Di awal tahun liturgi, Gereja Katolik merayakan
suatu perayaan, perayaan yang menantikan kelahiran Yesus Kristus ke dunia.
Perayaan tersebut ialah Adven, Adven adalah masa khusus di dalam lingkaran
tahun liturgi Gereja yang diadakan selama bulan Desember untuk menyongsong Hari
Raya Natal pada tanggal 25 Desember. Data asli mengenai awal mula Adven, tidak
ditemukan namun sejak abad-abad pertama mulai ada kegiatan dari umat untuk
mengadakan persiapan sebelum hari Natal tiba. Keotentikan perayaan ini dapat
diketahui dari sinode Macon di Gaul, Perancis yang menyatakan bahwa sebelum
dirayakannya hari Paskah atau Natal, diadakan sebuah masa pertobatan dalam
rentang waktu dari 11 November hingga 24 Desember 2013. Sehingga pada hari-hari
didalam masa Adven, warna Liturgi Gereja menjadi berwarna ungu seturut pula
dengan masa Prapaskah yang keduanya berkaitan erat dengan masa pertobatan.
Keontetikan masa Adven ini didukung pula oleh
hadirnya Bapa Gereja pada masa tersebut (yang terjadi pada waktu lampau) dan
salah satu diantaranya ialah St. Sesarius dari Alles yang hidup pada abad ke 5,
dan Sesarius dianggap sebagai orang yang pertama kali menyampaikan homili tentang
masa Adven. Adven mungkin hanya dianggap sebagai sebuah masa yang hanya berada
dalam Gereja Barat, namun sesungguhnya Gereja-gereja Timur seperti Katolik Timur (yang
bersatu penuh dengan Paus Roma sebagai Wakil Yesus Kristus dan gembala Gereja Universal) dan Gereja uniat Orthodox Timur (yang telah
memisahkan diri dengan Paus Roma pada tahun 1054) juga merayakan Adven dan hal
ini dimulai sejak abad ke empat dan disertai dengan aturan pantang dan puasa yang
amat ketat.
Masa Adven terdiri dari 4 Minggu. Selain
memperhatikan kesatuan penantian seperti yang dapat dijumpai dalam rumusan doan
dan bacaan Kitab Nabi Yesaya pada Misa harian, Masa Adven secara keseluruhan
dibagi dalam dua periode:
Pertama, sejak hari Minggu Adven pertama hingga pada
tanggal 16 Desember, Gereja secara penuh mengutamakan penantian secara
eskatologis; umat beriman diajak merenungkan misteri kedatangan mulia Kristus
pada akhir zaman; didukung oleh bacaan-bacaan Misa, khususnya kutipan dari
kitab para nabi, terutama Yesaya. Minggu ketiga Adven ditandai dengan sebutan Gaudete
Sunday (Minggu Sukacita) dan pula ditandai dengan Vestmentum (pakaian liturgy bagi imam) berwarna merah muda. Minggu Gaudete ini menunjukkan bahwa Gereja
secara khusus telah bersukacita karena telah melewati seperempat dari masa
Adven.
|
Paus Emeritus Benediktus XVI pada Minggu Sukacita dengan Pallium tradisional |
Kedua, dari 17 Desember
sampai 24 Desember, baik dalam Ekaristi maupun Ibadat Harian, semua rumusan
diarahkan lebih jelas kepada persiapan menyongsong perayaan Natal, dengan seruan
Nabi Yohanes Pembaptis (Nabi terakhir) dan disertai pula dengan kisah Maria dan
Yusuf. Adven dipandang dari
segi teologis, merupakan suatu masa dimana Gereja menanti-nantikan kedatangan
Kristus yang kedua kalinya. Adven ini secara realitas merupakan gambaran dari
umat Israel sendiri dan para nabi terdahulu yang menanti-nantikan kedatangan
Mesias beribu-ribu tahun lamanya.
Adven merupakan masa
yang mengingatkan adanya dimensi historis-sakramental keselamatan, umat beriman
diajak untuk menanti-nantikan kedatangan Kristus Sang Mesias. Dalam diri
Kristus, Allah Bapa telah menampilkan rupa-Nya (Yoh 14:9). Dimensi historis
pewahyuan diri Kristus ini menunjukkan betapa konkretnya penyelamatan umat
manusia. Dilain pihak pula, Adven adalah masa liturgi yang menanmpilkan secara terang
dimensi eskatologis kehidupan para pengikut Kristus. Allah telah memelihara
kita demi keselamatan kita (1 Tes 5:9). Sikap menanti yang penuh pengharapan
ini adalah ciri khas dari Gereja sendiri. Dalam diri Yesus, Allah telah
mewahyukan diri-Nya. Kristus adalah kepenuhan janji Allah. “Sebab Kristus
adalah ‘ya’ bagi semua janji Allah. Itulah sebabnya oleh Dia kita mengatakan ‘amin’
untuk memuliakan Allah” (2 Kor 1:20).
Selama masa Adven,
sikap penantian Gereja terhadap kedatangan Mesias tidak seperti orang Yahudi
yang masih menantikan Mesias terjanji (meskipun telah datang namun mereka
memakukan-Nya di kayu Salib). “Karena sekarang kita melihat dalam cermin suatu
gambaran yang samar-samar, tetapi nanti kita akan melihat muka dengan muka.
Sekarang aku hanya mengenal dengan tidak sempurna, tetapi nanti aku akan
mengenal dengan sempurna, seperti aku sendiri dikenal.” (1 Kor 13:12). Gereja
menghayati masa ini sebagai sebuah masa penantian yang menggembirakan sekaligus
sebagai sebuah masa untuk kembali
bertobat; oleh karena itu, Gereja berdoa “datanglah ya Tuhan Yesus” (Wahyu
22:17-20). Akhirnya, Adven
mengajak kita untuk menghayati sikap penantian yang disertai dengan kegembiraan
bahwa Kristus akan menjelma menjadi daging dan tinggal diantara kita (Yoh 1:14).
Dominus illuminatio mea!