Keilahian Kristus Dalam Perjanjian Baru



Didalam kitab Perjanjian Baru telah dikatakan kepada kita bahwa hanya Yesus lah Juru selamat dunia. Dalam perdebatan dengan para pengikut-Nya, Yesus berkata, “sesungguhnya sebelum Abraham jadi, aku telah ada” (Yoh 8:58). Jadi, keberadaan-Nya tidak dimulai dalam rahim yang selalu perawan (Santa Maria). Ia sudah hidup sebelum itu. Dengan menyebut diri-Nya “TELAH ADA”. Rasul Paulus dalam suratnya kepada umat di Ibrani menggambarkan Sang Allah Putera sebagai Sang Sabda. Pada masa Perjanjian Lama, Allah berbicara secara penuh, menyatakan kepenuhan pewahyuan Ilahi. “Ia adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah” (Ibr 1:3).  

Rasul Santo Yohanes mengangkat tema ini dalam pembukaan Injilnya dengan berkata kepada kita secara jelas.
"Pada mulanya adalah Firman, Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah… Firman itu telah menjadi manusia, dan diam diantara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran" (Yoh 1:1,14). 

Dan Rasul Paulus pun kembali menegaskan keilahian Yesus dengan suratnya kepada Jemaat di Filipi:

Yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia (Fil 2:6-7).

Sang Sabda yang lahir dari Bapa, yang turun dari tempat yang maha tinggi dan maha kudus ke dalam dunia yang penuh noda dosa dan menjelma menjadi manusia melalui rahim Sang Panaghia. “Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan”(Gal 4:4). Ketika Yesus sebelum kembali kepangkuan Allah Bapa, Filipun dan Rasul-rasul lainnya belum juga menghargai kepenuhan realitas Yesus. Ajaran-Nya, kesaksian-Nya dan segala mukjizat-Nya belum mampu juga membangkitkan kesadaran mereka. 

Bagaikan orang yang memiliki penglihatan, namun tidak memiliki pengertian, orang yang punya banyak sekali data, tetapi tidak mempunyai makna yang nyata dan juga seperti seseorang yang mempunyai banyak sekali pengetahuan yang disampaikan orang lain kepadanya, tetapi kehilangan semua pokok dari semua itu. Ketika itu juga Yesus menggunakan kesempatan ini untuk menyatakan keilahian-Nya.“Barang siapa telah melihat aku , ia telah melihat Bapa”(Yoh 14:9). 

Pengetahuan mereka tentang Kitab Suci telah mengajarkan bahwa seseorang  tidak dapat memandang wajah Allah. Kemudian Yesus menyingkapkan kemungkinan baru kepada Para Rasul. Mereka dapat memandang wajah Allah. Dan ternyata memang harus demikian, karena dengan memandang wajah Yesus, mereka akan memperoleh pemahaman yang tidak terkatakan mengenai realitas Allah. Melihat Yesus berarti melihat Bapa. Tetapi Yesus tidak mengatakan diri-Nya sebagai Bapa, tetapi wajah-Nya adalah gambar Bapa didunia. Yesus adalah “Gambar Allah yang tidak kelihatan” (Kol 1:15)
 
Toggle Footer
Top