Misa Kudus "Melampaui Ruang Dan Waktu"

Penghubung paling kentara dari ajaran Protestan dengan Katolik mengenai Misa adalah bahwa Kristus telah wafat “satu kali untuk semua” (Ibr 9:26-28; 10:10), yang atasnya Gereja akan berkata, “Amin!” Gereja telah selalu mengajarkan bahwa Korban tunggal Kristus dan Korban Ekaristi (Misa) adalah “satu korban tunggal”, dan bahwa Korban Ekaristi” menghadirkan lagi (menjadikan hadir)” Korban Kristus di Salib (Katekismus, no. 1366-67, penekanan asli). Bagaimana hal ini dapat terjadi? Allah Putra menciptakan ruang dan waktu sehingga Ia tidak terikat olehnya (Yoh 1:1-13).


Misa penutupan WYD 2013
Sebagai Yang Abadi, Kristus mengada diluar ruang dan waktu sehingga keseluruhan sejarah secara serempak hadir dihadapanNya. Kita tidak dapat sepenuhnya memahami kemahakuasaan Allah. Sebagaimana dogma mengenai Trinitas atau hakikat Kristus sebagai manusia dan Allah, kemahakuasaan Allah melampaui kemampuan kita untuk memahami, namun tidak bertentangan dengan akal. Berargumen bahwa Allah dibatasi oleh ruang dan waktu berarti berargumen bahwa Allah bukanlah mahakuasa dan dengan demikian bukanlah Allah.

Kita juga dapat berbicara mengenai kemampuan Allah untuk hadir dalam waktu di bumi dan juga di luar waktu di Surga. Bagi Allah yang abadi dan tidak berubah, segala sesuatu ada sebagaimana adanya Ia. Sedangkan bagi kita manusia, segala sesuatu yang kita alami terikat oleh ruang dan waktu. Karena Putra Allah adalah kekal dan melampaui waktu, apa yang Ia lakukan sebagai Allah-Manusia dalam sejarah dapat melampaui waktu. 

Dengan demikian Korban Kristus di Kalvari adalah satu kali untuk semua, namun tidak pernah berakhir; ia senantiasa terjadi, tidak terikat oleh waktu. Maka, ketika kita menghadirkan lagi Korban tunggal Kristus pada saat Misa, sesungguhnya Allah memampukan kita untuk menjadikan diri kita hadir pada Korban yang melampaui waktu ini. Analoginya, kita menjadi “hadir” pada matahari setiap pagi. Matahari pada dasarnya tetap berada di tempatnya, sementara kita relatif berubah terhadap matahari karena rotasi bumi sehari-harinya.

Korban Ekaristi telah diramalkan oleh Nabi Maleakhi: “Sebab dari terbitnya sampai kepada terbenamnya matahari nama-Ku besar di antara bangsa-bangsa, dan di setiap tempat dibakar dan dipersembahkan Korban bagi namaKu besar diantara bangsa-bangsa, firman TUHAN semesta alam” (Mal 1:11). Gereja melihat ayat ini sebagai nubuat akan Korban Misa karena adakah Korban lainnya yang sungguh-sungguh murni yang dapat dipersembahkan oleh orang-orang Kristiani di seluruh dunia setiap harinya?

Hakikat Misa yang melampaui sejarah pertama-tama dinyatakan ketika Kristus mempersembahkan Tubuh dan Darah mulia-Nya pada malam Perjamuan Terakhir, sehari sebelum Ia sungguh-sungguh wafat di Salib (Katekismus, no.1337 – 40). Hal ini kemudian terungkap dalam Misa yang dipersembahkan oleh para muridNya. 

Santo Paulus mencatat bahwa Korban Kristus sebagai Anak Domba Paskah yang baru adalah satu kali untuk semua, tetapi ia juga menjelaskan bahwa bagaimanapun juga perayaannya berlanjut dalam rentang sejarah: “Sebab Anak Domba Paskah kita juga telah disembelih, yaitu Kristus. Karena itu marilah kita berpesta, bukan dengan ragi yang lama, bukan pula dengan ragi keburukan dan kejahatan, tetapi dengan roti yang tidak beragi, yaitu kemurnian dan kebenaran.” (1 Kor 5:7-8). Dengan demikian, jasa-jasa Korban Kristus diterapkan pada orang-orang Kristiani selama berabad-abad.

Kita berbicara mengenai Ekaristi sebagai sebuah Korban tanpa Darah. Kristus tidak dibunuh dalam setiap Misa. Jika demikian halnya, maka pasti ada banyak korban dan Kristus tidaklah mati “satu kali untuk semua.” Namun, Konsili Trente mengajarkan bahwa pada setiap Misa, “Kristus yang sama yang dulu mempersembahkan diri-Nya hanya satu kali dalam sebuah cara yang di atas Altar Salib, kini hadir dan dikorbankan secara tidak berdarah (Doctrina de ss. Missae Sacrificio, c. 2: DS 1743; bdk. Ibr 9:14, 27)” (Katekismus, no. 1367).

Disalin ulang oleh Katolisitas Indonesia dari Faith Facts volume 2 hal 76-79
 
Toggle Footer
Top