculkan reaksi panas dari kalangan umat, kebingungan bahkan kekhawatiran.

Annuario Pontificio, buku tahunan resmi Vatikan, pada edisi terbarunya tahun 2006 silam, tidak lagi menyebutkan gelar Patriarkh Barat kepada Paus Benediktus XVI yang kala itu baru saja menjabat sebagai seorang Paus. Tindakan yang terbilang ekstrim ini dilakukan oleh Paus Benediktus bukanlah tanpa alasan, Paus Benediktus XVI yang kabarnya membuat keputusan sendiri untuk melepas gelar ini, berharap untuk menghilangkan konsep pemikiran bahwa Takhta Suci yang menggambarkan kemuliaan Gereja Barat maka seolah-olah terpisah dari Gereja Timur entah dalam tradisi ataupun hal lainnya. Gelar yang muncul secara tradisional sebelum “Primat Italia” yang jarang sekali digunakan setelah Skisma Besar 1054, ketika Gereja-gereja Orthodoks memisahkan diri dari Takhta Suci, ini sempat menghadapi beberapa rintangan. Beberapa teolog Katolik seperti Kardinal Yves Congar—berpendapat bahwa istilah “Patriarkh Barat” tidak memiliki dasar sejarah dan teologi yang jelas. Ini diperkenalkan kepada Nomenklatur Kepausan pada 1870 tepat pada saat Konsili Vatikan I.  "Menurut saya, Paus ingin menghilangkan sejenis komparasi dan sikapnya tersebut untuk merangsang lancarnya perjalanan ekumenis , " tandas Kardinal Silvestrini.

Paus Benediktus memilih untuk menghapus gelar ini pada saat diskusi ekumenis dengan Gereja-gereja Ortodoks untuk menekankan pelayanan Uskup Roma kepada seluruh komunitas Kristen, sebagai fokus persatuan dalam Gereja universal. Gelar-gelar yang ada melekat pada Paus ini telah berkembang selama berabad-abad, sebutan yang berbeda ini mencerminkan kuasa Paus dan otoritas Apostolik. Istilah "Paus" pada awalnya tidak selalu digunakan secara eksklusif untuk Uskup Roma. Hal ini diterapkan bagi uskup lain sampai abad ke-11, hingga Paus Gregorius VII mengeluarkan perintah bahwa gelar “Paus” hanya dikenakan oleh penerus Santo Petrus.

Gelar pertama untuk Paus ialah, " Uskup Roma" yang merupakan tampilan asli seorang Paus, yang dipilih oleh para Kardinal. Selanjutnya yaitu gelar "Wakil Yesus Kristus" dan “Suksesor Santo Petrus-Sang Pangeran Para Rasul” yang secara eksplisit dan implisit menyatakan peran Petrus sebagai pemegang kunci Kerajaan Surga yang telah ditunjuk oleh Kristus sendiri untuk menggembalakan Gereja-Nya. Gelar ini mulai digunakan pada abad ke-5 dan ke-6.

Dimulai pada abad ke-12, Paus menyatakan diri memiliki kewenangan yang lebih besar atas para uskup lainnya. Gelar “Imam Agung Gereja Universal” diresmikan. Kedudukan Petrus sebagai “Primus Inter Pares”, yang pertama dari antara yang lain, bukanlah suatu yang asing dari pewartaan Perjanjian Baru. Dia adalah pribadi yang mewakili Gereja menyatakan iman akan Yesus sebagai Putra Allah sehingga kemudian Petrus ditetapkan sebagai batu karang Gereja (bdk. Mat 16:13-20). Pilihan akan Petrus bukanlah karya manusia, melainkan buah rahmat ilahi, yang akannya manusia bisa taat. (Paus Benediktus XVI)

Gelar "Primat Italia”, " Uskup Agung Metropolit Provinsi Roma" dan "Pemegang Kedaulatan Negara Vatikan" adalah referensi otoritas hukum dan kanonik Paus seperti yang didefinisikan oleh hukum Gereja dan Perjanjian Lateran tahun 1929. Gelar terakhir yaitu, "Hamba dari Hamba Allah" menjadi penutup dari keseluruhan gelar Paus yang sangat jelas memberikan realitas bahwa Paus adalah seorang hamba. Sama seperti manusia biasa dengan segala sifat baik dan jahat, nafsu seksual dan dosa.


Dengan demikian, yang perlu digarisbawahi ialah, dengan melepas gelar Patriarkh Barat, Paus Benediktus XVI bukan seolah-olah takut bahwa gereja-gereja yang berada diluar Gereja Katolik tidak akan kembali ke rumah mereka, persatuan gereja-gereja itu pasti terjadi sesuai dengan doa Yesus sendiri, “Supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, didalam Aku dan Aku didalam Engkau, agar mereka juga didalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.” (Yoh 17:21). Sehingga, setiap orang Katolik terpanggil untuk membawa mereka semua pulang ke pangkuan Bunda Gereja melalui doa, dengan menjadi saudara mereka--bersaudara sebagai murid-murid Kristus.

Dominus illuminatio mea!
Vivit Dominus in cuius conspectu sto.

Nyanyian Liturgis Umat Dengan Bahasa Latin

Bahasa Latin adalah bahasa asli dari tradisi Liturgi Gereja Katolik Roma.

Walaupun Konsili Vatikan II telah memberi kelonggaran dalam penggunaan bahasa pribumi, namun Gereja Universal mengisyaratkan agar bahasa Latin masih harus tetap diindahkan. Harapan Gereja tersebut dituangkan dalam beberapa kaidah yang berhubungan dengan hal bahasa Latin dalam perayaan Liturgi, sebagai berikut:


(Bahasa Liturgi)
Ayat (1) Penggunaan bahasa Latin hendaknya dipertahankan dalam ritus-ritus lain, meskipun ketentuan-ketentuan hukum khusus tetap berlaku.

(Bahasa Latin dan bahasa pribumi dalam Perayaan Ekaristi)
Sesuai dengan artikel 36 Konstitusi ini, dalam Misa Suci yang dirayakan bersama umat, bahasa pribumi dapat diberi tempat yang sewajarnya, terutama dalam bacaan-bacaan dan “doa umat”, dan sesuai dengan situasi setempat—juga dalam bagian-bagian yang menyangkut umat. Tetapi, hendaknya diusahakan, supaya kaum beriman dapat bersama-sama mengucapkan atau menyanyikan dalam bahasa Latin, juga bagian-bagian Misa yang tetap menyangkut mereka. Namun, bila pemakaian bahasa pribumi yang lebih luas dalam Misa tampaknya cocok, hendaknya ditepati peraturan artikel 40 Konstitusi ini. Dimana bahasa pribumi sudah dipakai dalam Perayaan Ekaristi, para Waligereja setempat hendaknya meemutuskan apakah bermanfaat mempertahankan satu Perayaan Ekaristi atau lebih dalam bahasa Latin khususnya Perayaan Ekaristi dengan nyantian—di gereja-gereja tertentu, terutama di kota-kota besar, dimana banyak orang beriman dari dari berbagai bahasa datang berhimpun.
Bahasa Latin yang digunakan dalam Liturgi dan dalam nyanyian-nyanyian Gregorian, serta juga banyak dipakai dalam nyanyian-nyanyian polifoni gerejawi yang selaras dengan jiwa Liturgi, mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam tradisi Liturgi Gereja Katolik Roma. Namun, dengan suatu “penafsiran” mengenai pemberian kelonggaran dalam penggunaan bahasa masing-masing bangsa atau suku bangsa seperti diuraikan pada pasal-pasal di atas, sangat disayangkan akhir-akhir ini nyanyian-nyanyian Gregorian dan polifoni dengan bahasa Latin sudah semakin memudar dalam Perayaan Ekaristi Gereja Katolik (Indonesia), karena keengganan dan sikap kurang mendukung dari beberapa kalangan Gereja sendiri, dengan alas an “Umat tidak mampu menyanyi, tidak biasa mendengar atau mengucapkan kata-kata atau tidak mengerti bahasa asing (Latin).” (Bandingkan dengan umat dari agama-agama Islam, Buddha, Hindu, dll. yang tetap mempertahankan bahasa asli dan tradisi mereka dalam beribadat dengan nyanyian-nyanyian.)

Bahasa Latin hamper ditinggalkan dengan tidak benar dan seolah-olah akan dihilangkan dari keberadaannya dalam kehidupan Gereja. Misalnya, nyanyian-nyanyian Ordinarium dalam Bahasa Latin seperti Kyrie-Gloria-Sanctus-Agnus Dei; juga Credo (syahadat); Pater Noster (Bapa Kami), hampir dan seolah-olah sudah dianggap tidak diperlukan lagi, malah sering digantikan dengan Ordinarium yang bernuansa bangsa/etnis tertentu yang secara umum dirasakan tidak tepat, dalam Liturgi yang sedang dirayakan bersama umat dari berbagai macam bangsa (bdk. PUMRB, 41).

Kalau di daerah-daerah terpencil/misi, memang merayakan Perayaan Ekaristi dengan nyanyian menggunakan bahasa Latin agak sulit penerapannya. Oleh karena itu, masih perlu pengenalan dan pembelajaran lebih lanjut.

Marilah kita perhatikan hal berikut yang dinyatakan dalam Instruksi tentang musik didalam Liturgi-MUSICAM SACRAM bahwa,

Para gembala jiwa, sambil mempertimbangkan daya guna pastoral dan ciri khas bahasa mereka sendiri, hendaknya meneliti apakah bagian-bagian dari warisan musik ibadat yang ditulis dalam abad-abad yang silam untuk teks Latin, cocok juga digunakan bukan hanya dalam perayaan-perayaan liturgis dalam bahasa Latin, tetapi juga dalam bahasa pribumi. Sama sekali tidak dilarang bahwa bagian-bagian dalam satu Misa yang sama dinyanyikan  dan bahasa yang berbeda.
Sebenarnya, kalau kita membaca pasal-pasal di atas dengan teliti, Konstitusi tentang Liturgi Suci masih mengharapkan dan menganjurkan agar Misa Kudus dengan bahasa Latin masih bisa dan boleh dilaksanakan, walaupun harus diadakan penyesuaian dengan penggunaan bahasa Indonesia/daerah sesuai dengan Konstitusi tentang Liturgi Suci (KL) pasal 36 (2).

Hal-hal mengenai keberadaan bahasa Latin dalam Ritus Romawi, mari kita perhatikan harapan Paus Benediktus XVI dalam Anjuran Apostolik Pasca Sinode SACRAMENTUM CARITATIS, 22 Februari 2007, no.62,
… Untuk mengungkap lebihjelas kesatuan dan universalitas Gereja, saya ingin mendukung usulan yang dibuat oleh Sinode Para Uskup, selaras dengan arahan-arahan dari Konsili Ekumenis Vatikan II bahwa, dengan kekecualian pada bacaaan-bacaan homi dan doa umat, Liturgi-liturgi seperti itu dapat dirayakan dalam bahasa Latin.


Demikian juga, doa-doa yang cukup dikenal dalam tradisi Gereja hendaknya didaras dalam bahasa Latin dan kalau mungkin, hendaknya dilagukan beberapa nyanyian Gregorian terpilih. Berbicara secara lebih umum, saya minta agar imam-imam yang akan datang, sejak masa pendidikan mereka di seminari, memperoleh persiapan yang diperlukan untuk memahami dan merayakan Misa dalam bahasa Latin, dan juga untuk menggunakan teks-teks Latin serta melaksanakan nyanyian Gregorian; hendaknya mereka tidak lupa bahwa kaum beriman dapat diajar untuk mendaras doa-doa Latin dapat diajar untuk mendaras doa-doa Latin yang cukup lazim, dan juga melagukan bagian-bagian Liturgi dengan lagu Gregorian.
Hal ini bisa dipahami, karena bahasa tradisi Gereja ini telah digunakan dan diresmikan penggunaannya dalam Misa Kudus sejak Konsili Trente pada abad ke-16, yang dikenal dengan sebutan Misa Tridentine.

Layak untuk selalu disadari bahwa bahasa Latin adalah bahasa asli ibadat Grejea yang memiliki nilai tradisi sejarah Gereja dan nilai spiritual yang tinggi.

Vivit Dominus in cuius conspectus sto.

Karya Ambrosius Andi Kosasi yang dipublikasikan di Katolisitas Indonesia.

Statement Palsu Diatributkan Ke Paus Fransiskus

Paus Fransiskus
Teman-teman terkasih, kami telah diberitahu oleh banyak pembaca bahwa ada cerita-cerita yang saat ini beredar di Internet menyebarkan pernyataan-pernyataan dari Paus Fransiskus berkaitan dengan sejumlah isu, semisal dalam hal mengenai isi Kitab Suci, hubungan antar agama, pembaharuan ajaran Gereja, dan bahkan pengadaan "Konsili Vatikan Ketiga", yang adalah SALAH. Pernyataan-pernyataan ini disebarkan oleh sumber-sumber yang tidak diketahui. Oleh karena itu, kami ingin mengingatkan semua pembaca untuk berhati-hati dan tidak mempercayai berita terlalu cepat tentang Paus yang tidak berasal dari Vatikan.

Ada juga banyak troll (semacam pancingan) tak dikenal di jaringan sosial yang mencoba untuk mengedarkan informasi palsu, mengambil keuntungan dari fakta bahwa sangat mudah untuk "melempar batu dan sembunyi tangan".

Banyak juga yang tidak menyadari bahwa SEMUA PROFIL FACEBOOK PAUS FRANSISKUS / JORGE MARIA BERGOGLIO BUKANLAH HALAMAN RESMI DAN MEREKA BELUM MEMILIKI OTORITAS UNTUK SECARA RESMI MENYATAKAN PAUS, KARENA SEBAIKNYA MEREKA MENYATAKAN DENGAN JELAS BAHWA MEREKA HANYALAH “HALAMAN FANS”.

Kami mendorong semua pembaca untuk memeriksa sumber-sumber media resmi Vatikan untuk konfirmasi lebih lanjut terhadap pernyataan dari Paus Fransiskus , atau bahkan untuk memeriksa apa sebenarnya Beliau katakan yang mengacu pada isu-isu spesifik .

JIKA SEBUAH LAPORAN DI ATRIBUTKAN KEPADA PAUS OLEH BADAN/AGENSI MEDIA TIDAK MUNCUL PADA SUMBER MEDIA RESMI DARI VATIKAN, ARTINYA INFORMASI YANG MEREKA LAPORKAN TIDAK BENAR.

Di bawah ini adalah daftar media resmi Vatikan yang sebaiknya anda gunakan sebagai referensi yang valid untuk memastikan bahwa setiap pernyataan yang dilaporkan mengenai Paus adalah benar:

News.va: portal berita aggregator, yang melaporkan berita dan informasi dari semua media Vatikan dalam satu website, tersedia dalam lima bahasa: http://www.news.va

News.va juga memiliki halaman facebook: https://www.facebook.com/news.va

L' Osservatore Romano (Surat Kabar): http://www.osservatoreromano.va/en


VIS (Vatican Information Service): http://www.vis.va/


Centro Televisivo Vaticano (Pusat Televisi Vatikan): http://www.ctv.va

Vatican.va: situs resmi Takhta Suci, di mana Anda dapat menemukan teks lengkap dari semua pidato-pidato, homili dan dokumen Apostolik oleh Paus: http://www.vatican.va/

PopeApp: aplikasi resmi untuk smartphone yang didedikasikan untuk Paus (Copyright News.va)

@Pontifex: profil Twitter resmi dari Paus.

Kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda serta untuk pemberitahuan dan saran. Tolong bagikan informasi ini sebanyak mungkin kepada rekan-rekan anda! Terima kasih banyak!

Vivit Dominus in cuius conspectu sto!

[Pengumuman] Paus Fransiskus Umumkan 19 Nama Kardinal Baru (22 Februari 2014)


(Radio Vatikan) setelah doa Angelus (Malaikat Tuhan) pada hari Minggu, Paus Fransiskus mengumumkan nama-nama mereka yang akan menjadi Kardinal pada Konsistori mendatang.

Seperti yang telah diumumkan sebelumnya, pada tanggal 22 Februari, Pesta Takhta St. Petrus, saya senang untuk memimpin Konsistori, selama itu saya akan mengumumkan 16 Kardinal baru, yang berasal dari 12 negara dari berbagai belahan dunia, mewakili hubungan gerejawi yang mendalam antara Gereja Roma dan gereja lain di seluruh dunia . Hari berikutnya [23 Februari] saya akan memimpin sebuah konselebrasi meriah (Misa Kudus) dengan Kardinal baru, sementara itu pada tanggal 20 Februari dan 21 saya akan mengadakan konsistori dengan seluruh Kardinal untuk merefleksikan tema keluarga.

Berikut adalah nama-nama para Kardinal baru:
1. Pietro Parolin, Uskup Agung Tituler Acquapendente, Sekretaris Negara Vatikan.
2. Lorenzo Baldisseri, Uskup Agung Tituler Diocleziana, Sekretaris Jenderal Sinode Para Uskup.
3. Gerhard Ludwig Mulle , Uskup Agung - Uskup emeritus Regensburg, Prefek Kongregasi Ajaran Iman.
4. Beniamino Stella, Uskup Agung Tituler Midila, Prefek Kongregasi Para Imam.
5. Vincent Nichols, Uskup Agung Westminster (Inggris).
6. Leopoldo José Brenes Solorzano, Uskup Agung Managua (Nikaragua).
7. Gérald Cyprien Lacroix, Uskup Agung Québec (Canada).
8. Jean - Pierre Kutwa , Uskup Agung Abidjan (Pantai Gading) .
9. Orani João Tempesta, O.Cist . , Uskup Agung Rio de Janeiro (Brazil).
10. Gualtiero Bassetti, Uskup Agung Perugia - Città della Pieve (Italia).
11. Mario Aurelio Poli, Uskup Agung Buenos Aires (Argentina).
12. Andrew Yeom Soo jung , Uskup Agung Seoul (Korea).
13. Ricardo Ezzati Andrello, SDB, Uskup Agung Santiago del Cile (Chile).
14. Philippe Nakellentuba Ouédraogo, Uskup Agung Ouagadougou (Burkina Faso).
15. Orlando Quevedo B. , OMI, Uskup Agung Cotabato (Filipina).
16. Chibly Langlois, Uskup Les Cayes (Haïti).

Bersama dengan mereka, saya akan memasukkan anggota kedalam kolese Para Kardinal, tiga Uskup Agung Emeritus yang mahsyur karena pelayanan mereka kepada Takhta Suci dan Gereja .
Mereka adalah:
1. Loris Francesco Capovilla, Uskup Agung Tituler Mesembria.
2. Fernando Sebastián Aguilar, CMF, Uskup Agung Emeritus Pamplona.
3. Kelvin Edward Felix, Uskup Agung Emeritus Castries.

Marilah kita berdoa untuk Para Kardinal yang baru, yang dianugerahkan oleh kebajikan dan kepekaan oleh Tuhan Yesus, Gembala yang Baik, supaya mereka dapat membantu Uskup Roma secara efektif dalam pelayanan kepada Gereja Universal.

Vivit Dominus in cuius conspectu sto.
Diterjemahkan oleh Katolisitas Indonesia dari News. va English (Facebook)

[Kesaksian] Perjalanan dari gereja Episkopal ke Gereja Katolik

Perjalanan saya dari gereja Episkopal kepada Gereja Katolik

Rebecca Hoekstra dan keluarga
Saya dibesarkan di Protestan: non-denominasi dan kemudian Baptis. Saya hadir di Gereja setiap Minggu dan orang tua Saya yang berkomitmen untuk membaca Alkitab bersama kami di rumah. Ketika Saya berusia 19 tahun, seorang teman dan Saya memutuskan untuk pergi ke L'Abri di Inggris selama 6 bulan, terutama karena kami ingin melakukan perjalanan. L'Abri adalah pusat studi Kristen yang didirikan oleh Francis Schaeffer dan itu merupakan tempat yang baik bagi Saya, untuk mencoba mencari tahu apa yang Saya pikirkan tentang Tuhan. Saya tidak menggali terlalu dalam di bidang Teologi, tetapi sewaktu Saya berada di sana iman Saya malah diperkuat, membuat hal tersebut tidak hanya sekadar hadiah dari orang tua saya, tetapi suatu hal yang benar-benar saya pilih untuk percaya dengan diri Saya sendiri sebagai orang dewasa.

Ketika Saya berada di Inggris, Saya mulai menghadiri gereja Anglikan di seberang jalan dari L'Abri. Saya tidak pernah bertemu dengan liturgi sebelumnya dan menemukan suatu hal yang sangat indah. Ketika Saya pulang, meskipun Saya terdaftar di sebuah perguruan tinggi Baptis, Saya mulai mengunjungi gereja-gereja Episkopal (versi Amerika dari Gereja Anglikan) hanya karena Saya mencintai keindahan, kecantikan baik dalam desain gereja dan liturgi. Kencan pertama saya dengan calon suami saya, Duane, adalah untuk mendengar J.I Packer berkhotbah di gereja Episkopal di Dallas. Packer adalah seorang Anglikan, namun sangat populer dalam Evangelisasi dengan bukunya “Mengenal Tuhan”. Kami mulai menghadiri gereja Episkopal yang sama dan menikah sekitar delapan bulan kemudian.

Sulit untuk menjelaskan keindahan Ibadat Liturgi kepada siapa saja yang belum mengalaminya, tapi itu luar biasa dan sungguh menakjubkan. Liturgi adalah Trinitarian dan hormat, music nan megah dengan organ penuh, himne yang indah, dan kidungan Mazmur. Kami jatuh cinta dengan banyak hal lagi lebih sekadar satu sama lain dalam gereja Episkopal dan dikonfirmasi sekitar enam bulan setelah pernikahan kami.

Dalam gereja Episkopal ada beberapa gaya liturgi yang berbeda, yaitu yang disebut sebagai "gereja rendah" dan "gereja tinggi." Gereja rendah mungkin masih merasa "tinggi" untuk sebagian besar Protestan, tetapi memiliki cita rasa Protestan ketimbang gereja Tinggi . Gereja Tinggi juga disebut Anglo-Katolik dan telah mempunyai "bau dan lonceng," itu mungkin hal yang mendekatkan (keadaan) Surga di bumi yang pernah saya alami.

Empat tahun setelah kami menikah, kami memiliki anak pertama dan ia dibaptis di gereja yang sama di mana kami menikah. Sekitar setahun kemudian, meskipun kami pergi ke gereja Episkopal lain di Keuskupan Dallas untuk mendengarkan Thomas Howard, saudara Elisabeth Elliot dan konversi ke Gereja Katolik. Gereja ini menyebut dirinya Anglo-Katolik dan memiliki liturgi yang paling indah yang pernah saya hadiri - bahkan sampai titik ini.

Mencari Kebenaran
Mundur sedikit sekitar satu tahun setelah pernikahan kami, ketika sahabat saya dari perguruan tinggi Baptis mulai berkencan dengan seorang pria yang sedang mempertimbangkan untuk menjadi Katolik. Tanpa disadari, saya memiliki banyak normal, Amerika, selatan, prasangka Alkitab Belt terhadap Katolik dan benar-benar peduli bagi keselamatan dirinya. Jadi, saya mulai membaca buku-buku Katolik yang dia pinjamkan kepada saya dan cukup cepat menyadari bahwa segala sesuatu yang saya telah diajarkan tentang Gereja Katolik itu bohong: Gereja tidak dapat sesat setelah Kenaikan Yesus, semata-mata memiliki Injil sebenarnya setelah peristiwa Reformasi.

Saya membaca segala sesuatu yang tangan saya dapatkan tentang sejarah Gereja, tulisan-tulisan para Bapa Gereja, dan tulisan-tulisan dari umat Katolik lainnya yang mencintai Iman mereka dan menjelaskan dengan baik. Tidak butuh waktu banyak untuk meyakinkan Saya tentang kebenaran sejarah Gereja Katolik. Saya sudah mencintai Allah dan Firman-Nya, Kitab Suci, namun Saya juga mencintai Gereja Katolik. Salah satu hal yang paling mengetuk saya adalah posisi Gereja pada kesucian hidup (satu-satunya gereja yang 100% pro-life) dan tidak butuh waktu lama untuk menyadari bahwa Dia adalah benar dari segala sesuatu.

Saya sudah memiliki pemahaman yang benar tentang sakramen-sakramen, yaitu baptisan regenerasi dan transubstansiasi, di tahun-tahun saya di gereja Episkopal, tapi setelah saya menyadari bahwa hanya iman dan Alkitab saja tidaklah alkitabiah dan tak pernah diajarkan oleh Gereja, segala perlawanan saya terhadap Gereja Katolik jatuh. Pada saat itu, saya benar-benar ingin menjadi Katolik, tetapi gereja Anglo-Katolik benar-benar sudah dijalan saya. Kami Anglo-Katolik dan memiliki semua doktrin Katolik tanpa benar-benar menjadi Katolik, sehingga mudah untuk tinggal dan merasa bahwa saya "cukup dekat." Terutama karena Duane senang menjadi Anglikan dan tidak merasa sekuat tarikan yang saya lakukan untuk Gereja Katolik.

Martabat Kehidupan Manusia
Kami pindah dari Dallas ke Chicago pada tahun 2008, dan tidak pernah benar-benar menemukan sebuah gereja baru. Kami menghadiri sebuah gereja Lutheran selama sekitar satu tahun, di mana anak keempat kami dibaptis, dan kemudian melaju sekitar 80 mil ke gereja Episkopal kecil, namun masih belum merasa nyaman. Pada tahun 2010, setelah tak terduga, 18-minggu keguguran, saya punya sedikit gangguan dan pada dasarnya meminta Duane untuk mengantarkan saya pulang ke Dallas. Kami kembali ke Dallas dan kembali ke gereja Anglo-Katolik, tapi tidak merasa seperti di rumah lagi. Aku mulai menyadari betapa teologi - atau ketiadaan - di gereja Episkopal akhirnya memiliki dampak negatif pada saya.

Gereja Episkopal tidak memiliki kenyataan, teologi yang satu. Tentu saja, ada tiga puluh sembilan artikel, tetapi mereka tidak mengikat individu Anglikan dan saya bahkan tidak percaya banyak dari mereka sejak saya masih Anglo-Katolik (dan artikel-artikel yang berbau Protestan). Dalam gereja Episkopal bisa ada imam dan uskup wanita, imam dan uskup gay, dukungan keuangan untuk aborsi, dll. Sementara beberapa orang duduk-duduk meremas-remas tangan mereka yang bersifat progresif, tidak ada yang berubah karena tidak ada infrastruktur untuk melindungi kebenaran. Hanya satu Gereja yang memiliki itu dan itu adalah Gereja yang ingin kutinggali.

Anak kelima kami lahir di Dallas dan hal itu benar-benar sulit untuk pergi ke gereja yang sangat pro-kontrasepsi sementara mengerucutkan panggilan Tuhan bagi kita untuk terbuka terhadap kehidupan. Cukup banyak orang kecuali seorang imam muda yang membaptis dia dan berpikir bahwa kami gila untuk memiliki lebih dari dua anak dan entah secara sopan tidak mendukung atau terang-terangan mengejek kami. Sampai saat ini, teman Baptis yang memberikan saya baby shower  setelah anak kami yang tertua lahir telah menjadi satu-satunya baby shower saya. Bukan berarti saya butuh sesuatu, itu menjadi suatu hal yang menyenangkan untuk bersama orang lain merayakan karunia hidup dengan kami.

Meskipun saya senang berada kembali dengan keluarga saya dan teman-teman di Dallas, itu sulit karena suami saya masih bekerja di Chicago dan menghubungi dia sesering mungkin, seperti yang disebutkan, saya menjadi kecewa dengan gereja kami. Pada tahun 2012, kami akhirnya memutuskan akan lebih baik bagi kita untuk kembali ke Chicago. Saya bilang suami saya bahwa jika kita lakukan, saya akan menjadi Katolik, sesuatu yang telah di hati saya selama hampir dua belas tahun pada saat itu. Aku terdaftar di RCIA dan diterima ke dalam Gereja Katolik pada Malam Paskah 2013. Saya mencintai ajaran Gereja Katolik dan saya senang ketika orang benar-benar bahagia ketika saya mengumumkan bayi lain (nomor enam diperkirakan sekitar Natal 2013)! Terima kasih, Tuhan, karena telah membawa saya pulang!

Dua anak laki-laki tertua kami, Calvin umur 9 tahun dan Patrick 8 tahun, juga diterima dalam Gereja Katolik dan dikonfirmasi dengan saya di Malam Paskah dan semua anak-anak di kelas CCD. Duane belum dikonversi, tapi dia setia menghadiri Misa dengan keluarga kami dan saya diberkati untuk memiliki rasa penghargaan dan dukungan pada setiap langkah perjalanan saya.
Rebecca Hoekstra adalah seorang yang sibuk, homeschooling ibu dari lima, segera menjadi enam. Dia tinggal di daerah Northwest Indiana, dekat Chicago, dan senang membaca, memasak dan menghabiskan waktu bersama keluarganya. Ia terlibat dalam paroki setempat, St Augusta, di Lake Village, IN, di mana dia akan mengajar kelas CCD di musim gugur. 

Artikel ini diterjemahkan oleh Katolisitas Indonesia
Vivit Dominus in cuius conspectu sto.

Doa Penyerahan Dunia kepada Kerahiman Ilahi

Oleh Paus Yohanes Paulus II
Allah Bapa yang Maharahim, yang dalam diri Putera-Mu, Yesus Kristus telah menyatakan kasih-Mu dan telah mencurahkan kepada  kami dalam Roh Kudus, Sang Penghibur, hari ini, kepada-Mu kami percayakan nasib dunia dan setiap manusia.

Sudilah membungkuk ke arah kami yang berdosa, sembuhkanlah kelemahan dan dosa kami, kalahkanlah segala jenis kejahatan, izinkanlah semua penduduk bumi mengalami kerahiman-Mu, supaya dalam diri-Mu, ya Allah Tritunggal, mereka selalu menemukan sumber pengharapan.

Bapa yang kekal, demi sengsara dan kebangkitan Putera-Mu, tunjukkanlah belas kasihan-Mu kepada kami dan seluruh dunia. Amin.

Dominus illuminatio mea!
Vivit Dominus in cuius conspectu sto (Allah hidup dan di hadirat-Nya aku berdiri)

Epifania: Hari Raya Penampakan Tuhan


Epifania” atau “Teofania” (kata Yunani) berarti pernyataan diri dengan penuh keagungan, kekuatan dan kewibawaan pribadi. Biasanya dikenakan kepada seorang raja atau kaisar atau penguasa besar yang datang. Kata yang sama pula dipakai untuk penampakan keilahian atau karya-karya Allah yang menakjubkan. Dalam Gereja Timur pemakaian ungkapan “Epifania” hanya untuk misteri Natal, yaitu penampakan keilahian Tuhan Allah dalam rupa daging manusia.

Awal Mula Perayaan Epifania

Sudah sejak abad kedua Epifania dirayakan pada tanggal 6 Januari, yang digandeng dengan kenangan pembaptisan Yesus di Sungai Yordan. Terdapat tulisan dari abad keempat yang mencatat kekhususan perayaan ini sebagai perayaan Kedatangan Tuhn, yakni kelahiran-Nya sebagai manusia dalam inkarnasi yang utuh sempurna.

Di Antiokhia dan Mesir, pada masa hidup Santo Yohanes Krisostomus, pesta ini dirayakan sebagai hari kelahiran Yesus dan sekaligus hari pembaptisan-Nya. Ketika pesta ini menyebar ke Barat, Gereja Barat menerjemahkan pesta ini sebagai perayaan pewahyuan diri Yesus kepada dunia kafir dengan prototipenya yakni tiga sarjana dari Timur yang datang menuju Bethlehem untuk menyembah kanak-kanak Yesus Penebus yang baru lahir. Episode ini digabungkan sekaligus dengan Peringatan Pembaptisan Tuhan di Sungai Yordan dan pernikahan di Kana.

Alasan penempatan tanggal perayaan Epifania di Gereja Timur adalah sama seperti Natal dalam Gereja Barat, yaitu titik balik peredaran Matahari. Orang kafir di Mesir saat itu merayakannya 13 hari sesudah 25 Desember, sebab biasanya pada tanggal itu matahari di wilayah sana terlihat lebih benderang. Sehingga 6 Januari bagi umat Kristiani dirayakan sebagai Kelahiran Kristus, Sang Matahari Sejati.

Kebijakan Konsili Vatikan II

Sambil merayakan Epifania yang berasal dari Gereja Timur, Gereja Barat lebih menitik-beratkan peristiwa kedatangan Tiga Sarjana dari Timur sebagai wakil-wakil segala bangsa dan bahasa dari seluruh muka bumi. Konsekwensinya ialah bahwa Epifania berarti penampakan Tuhan Yesus di antara segala bangsa. Penekanannya jelas berbeda, apalagi karena didukng oleh dua perayaan yang mewarnai Epifania, yaitu pembaptisan Tuhan di Sungai Yordan dan pernikahan di Kana.

Pembaruan Liturgi secara jelas dan indah mengungkapkan sintese perayaan itu dalam prefasinya:
Sebab hari ini, dalam diri Kristus, Engkau menyingkapkan misteri penyelamatan kami, menjadi Terang bagi bangsa-bangsa; dan sewaktu Dia tampak dalam kodrat kami yang fana, Engkau memulihkan kami ke dalam kemuliaan-Nya yang baka.
Keseluruhan rumusan doa baik untuk Ekaristi maupun Ibadat Harian memperlihatkan corak universal keselamatan. Beberapa unsur penting yang terkandung dalam hari raya ini ialah:
  • Kristus, Sang Mempelai, bersatu dengan Gereja-Nya untuk memurnikan dan menguduskan dunia;
  • Gereja missioner adalah tanda kesatuan bagi segala bangsa yang tercerai berai;
  • Gereja menjadi sumber kebahagian sejai bagi umat manusia dalam berbagai aspek kehidupannya.
Disadur oleh Katolisitas Indonesia dari "Memaknai Perayaan Liturgi" halaman 89-90. 

Vivit Dominus in cuius conspectu sto (Allah hidup dan dihadirat-Nya aku berdiri)

 
Toggle Footer
Top